Hidup kita tidak sepotong-sepotong. Hidup kita ini satu paket, yakni dari lahir hingga mati. Paket kebahagiaan dari Allah itu ada dalam keseluruhan hidup kita.
Hanya sayangnya, kita kerap melihat secara sepotong-sepotong dan parahnya yang paling kita lihat dan cermati adalah yang negatif, buruk, tidak baik, tidak sesuai harapan, dan sebagainya, termasuk hal ketiadaan anak.
Seolah-olah hanya itulah satu-satunya kebahagiaan sehingga tanpa itu seolah Ia tidak memberikan kebahagiaan apa pun lainnya kepada kita. Seolah-olah hanya itulah yang baik. Tanpa itu, semua seolah tidak ada yang baik.
Tidakkah kita menyadari, bahwa seluruh hidup kita di dunia ini adalah ujian iman, kasih, dan pengharapan kita? Kaya itu ujian. Miskin itu ujian. Sehat itu ujian. Sakit itu ujian. Senang itu ujian. Susah itu ujian. Termasuk, ada anak itu ujian dan tidak ada anak pun ujian.
Seperti apa kita dalam semua itu, itulah yang hendak Ia lihat pada diri kita. Seperti apa kita pada saat Ia memberikan kekayaan, seperti apa kita yang direlakan-Nya miskin, seperti apa kita dalam sakit, seperti apa kita dengan sehat yang Ia berikan, dan lainnya.
Termasuk, seperti apa kita dengan karunia anak yang diberikan-Nya dan seperti apa kita yang Ia tidak berikan anak. Mengeluhkah? Bersyukurkah?
Perhatikan doa Raja Salomo ini:
"Dua hal aku mohon kepada-Mu, jangan itu Kautolak sebelum aku mati, yakni: jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan, jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku." (Amsal 30:7-9)
Dalam kenyang maupun dalam lapar di situ ada ujian. Demikian halnya, memiliki anak atau tidak memiliki anak, pada kedua hal itu masing-masing punya ujiannya.Â
Menikmati semua kenyataan yang Ia izinkan menjadi bagian di hidup kita dengan memandang kepada-Nya, bahwa kebaikan-Nya tidaklah sepotong-sepotong di hidup kita melainkan melingkupi kehidupan kita seutuhnya.
Malah terkadang, mujizat itu terjadi pada saat hati kita telah ikhlas. Mungkin saja Tuhan sedang menunggu keikhlasan itu mendahului terpenuhinya segala harapan yang masih ditunda-Nya. Wallahu a'lam.