Mohon tunggu...
Hennie Engglina
Hennie Engglina Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar Hidup

HEP

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pernikahan Tanpa Restu Orangtua Itu Pahit

12 November 2019   09:03 Diperbarui: 13 November 2019   01:54 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: wallpaperup

Sudah lama saya ingin menulis hal ini tetapi saya mengalami kesulitan untuk menjabarkan ini secara detail. 

Walau fakta akan hal ini nyata di depan mata, tetapi saya tidak dapat merujuk kepada satu contoh pun untuk menegaskan bahwa ini bukan persoalan sepele.

Ada kode etik pelayanan di sini. Apa yang namanya kerahasiaan yang dipercayakan, itu harus dijaga oleh seorang pelayan. Jangankan kepada publik, kepada suami atau istri pun tidak boleh disampaikan.

Contohnya seperti kisah petani jagung yang mendapati jagung-jagung miliknya sudah dipanen oleh maling.

Petani itu menempel kertas dengan tulisan besar di sebuah papan di tengah kebun jagungnya: "Hei, Maling! Saya memang tidak tahu siapa kamu, tetapi Tuhan tahu! Sadarlah!"

Keesokan harinya saat Petani tiba di kebunnya ia terkejut mendapati kertas itu telah berganti dengan tulisan: "Ya, saya sadar Tuhan tahu, tetapi Dia tidak akan berita tahu!"

Kepahitan seperti apa juga tidak dapat disebutkan karena jenisnya berbeda-beda. Mungkin yang satu mengalami X, yang lain mengalami Y.

Mungkin dengan tulisan sederhana ini bisa menjadi gagasan bagi mereka yang hendak menulis hal ini secara lebih mendalam.

Tidak sedikit rumah tangga yang diliputi pergumulan memiliki kesamaan cerita bahwa pernikahan mereka tidak direstui oleh orang tua. Oleh sebab itu, setelah bercakap panjang lebar, saya selalu memberi pertanyaan: "Waktu menikah, apakah kedua orang tua merestui?".

Ada yang kedua orang tuanya tidak setuju. Ada yang ayahnya saja atau ibunya saja yang tidak setuju. Intinya, ada yang tidak memberi restu.

Salah satu alasan orang tua tidak merestui adalah keraguan. Ragu anaknya tidak bahagia. Ketika mereka membuktikan bahwa rumah tangga mereka sehat, yakni mereka bahagia, bekerja, dan berhasil, maka keraguan itu bisa perlahan meluntur. Apalagi dengan kelahiran cucu-cucu. Itu memberi sukacita tersendiri bagi orang tua. 

Orang tua hanya ingin anaknya bahagia. Bukan tidak sayang. Justru karena terlalu sayang, orang tua takut anaknya tidak bahagia malah menderita.

Walau begitu orang tua juga harus bijak. Restu adalah doa bagi keselamatan rumah tangga anak. Berkeras hati justru membuat anak menerima pahitnya. Ini harus benar-benar dipahami oleh kedua belah pihak, yakni anak dan orang tua. 

Demikian pula mantu yang tidak direstui sepatutnya juga tidak berkeras hati. Jangan menjadi orang yang memisahkan seorang anak dari orang tuanya dengan merampasnya tanpa izin.

Ada anak mantu yang berhasil menaklukan hati mertuanya karena sikap dan perilaku rendah hati yang ditunjukkannya, bahwa cintanya bukan saja kepada anaknya tetapi juga kepada orang tuanya.

Akan tetapi, pada kenyataannya, banyak yang tidak peduli terhadap restu orang tua.

Akhirnya, ada semacam kepahitan yang dirasakan dalam perjalanan rumah tangga itu. Jenis persoalannya berbeda, tetapi rasanya sama tidak manis dan seringkali seperti berjalan di jalan yang penuh kerikil dan rintangan.

Dalam segala kekurangan seorang ayah dan ibu, mereka dipilih Allah untuk membuat kita ada di dunia ini. 

Tidak akan pernah ada orang hebat sehebat apa pun di dunia ini bila ia tidak pernah dilahirkan.

Oleh sebab itu dalam Kitab Suci umat Kristiani ada tertulis "Hormatilah ayahmu dan ibumu" (Kel 20:12; Ul 5:16; Mat 15:4; Ef 6:2, dsb). Itu tidak kadaluarsa dan tidak akan pernah kadaluarsa.

Demikian juga pada Kitab Suci agama lain, setahu saya, orang tua mendapat tempat kemuliaan di mata Allah. 

Saya mendapati banyak kenyataan bahwa pernikahan tanpa restu orang tua umumnya pahit. Berkeras hati pada kondisi ini hanya seperti melilitkan tali di badan sendiri. Kesesakan dan rupa-rupa masalah seakan tidak menjauh dari hidup.

Bagi kaum muda yang mungkin hubungan asmaranya sedang menghadapi tantangan soal restu orang tua, mohon tidak gegabah seperti banyak rumah tangga yang telah mengalaminya. Apa yang indah di hari ini tidak berarti akan indah pula di hari esok.

Kebahagiaan itu dari Allah. Tanpa restu orang tua yang Ia muliakan, berpikirlah 1000 kali sebelum melangkah lebih jauh ke pernikahan.

Jangan buru-buru mengambil sikap. Gunakan waktu yang ada untuk mengkomunikasikan hal itu dengan sabar dan berdoa.

"Your parents may not be perfect but they are the most precious gift God has ever given you."

[Orang tuamu mungkin tidak sempurna, tetapi itu adalah hadiah yang paling berharga yang pernah diberikan Tuhan kepadamu]

Sedapat mungkin perolehlah restu itu dari mereka.

Jangan memulai yang baik dengan tidak baik, karena yang tidak baik itu akan membuntuti hidup kita.

Salam. HEP.-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun