Mohon tunggu...
Heni Pristianingsih
Heni Pristianingsih Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Mencari inspirasi hidup melalui kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan Tiba Uangku Datang, Ramadhan Pulang Uangku Melayang

18 April 2021   12:59 Diperbarui: 18 April 2021   13:19 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : reseppilihan.com

Memasuki bulan Ramadhan, kaum muslim menjalankan ibadah puasa selama satu bulan lamanya dengan penuh rasa bahagia dan berharap ridho dari ALLAH SWT semata.

Secara teori, seharusnya pada bulan seperti ini, kita akan lebih bisa menghemat pengeluaran terutama yang berkaitan dengan urusan dapur. Setidaknya, jadwal makan yang semula sehari sebanyak 3x akan berkurang menjadi 2x yaitu makan sahur dan berbuka puasa. Namun pada prakteknya, kadang pengeluaran yang kita lakukan justru semakin membengkak.

Mengapa demikian ? Semua bisa terjadi karena pemahaman konsep terhadap hakikat berpuasa yang mungkin agak kurang tepat. Konsep yang tanpa disadari telah tertanam dalam pemikiran masyarakat awam bahwa untuk menyambut bulan Ramadhan maka semua harus serba baru dan terpenuhi secara layak/baik. Ini merupakan hal yang wajar mengingat bulan Ramadhan hanya datang satu kali dalam setahun. "Mumpung hari raya", kata-kata itu yang sering terdengar dan mungkin digunakan untuk mengiyakan segala sesuatu begitu saja.

Secara pribadi, saya sangat memaklumi pendapat sebagian masyarakat tadi. Hanya saja, kadang kala akan muncul permasalahan (dalam hal keuangan) ketika uang gaji dan THR telah habis sebelum waktu gajian bulan berikutnya. Ini bisa saja terjadi apabila kita tidak memiliki perencanaan dalam pengelolaan finansial/keuangan secara matang.

Lantas bagaimana solusinya? Marilah kita simak beberapa penjelasan yang mungkin akan berguna bagi para pembaca budiman berikut ini.

Ada beberapa pertimbangan yang harus kita pikirkan sebelum kita mengeluarkan uang. Khususnya pada saat menyambut bulan Ramadhan dan hari Lebaran. Hal ini penting sebagai langkah preventif agar tidak mengalami kesulitan keuangan dengan berakhirnya bulan yang penuh rahmat dan ampunan tadi.

Pertama, batasi keuangan yang harus dikeluarkan untuk berbelanja kebutuhan dapur ketika sahur dan berbuka dengan memasak menu makanan agar tidak berlebihan. Ingat, ketika berbuka puasa, perut kita memiliki kapasitas tertentu untuk menampung berbagai masakan mulai dari nasi  rawon hingga kudapan seperti gorengan pisang, es buah, dan kolak. Apalagi ketika makan sahur. Mengonsumsi sepiring nasi dan air minum saja perut kita akan terasa sudah cukup kenyang. 

Oleh karena itu, jika kita memasak untuk menu berbuka  dalam porsi yang terlalu banyak dan beraneka ragam, besar kemungkinan makanan tersebut tidak akan habis. Bahkan jika digunakan pada saat makan sahur paginya. Akhirnya makanan menjadi sisa. Jika dilakukan terus-menerus pagi dan sore maka akan semakin banyak makanan yang terbuang, kecuali anda memiliki hewan peliharaan. Namun tetap saja, kita telah melakukan pemborosan.  Selain itu, mengurangi kegiatan membeli masakan dari luar akan lebih membantu kita dalam berhemat. Boleh kita makan di luar dengan keluarga sesekali waktu. Namun sebaiknya tidak terlalu sering dilakukan.

Apabila ada kelebihan uang, lebih baik digunakan untuk kegiatan lain yang juga masih termasuk ibadah seperti menjamu tetangga, memberi takjil di masjid atau musholla, bersedekah dan zakat, kegiatan warga (tasyakuran), dan sejenisnya. Ini tentunya akan lebih bermanfaat. Dengan demikian, keuangan tidak habis hanya karena urusan perut dan dapur saja. Bukankah puasa itu melatih diri agar kita bisa menahan rasa lapar/dahaga dan peduli terhadap saudara kita yang masih hidup dalam kekurangan?

Kedua, biasakanlah untuk melakukan seleksi prioritas terhadap kebutuhan dan belajar menghilangkan konsep bahwa bulan Ramadhan dan Lebaran identik dengan segala sesuatu yang serba "baru." Dengan demikian, kita akan terhindar dari tindakan mengonsumsi barang-barang yang sebenarnya masih belum diperlukan, termasuk pakaian. Membeli pakaian tidak harus menunggu hari raya bukan ? Dibandingkan dengan mengoleksi pakaian, tas, atau sepatu (karena kita bukan artis), jadi mungkin akan lebih bermanfaat jika dialihkan pada koleksi keping emas/antam. 

Puasa itu upaya penggemblengan mental agar kita bisa menjadi pribadi yang  lebih baik. Nilai pengukurannya pada tingkat spiritual dan bukan pada materi/kebendaan. Ukuran kesuksesan seseorang dalam bulan Ramadhan itu adalah peningkatan akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, kalau kita masih berorientasi pada materi dan penampilan diri untuk menunjukkan eksistensi dalam masyarakat, tentunya akan berbeda dari hakekat berpuasa itu sendiri.

Ketiga, pertimbangan mudik sebaiknya direncanakan jauh hari sebelum datangnya bulan Ramadhan dengan menabung secara khusus. Dengan demikian, kita bisa memproyeksikan biaya transportasi dan akomodasi yang harus dikeluarkan untuk kegiatan mudik ini. Kegiatan mudik bagi keluarga memang sangat penting. Apalagi jika lokasi mudik jauh dan jarang berkesempatan untuk mudik. Namun, pertimbangan secara finansial, keamanan, keselamatan, dan kenyamanan bagi kita dan anggota keluarga hendaknya lebih diutamakan. Apalagi dalam situasi yang masih pandemi seperti sekarang.

Apabila memang tidak memungkinkan untuk mudik maka sebaiknya kita tidak memaksakan diri. Ada banyak cara untuk menggantikan kegiatan mudik dengan memanfaatkan teknologi informasi, seperti menggunakan call, video call, zoom, google meet, dan sejenisnya yang bisa dilakukan dengan menggunakan gagdet/laptop. Setidaknya, hal ini bisa mengobati kerinduan untuk bertemu dengan orang tua dan sanak famili serta kerabat. Saya tertawa ketika melihat sebuah vlog di Youtube yang mengatakan mudiknya diganti dengan transfer saja. Konten bercandaan itu menurut saya lebih realistis dan masuk akal untuk kondisi saat ini.

Terakhir, sebaiknya kita tidak menghabiskan seluruh gaji dan THR dan menyisihkan untuk memenuhi kebutuhan paska puasa dan hari raya. Sebelum menerima uang gaji bulan berikutnya. Ini merupakan hal yang sepele tetapi sering terabaikan. Fenomena di masyarakat, ketika mendekati hari raya, mereka beramai-ramai membeli gagdet yang  bagus dan keluaran terbaru. Harga tidak menjadi masalah. Namun setelah hari raya usai, kepemilikan gadgetpun harus berakhir karena dijual kembali untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sungguh ironis.

Bagi mereka yang ASN atau karyawan yang berpenghasilan tetap lainnya, mungkin tidak terlalu bermasalah. Besar tidaknya gaji itu relatif sesuai dengan sudut pandang masing-masing orang. Namun, untuk mereka yang berwiraswasta (skala kecil) dan berpenghasilan tidak menentu, tindakan gegabah dalam segi finansial sebaiknya dihindari. 

Bukankah rezeki itu sudah diatur oleh ALLAH SWT ? Saya setuju dan itu sangat benar adanya. Namun, manusia memiliki akal dan pemikiran untuk mengelola rezeki (secara finansial) dari Sang Maha Kuasa secara bijak agar tidak mengalami permasalahan di kemudian hari. Sekaligus, ini merupakan wujud rasa syukur kita kepada Sang Khalik. Bagaimanapun, sikap boros dan berlebihan itu temannya setan. Ingat QS. Al-Isra' : 26-27 yang berbunyi "Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun