Mohon tunggu...
Hening Nugroho
Hening Nugroho Mohon Tunggu... Laki-laki

Menulis itu sederhana Ig @hening_nugroho Waroenkbaca.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Nature

Mawas dan Jejak Trauma Satwa Nusantara

24 September 2025   12:40 Diperbarui: 24 September 2025   12:40 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Konflik satwa tidak muncul karena hewan "ganas," melainkan karena hutan yang menopang mereka hilang. Gajah masuk ke kebun sawit karena kehilangan pakan alami. Anak Orangutan dipisahkan dari induknya karena dianggap "pengganggu" kebun. Harimau terjebak di kantong kecil hingga mengalami sindrom genetik. Semua ini jarang muncul dalam berita, tetapi bergema dalam ekosistem.

Di sisi lain, peran masyarakat adat sering terpinggirkan, padahal mereka adalah penjaga warisan. Luas ICCAs (Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas) yang terdaftar di Indonesia mencapai 647.457 hektar, mayoritas di Kalimantan sekitar 385.744 hektar. (AMAN, 2021). Potensinya bahkan diperkirakan mencapai 23,82 juta hektar. Wilayah ini bukan hanya sumber hayati, tetapi juga simbol identitas budaya, siklus benih, obat tradisional, ritual bumi, dan cara hidup berkelanjutan.

Namun, rantai komoditas global, sawit, kayu, pulp, terus menggerogoti hutan. Perusahaan internasional, konsumen, izin konsesi, dan pembiayaan terlibat dalam siklus ini. Ada praktik legal, tetapi juga jalur gelap: korupsi izin, ekspansi tanpa kajian, hingga green grabbing dengan dalih konservasi. Jalan keluar yang ditawarkan adalah konservasi berbasis HAM dan pengakuan hak adat.

Sayangnya, penegakan hukum masih lemah. Aturan konservasi ada, tetapi praktik di lapangan sering terhambat oleh kepentingan, minim sumber daya, dan lemahnya pengawasan. Seekor gajah mati diracun di Sumut bisa ditemukan berhari-hari tanpa tindak lanjut berarti. Yang mati bukan hanya satwa, tapi juga kepercayaan pada hukum.

Meski begitu, secercah harapan tetap ada. Di Aceh, Peusangan Elephant Conservation Initiative (PECI) memberdayakan 12 desa penyangga untuk menyediakan vegetasi gajah, bukan menghukum. Di Kalimantan Timur, BKSDA dan BOS Samboja melepas liarkan 28 Orangutan pada awal 2025. Ada pula proyek koridor gajah di Aceh yang sedang digarap, serta wacana replikasi di Lampung. Semua ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara komunitas dan institusi bisa berjalan, asal ada dukungan nyata.


* Coexistence sebagai Kontrak Ekologis


Lalu apa yang harus diingat sekarang? Bahwa "Coexistence" tidak lenyap, ia masih ada di tangan kita. Di desa yang membuka dialog, di komunitas adat yang menjaga hutan leluhur, di aktivis yang menuntut transparansi, hingga konsumen global yang peduli asal produk. Tugas kita bukan hanya menolak perambahan, tetapi membangun ruang perjumpaan, koridor satwa, pagar hidup, agroforestri ramah satwa, jalur hijau, sistem kompensasi cepat dan adil, serta norma hukum yang diakui masyarakat lokal.

Coexistence tidak boleh dimaknai pasif. Ia adalah kontrak ekologis yang sadar akan iklim, geografi, dan sejarah manusia. Ia hadir nyata dalam pagar hidup, aturan tak tertulis, dan percakapan warga di tepi hutan. Di Mawas, kebersamaan itu tampak dalam tindakan sehari-hari, air gambut, ladang padi, Orangutan, dan anak-anak desa berbagi ruang.

Mawas menunjukkan bahwa harmoni bisa ditenun dari bawah. Dari larangan menyalakan api, dari pengakuan hak ruang Orangutan, dari pagar hidup yang ditanam. Semua ini berjalan tanpa instruksi negara. Pelajarannya jelas, jika Indonesia ingin menjaga satwa dan manusia, strategi harmoni harus berangkat dari kearifan lokal, diperkuat hukum yang tegas, dan disambungkan solidaritas global yang sadar iklim.

Dengan demikian, jalan tengah ini realistis sekaligus visioner. Ia mengaitkan iklim yang makin ekstrem, geografi yang terfragmentasi, ekonomi global yang serakah, dan aspirasi manusia untuk sejahtera. Semua itu bisa dipertemukan jika kita belajar dari jejak Mawas, jejak kecil yang bisa menjadi kompas moral di tengah krisis ekologis yang kian dalam.

#WAD2025 #SpeakfortheSpecies #Lestarisiana

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun