Bagaimana Sarjana Begitulah Keadaan Masyarakat
Oleh Hendy Adinata
74 tahun Bangsa Indonesia merdeka, selama itu telah banyak lembaga survei (teknik riset dengan memberi batasan yang jelas atas data, penyelidikan dan peninjauan) didirikan, dan sudah banyak pula aktivis (orang yang bekerja aktif mendorong pelaksanaan sesuatu) yang bermunculan.Â
Mereka yang mengoperasikan lembaga atau yang menjadi aktivis merupakan sarjana (orang pandai/ ahli ilmu pengetahuan, kaum cendekiawan).
Dewasa ini jumlah sarjana semakin membeludak (meluap/melebihi jumlah yang normal). Namun seiring dengan bertambahnya jumlah sarjana ini, tidak diimbangi dengan adanyanya perubahan yang signifikan pada masyarakat. Masyarakat begitu-begitu saja. Masyarakat lebih banyak belajar dan dididik oleh dunia maya.Â
Sarjana juga demikian, lebih banyak dididik oleh dunia maya daripada buku. Perubahan yang tampak hanya di sektor perekonomian, infrastruktur juga baru beberapa tahun terakhir, sedangkan pembangunan manusia tidak banyak lonjakan.
Penulis tidak ingin menggunakan teori yang rumit untuk menggambarkan keadaan masyarakat. Penulis menggunakan tolak ukur yang sederhana saja, yaitu bagaimana sarjana, begitulah keadaan masyarakat
Tidak berkembangnya masyarakat dikarenakan tidak berperannya sarjana secara signifikan. Dan tidak berperannya sarjana merupakan wajah masyarakat itu sendiri. Beberapa hal mungkin dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya.
Mampu Bersekolah Tidak Diimbangi Dengan Kesiapan Bersekolah
Tidak bersungguh-sungguh
Kemajuan ekonmi di sejumlah daerah memang berdampak pada tingkat pendidikan penduduknya. Jumlah masyarakat yang bisa bersekolah sampai pada jenjang perguruan tinggi semakin banyak. Gelar sarjana sudah bukan barang mahal, malah dianggap sangat umum---khususnya di perkotaan besar.
Namun, meningkatnya perekonomian masyarakat nyatanya tidak berbanding lurus dengan kesiapan peserta didik sendiri dalam menempuh pendidikan.