Mohon tunggu...
Inovasi

Nongkojajar: Dengan Biogas, Kotoran Menjadi Berkah, Lingkungan Menjadi Nyaman

4 Juni 2015   05:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:22 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sapi pertama kali didatangkan oleh belanda pada tahun 1911 ke Nongkojajar  Kab. Pasuruan dengan tujuan konsumsi susu orang belanda yang ditugaskan di daerah tersebut. Daerah seluas 548,92 Ha dengan ketingian 600-1200 mdpl ini mempunyai jumlah penduduk sebanyak 58.941 jiwa. Dengan suhu rata-rata 16 sampai 28 derajat Celcius ini sangat produktif di bidang pertanian seperti Apel, Paprika, Durian, Cabe dan sayur mayor serta Bunga Krisan. Produktifitas di bidang peternakan yaitu susu sapi dan produk olahannya.

Sekitar 18.200 ekor sapi memproduksi susu sebanyak 72.00 liter per hari. Setiap ekor sapi juga membuang sebanyak 20-30 Kg kotoran per harinya. Tidak dapat dibayangkan  kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kotoran sebanyak itu jika tidak dimanfaatkan dan diolah lebih lanjut. Oleh karena itu Bapak H. Hariyanto pada tahun 1989 mulai merintis pemanfaatan kotoran sapi menjadi energy alternatif yaitu biogas untuk kebutuhan rumahtangganya serta kebutuhan warga Nongkojajar. Tidak mudah mengajak warga untuk memanfaatkan kotoran ternaknya sebagai energy alternatif. Sebelumnya, untuk keperluan sehari-hari, mereka menggunakan kayu bakar. Dari pengunaan kayu bakar itulah banya pepohonan yang ditebang sehingga banyak sumber air hilang dan irigasi lahan pertanian mengecil.

Dari hasil perjuangannya saat ini sudah sebanyak 1.350 unit biogas beroperasi dengan baik. Hal ini akan memberikan dampak pada perekonomian masyarakat.  Pengeluaran  warga yang menggunakan biogas semakin sedikit. Selain menekan pengeluaran, debit air untuk irigasi pertanian meningkat karena penebangan pohon yang sebelumnya digunakan sebagai kayu bakar menurun. Dan hasil samping dari residu biogas disebut Slurry, yaitu ampas yang keluar dari over flow setelah mengalami fermentasi  tidak mengandung metan. Slurry tersebut biasa digunakan sebagai pupuk untuk memperbaiki kesuburan tanah serta meningkakan produksi tenaman.

Berkat pembangunan biogas di Nongkojajar, biaya hidup bisa ditekan Rp. 350.000 – Rp. 400.000 per bulan karena tidak membeli Minyak Tanah, LPG dan kayu bakar. Pencemaran lingkungan berkurang serta sumber air meningkat untuk irigasi pertanian dan pakan ternak terpenuhi sehingga produktifitas sapi perah pun meningkat. Program biogas secara tidak langsung tidak langsung membantu peningkatan kesejahteraan social, pertumbuhan ekonomi dan penyelamatan lingkungan. 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun