Mohon tunggu...
Hendri Asfan
Hendri Asfan Mohon Tunggu... pemalas -

Twitter: @hendri_sumenep

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok dan Mitos Pengentasan Banjir di Jakarta

21 Februari 2017   16:30 Diperbarui: 21 Februari 2017   16:45 1944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap musim penghujan, warga DKI Jakarta selalu menghadapi persoalan yang sama, yakni banjir. Sebab itu, banjir di Jakarta tidak bisa dinilai sepenuhnya sebagai musibah atau bencana alam, sebab persoalan ini terjadi berulang. Sebaliknya, banjir adalah bukti ketidakbecusan pemerintah  mengurus Jakarta.

Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok selaku gubernur DKI Jakarta selalu mengklaim ia berhasil memperbaiki tata kelola lingkungan, memperbaiki kesalahan tata ruang, dan berhasil mengurangi tingkat terjangan banjir. Bahkan, dia sering sesumbar bahwa Jakarta tidak akan diterjang banjir walaupun hujan mengguyur dengan deras. Tapi, banjir yang terjadi di berbagai tempat hari ini menjadi tamparan keras atas klaim sumbang dan sombong Ahok itu. Hari ini ada sekitar 54 titik banjir di Jakarta yang tersebar di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Utara.

Kondisi ini menjadi timbunan citra buruk Ahok di mata publik. Setelah kata-katanya yang menyinggung banyak orang, sekarang banjir semakin menenggelamkan segala klaim keberhasilannya sebagai pemimpin. Terlebih penggusuran paksa yang ia terapkan pada warga miskin dengan alasan perbaikan tata ruang dan normalisasi lingkungan, ternyata tak menghasilkan perbaikan yang signifikan. Perubahan yang dapat dilihat dari metode kasar itu adalah mengubah kata banjir menjadi genangan.

Lantas, apakah Ahok kecolongan atas banjir hari ini setelah dia sesumbar bahwa persoalan banjir di Jakarta sudah hampir selesai? Sejujurnya, Ahok tidak kecolongan, sebab banjir yang terjadi merupakan bencana langganan bagi warga Jakarta. Benca ini sudah diramalkan akan terjadi setiap musim penghujan. 

Masalahnya, Ahok terlalu banyak sesumbar, dan tidak merendah dihadapan alam dan warga DKI Jakarta. Seandainya, Ahok dengan tulus dan rendah hati menyampaikan kepada seluruh warga DKI Jakarta bahwa mereka akan menghadapi banjir serta mengajak mereka bersama-sama untuk menghadapinya, maka banjir hari ini akan dapat diantisipasi dengan baik, sekaligus membuat masyarakat waspada. Di samping itu, bencana ini akan mengikat persatuan warga untuk menghadapi persoalan yang sama. Sayangnya, Ahok malah sesumbar bahwa persoalan banjir tidak akan menjadi bencana besar.

Ahok memang tidak punya kepekaan untuk menilai persoalan dari sudut pandang yang lebih humanis. Seolah-olah banjir hanya persoalan alam, persoalan lingkungan, atau persoalan tata ruang. Betul, persoalan-persoalan tersebut adalah faktor utama banjir. Namun, yang harus dilakukan adalah bagaimana pengendalian bencana banjir juga tidak boleh melupakan eksistensi dan peran masyarakat. Banjir adalah bencana yang berkaitan dengan tingkat hidup orang banyak. Untuk menghadapi banjir tidak bisa melulu persoalan pembangunan infrastruktur dan strategi-strategi teknis-administratif.

Banjir hari ini juga menjadi tamparan bagi para ahoker yang terus menyanjung Ahok. Mereka pura-pura mengabaikan persoalan banjir ini seolah-olah persoalannya sudah selesai. Banjir  hari ini di berbagai kawasan di Jakarta berhasil menjungkirbalikkan kesombongan mereka untuk melihat kenyataan yang sesungguhnya.

Terlepas Ahok telah berhasil mengubah beberapa pemandangan di Jakarta, para ahoker seharusnya tetap kritis menilai kegagalan-kegalanan pembangunan dan penanggulangan banjir di Jakarta. Masyarakat harus aktif menjadi kontrol sosial yang memberi tekanan melalui kritik dan perhatian terhadap pemimpin. Karena itu, para ahoker tidak bisa resisten terhadap segala bentuk kritik maupun sindiran terhadap Ahok, sebab Jakarta adalah milik warganya, bahkan menjadi representasi seluruh Indonesia.

Hari ini memang momentum politik pilkada. Jadi, inilah momentum yang tepat bagi warga DKI Jakarta untuk merefleksikan kembali bagaimana mereka diurus dan dipimpin oleh gubernur mereka. Pada momentum pilkada inilah warga Jakarta benar-benar memiliki pilihan. Dan, pilihan mereka lah yang menentukan bagaimana Jakarta dan penduduknya diurus dan dipimpin. Warga Jakarta sangat penting memberi pelajaran bagi penguasa yang mengabaikan kepentingan  dan salaha mengurus hajat hidup mereka. Bahwa walaupun hanya dalam satu momentum politik bernama Pilkada, mereka memiliki kekuatan di tangan untuk menentukan siapa yang lebih layak memimpin mereka dan menyingkirkan yang lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun