Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Catatan Kecil Untuk Anies Baswedan

3 Juni 2014   05:24 Diperbarui: 15 Februari 2022   22:14 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Kompas.com

Tentang netralitas, sebagaimana yang begitu sering menjadi sorotan, saya setuju dengan Bung Anies Baswedan, bahwa sudah sebaiknya orang-orang yang baik dan pintar (negarawan, akademisi, praktisi/professional, ilmuwan, dll) mulai bersikap dengan menentukan arah pilihan, dengan berpihak, atas dasar pertimbangan-pertimbangan yang berorientasi pada kebaikan bangsa ini untuk kedepan.

Saya juga setuju bahwa bangsa Indonesia tercinta ini sangat butuh keberpihakan dari orang-orang tersebut di saat proses demokratisasi yang berawal dari ceceran darah anak bangsa ini telah mulai tumbuh dan berkembang, saat bangsa ini ingin menggeliat dan memulai kebangkitannya dengan meninggalkan keterpurukan dan kebobrokan jauh dibelakang.

Kita butuh orang-orang baik dan pintar yang mau ikut serta menjadi counter atau penyeimbang bagi hasrat politik banyak pihak yang rela melakukan apapun, tidak perduli jika harus merendahkan moralnya, intelektualitasnya, dan hati nuraninya, demi sebuah kekuasaan, demi harta kekayaan.

Pilihan Anies untuk mendukung pasangan Jokowi-JK tentu layak dihargai dan diapresiasi sebagai keputusan yang diambil dengan pertimbangan matang bahwa keduanya adalah putra terbaik, menurut penilaian seorang Anies, untuk menjawab permasalahan-permasalahan bangsa ini dalam 5 tahun ke depan.

Namun satu hal yang menjadi catatan saya adalah terkait alasan-alasan yang diungkapkan Bung Anies saat mengambil keputusan untuk mendukung Jokowi-JK. Sebenarnya, adalah hak Anies Baswedan untuk menentukan pilihan kepada siapapun, apapun alasannya. Namun mempertimbangkan bahwa seorang Anies adalah juga seorang public figur, akademisi, dan seorang tokoh nasional (sebagai mantan peserta konfensi partai demokrat yang artinya juga menyatakan kesediaan sebagai capres walaupun tidak terpilih), maka saya pandang perlu untuk mengulas beberapa pernyataannya.

Berikut pernyataan-pernyataan yang disampaikan dalam beberapa kesempatan, misalnya saat menjadi narasumber acara Mata Najwa, wawancara Metro TV, dan kutipan dari media cetak seperti Kompas.com, yang saya rangkum sebagai berikut:

Jokowi dan JK selama bertahun-tahun yang dikerjakan untuk masyarakat, Jokowi ngurusin Solo dan Jakarta sementara JK ngurusin PMI. Mereka berdua tidak menghabiskan 5 tahun belakangan ini untuk berkampanye setiap hari untuk bisa menjadi presiden. Disisi lain, ada orang yang telah menghabiskan uang ngga tahu berapa jumlahnya, selama bertahun-tahun beriklan, seakan-akan hidup itu hanya untuk jadi Presiden.

Ada dua poin mendasar dari pernyataan tersebut diatas yang saya pikir sudah selayaknya dikaji lebih mendalam:

Terminologi “bekerja untuk masyarakat”, sebuah dikotomi profesi?

Jokowi ngurusin Solo dan Jakarta sementara JK ngurusin PMI. Sementara Prabowo? Dia adalah ketua umum Gerindra, artinya secara sadar selama bertahun-tahun belakangan Prabowo telah mengambil keputusan untuk masuk (berprofesi) di jalur politik sebagai ketua umum partai.

Lantas, apakah jalur politik sebagai profesi yang diambil oleh Prabowo bisa dikatakan (profesi) itu tidak bekerja untuk rakyat? Bagaimana dengan Megawati, Surya Paloh, Aburizal Bakrie, Wiranto, yang kesemuanya ada dalam kapasitas yang sama sebagai ketua umum partai? Bukankah pada pemilu 2009 lalu Megawati juga mencalonkan diri sebagai presiden dalam kapasitasnya sebagai ketua umum partai?

Bahwasannya pada pemilu kali ini kontestasi pilpres sudah mengerucut pada 2 nama, Prabowo dan Jokowi, rasanya tidak bisa disimpulkan bahwa ketua-ketua partai lainnya tidak melaksanakan “cita-cita” menjadi presiden karena pertimbangan profesi mereka sebagai politisi dan jabatan yang diemban.

Begitu juga dengan aspek moral terkait dengan ketulusan atau itikat baik untuk membangun negara ini. Bukankah indikator untuk mengukur kedua hal tersebut tidak bisa dari profesi apa yang mereka jalani sebelumnya? Bukankah tidak ada yang mempertanyakan profesi Bung Anies sebelum mengikuti konvensi PD , apakah “bekerja untuk rakyat” atau tidak?

Apa masalahnya pengeluaran dana kampanye dalam politik? Apa juga masalahnya jika seseorang  memiliki “ambisi”?

Sebagaimana yang kita tahu, sudah menjadi tugas partai politik untuk me-maintain konstituen mereka sekaligus mengembangkan jaringan konstituen baru, sebisa mungkin yang loyal dan militan sekaligus mengakar di tengah masyarakat. Untuk itu parpol membutuhkan syarat-syarat ideologis dan garis besar program partai sebagai “jualan” mereka kepada masyarakat.

Selanjutnya, semua partai sudah seharusnya menggerakkan mesin partai mereka untuk secara sistematis melakukan sosialisasi dan berkampanye untuk mengkomunikasikannya ke tengah masyarakat. Itu semua pada akhirnya pasti terkait dengan biaya (cost) politik.

Partai-partai yang sudah mapan melakukan itu, contohnya saat ini ARB dari partai Golkar, dan Megawati dari PDIP. Mereka juga beriklan secara sistematis untuk meningkatkan nilai jual (meningkatkan elektabilitas) partai dan figur-nya sekaligus. Apalagi untuk partai yang masih muda seperti Gerindra, Hanura, atau Nasdem, rasanya partai-partai ini pasti mengeluarkan dana iklan yang cukup besar.

Saya tidak melihat bagian mana yang janggal dari fenomena ini sebagaimana dimaksudkan Bung Anies. Apakah karena Prabowo mengeluarkan uang jauh lebih besar dibandingkan yang lain? Namun Anies tegas menyatakan bahwa dia juga tidak tahu berapa nilai nominalnya.

Ataukah karena pengeluaran dana kampanye Prabowo dan Gerindra-nya yang diimajinasikan Anies sebagai “lebih besar dibanding yang lain” ini menggambarkan sebuah “ambisi” untuk memperoleh kekuasaan politik? Lha, terus pertanyaan selanjutnya, apa masalahnya dengan ambisi? Apakah selamanya ambisi itu berkonotasi negatif?

Terus, siapa sebenarnya yang tidak punya ambisi? Jokowi yang didukung Bung Anies baru 2 tahun menjadi gubernur sudah mencalonkan diri menjadi capres, bukankah hal itu bisa juga diterjemahkan sebagai “ambisi”?

***

Sekali lagi, menurut saya Bung Anies Baswedan berhak untuk berpihak kepada siapapun, apapun alasannya, termasuk jika alasan yang digunakan tersebut merupakan kampanye negatif bagi kandidat lain.

Saya juga tidak sedang menggugat “kadar” intelektualitas Bung Anies yang sebelumnya telah menunjukkan kapasitas besar sebagai calon pimpinan masa depan lewat gerakan turun tangan-nya dan Indonesia mengajar-nya.

Namun satu hal yang menjadi catatan saya tentang seorang Anies Baswedan adalah banyak juga pernyataan-pernyataan yang “tidak penting” yang tidak perlu didengarkan dari seorang “tokoh” dengan kapasitas seperti ini.




Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun