Mohon tunggu...
Hendri Muhammad
Hendri Muhammad Mohon Tunggu... Wiraswasta - Welcome Green !! Email: Hendri.jb74@gmail.com

... biarlah hanya antara aku dan kau, dan puisi sekedar anjing peliharaan kita

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Kisah Bill de Blasio Jelang Pelantikan Anies-Sandi

13 Oktober 2017   04:13 Diperbarui: 24 Januari 2018   14:46 3811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ini harus menjadi kota untuk semua orang. Dan itulah mengapa kami menolak pemindahan warga di lingkungan yang berubah dengan cepat. Itu juga sebabnya kami membenamkan sekop ke tanah untuk membangun apartemen-apartemen generasi baru yang benar-benar terjangkau oleh masyarakat."

Kata-kata tersebut diucapkan oleh Bill de Blasio, Walikota New Yok, di awal tahun 2016 lalu saat mengumumkan bahwa pemerintah kota New York dalam 2 tahun terakhir telah membiayai 40.204 apartemen murah (hunian terjangkau -- affordable housing) yang memberikan perumahan yang cukup terjangkau bagi lebih dari 100.000 warga New York.

Angka-angka yang merupakan rekor di AS tersebut merupakan kemajuan besar dalam upaya-upaya untuk mengatasi krisis perumahan di kota New York.

Sebelumnya, lebih dari setengah dari seluruh rumah tangga telah membayar lebih banyak uang daripada yang mampu mereka hasilkan, dan harga sewa terus meningkat lebih cepat daripada upah, sehingga Kota New York saat itu dihadapkan dengan salah satu krisis perumahan paling ekstrem di AS.  

Pada bulan Mei 2014, Pemerintahan de Blasio mengumumkan rencana senilai $ 41 miliar, yang disebut sebagai "yang paling ambisius" di AS, untuk membangun atau mempertahankan 200.000 unit perumahan yang terjangkau selama 10 tahun ke depan.

Khusus untuk periode 2015, pemerintah kota New York telah membiayai 21.041 hunian terjangkau, dimana lebih dari sepertiga adalah bangunan baru, dan dua pertiga untuk bangunan yang sudah ada. 

Pemerintah menginvestasikan $ 600 juta untuk hunian-hunian tersebut dan memanfaatkan lebih dari $ 1,3 miliar obligasi yang dikeluarkan oleh Housing Development Corporation, termasuk didalamnya obligasi Sustainable Neighborhood yang merupakan obligasi investasi sosial pertama yang digunakan untuk perumahan murah di Amerika Serikat.

Menariknya, alokasi pembiayaan yang dikucurkan ini memiliki arti lebih besar bagi sebagian warga untuk masa depan yang lebih cerah, karena pembiayaan ini ikut dinikmati oleh para veteran, keluarga pekerja, bahkan warga yang berpenghasilan sangat rendah (extremely-low income), dimana mereka adalah pihak yang selama ini paling terpukul oleh peningkatan harga sewa.

Bagi pemerintah New York, program hunian terjangkau lebih dari sekedar angka-angka, ini tentang masyarakat yang mereka layani, lingkungan yang akan mereka perkuat, dan masa depan yang akan mereka bentuk di sebuah Kota yang mereka cintai.

Tidak jauh berbeda dengan masalah hunian terjangkau yang dihadapi oleh Kota New York, masalah serupa juga terjadi di sebagian besar kota-kota lain di dunia, termasuk Jakarta.

Tantangan yang dihadapi Bill de Blasio di Kota New York pada awal pemerintahannya mirip dengan apa yang di hadapi Anies-Sandi yang dalam beberapa hari kedepan akan resmi dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta.

Ada spirit yang sama, apapun namanya, yang bisa ditangkap dari salah satu program andalan Anies-Sandi pada masa kampanye lalu, yaitu penyediaan hunian murah yang terjangkau bagi sebagian besar masyarakat, untuk menyelesaikan persoalan yang sudah menjadi "big issue" di kota-kota lain di dunia.

Bagi mereka, masyarakat kota seolah-olah akan mendapatkan privilage khusus berupa kemudahan dan akses yang sebesar-besarnya untuk memiliki hunian yang layak untuk mereka tinggali, bagi sebanyak mungkin orang, baik yang bekerja di sektor formal maupun non formal, bahkan kalau perlu hingga masyarakat berpenghasilan rendah yang selama ini banyak mengisi jalan-jalan kota untuk berdagang kaki-lima.

Namun, berbeda dengan program de Blasio yang disebut "sangat ambisius", saya agak kurang setuju jika ungkapan  yang sama digunakan dalam merepresentasikan program  Anies-Sandi dalam merealisasikan rencana penyediaan hunian terjangkau dengan DP 0 rupiah yang telah mereka canangkan.

Menurut saya, persoalan down-payment (DP) tidak bisa dijadikan indikator ke-ambisius-an karena konteks DP dalam program tersebut lebih ditujukan pada aspek kemudahan atau keterjangkauan, hingga program ini memungkinkan untuk bisa dinikmati oleh lebih banyak orang, dari berbagai kalangan dan latar belakang.

Yang lebih menarik untuk dibahas justru ada pada indikator-indikator yang merepresentasikan "ambisi" Anies-Sandi tentang hunian terjangkau mereka, yang belum terungkap secara utuh pada saat kampanye lalu.

Berdasarkan data yang saya dapatkan dari official website Anies-Sandi, DKI Jakarta saat ini kekurangan sekitar 300.000 unit hunian (tepatnya 302.319 unit), yang dihitung berdasarkan jumlah properti yang ada dibandingkan dengan jumlah keluarga.

Apa yang belum terjawab pada saat kampanye lalu adalah berapa banyak unit hunian yang akan dibangun pemerintahan Anies-Sandi selama 5 tahun masa jabatan mereka, apakah keseluruhan 300.000 unit? 

Berapa target unit-unit hunian yang akan di supply per-tahunnya? Terus, siapa yang akan membangun hunian tersebut, apakah pemerintah, swasta, ataukah kombinasi keduanya ala Presiden Jokowi?

Sekedar untuk memberikan gambaran yang utuh tentang apa yang akan di hadapi oleh pemerintahan Anies-Sandi, saya akan membedah angka-angka yang terkait dengan supply hunian sebanyak 300 ribu unit di Jakarta.

Ada 2 hal penting yang menjadi pertimbangan saya dalam penyediaan unit-unit hunian, yaitu terkait dengan tanah/lahan dan pembiayaannya. Tanpa kedua hal tersebut, pembicaraan tentang hunian murah sepertinya akan menjadi sia-sia belaka.

Pertama, terkait dengan lahan. Jika asumsi rata-rata untuk 1 bangunan towerrusun terdiri dari 500 unit hunian, maka total jumlah tower apartemen/rusun yang akan dibangun untuk menutupi kebutuhan adalah 600 unit. 

Jumlah bangunan sebanyak ini, estimasi saya, akan membutuhkan lahan pembangunan paling kecil 300 hektar (3 juta m2). Jika seluruh kebutuhan lahan ini harus "dibeli", anggap saja dengan harga rata-rata Rp 10 juta per m2, maka dana yang dibutuhkan untuk pembebasan lahan mencapai Rp 30 trilyun

Kedua, terkait dengan pembiayaan. Jika asumsi rata-rata luas lantai untuk 1 unit hunian adalah 30 m2, lalu dijual dengan harga subsidi senilai Rp 9 juta per m2, maka harga jual rata-rata untuk 1 unit hunian adalah Rp 270 juta. 

Jika diasumsikan (untuk memudahkan perhitungan) bahwa keseluruhan konsumen akan memanfaatkan program DP 0 rupiah dengan harga jual flat, maka kebutuhan dana untuk pembiayaan adalah sebesar Rp 81 trilyun, lebih besar dari APBD DKI Jakarta tahun 2017 yang sebesar Rp 70.1 trilyun

Saya tidak hendak menyuguhkan gambaran bahwa angka-angka tersebut di atas adalah mustahil untuk dicapai, sama sekali tidak, terutama terkait dengan ketersediaan lahan di Jakarta sebagaimana yang dikhawatirkan banyak pihak.

Sederhananya begini, untuk penyediaan lahan dari tidak ada menjadi ada saja dimungkinkan, jauh lebih luas sebanyak 2.700 hektar di area reklamasi teluk Jakarta, apalagi yang "hanya" menyediakan 300-500 hektar saja, tentunya ini masih berada di dalam jangkuan.

Satu hal yang lebih penting yang menjadi perhatian saya adalah tentang target-target yang hendak di capai oleh pemerintahan Anies-Sandi dan bagaiamana cara mereka mencapainya. 

Saya tentu berharap Anies-Sandi mematok target yang tinggi, yaitu benar-benar semaksimal yang mungkin dicapai untuk menutupi kekurangan supply hunian terjangkau di Jakarta dalam 5 tahun periode jabatan mereka.

Cara-cara untuk mewujudkan hal tersebut bisa jadi dengan menyusun action plan secara menyeluruh melibatkan semua suku dinas terkait, lengkap dengan inovasi-inovasi baru yang berbeda dengan apa yang biasa dilakukan orang sebelumnya.

Atau, bisa juga menggunakan gaya Bill de Blasio di New York, dimana ia tetap manggunakan blueprint pengembangan hunian terjangkau dari walikota-walikota sebelumnya, hanya melakukan improvement sana-sini hingga memungkinkannya memberikan sesuatu yang serba "lebih", yaitu lebih banyak lahan yang dialokasikan, lebih banyak unit-unit hunian yang dibangun, melibatkan pembiayaan yang lebih besar, serta lebih-lebih lainnya, sehingga beberapa pihak di New York lalu menyebut de Blasio sebagai sosok pemimpin yang "progressive".

Menarik untuk ditunggu, dan kepada cagub/cawagub Jakarta terpilih, Anies-Sandi, selamat menjalani hari-hari yang penuh perenungan hingga tanggal 16 Oktober nanti.

Sumber: 1, 2, 3, dan 4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun