Mohon tunggu...
Hendra Fokker
Hendra Fokker Mohon Tunggu... Pegiat Sosial

Buruh Kognitif yang suka jalan-jalan sambil mendongeng tentang sejarah dan budaya untuk anak-anak di jalanan dan pedalaman. Itu Saja.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Deep Learning vis a vis Krisis Literasi dan Numerasi

6 Februari 2025   00:05 Diperbarui: 5 Februari 2025   23:45 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berliterasi sedari dini asah nalar kritis (sumber: dokpri)

Jika tujuan deep learning adalah pemahaman mendalam hingga penerapan di kehidupan nyata, maka semua proses akan berangkat dari nalar berpikir kritis manusia. Dimana nalar berpikir dapat diperoleh melalui berbagai aktivitas literasi maupun numerasi. Menurut Nancy A. Stanlick (2015), Socrates bahkan memberi gambaran atas nalar kritis dengan paradigma bertanya secara mendalam.

Semua analisis kritis tentu berangkat dari adanya landasan teoritis. Khususnya dalam upaya memahami realitas secara aktual. Bukan sekedar memberi pertanyaan tanpa arah dan tujuan. Melainkan lebih kepada kontekstualisasi antara apa yang diketahuinya dan apa yang hendak dipahaminya.

Krisis Literasi dan Numerasi

Masalah utama yang dihadapi generasi bangsa saat ini tak lain adalah pembiasaan diri dalam mengeksplorasi ilmu. Pelibatan diri secara sadar dalam berbagai ruang edukatif dan pembelajaran seharusnya sudah menjadi hak manusia. Walau hal itu harus melalui pendekatan pemahaman karakter. Namun, habit yang tampak justru budaya malas membaca dan mencari tahu (eksplorasi).

Skor PISA Indonesia per tahun 2022 masih terbilang rendah, dan berada dibawah 5 besar negara-negara Asean. Dimana nilai terendah ada pada aspek literasi dan matematika. Inilah fakta yang tak terbantahkan, walau melalui pendekatan katalisator pembelajaran adaptif.

Nilai rendah dalam berliterasi dan numerasi ini tentunya telah memberi abstraksi bagi masa depan generasi muda saat ini. Sebutlah era pasca covid, dengan alih metode pembelajaran ke ruang digital. Namun justru lose control dalam aspek pengawasan dan tujuan.

Termasuk efek domino yang semakin liar tanpa adanya determinasi sosial. Sikap individualistik justru tampak mengemuka dengan ruang virtual sebagai mekanisme sosial yang unrealistik. Dimana kesalahan terbesarnya ada pada kebijakan artificial intelligence (AI) yang dianggap sebagai penunjang pembelajaran digital.

Wajar jika ruang baca tidak lagi jadi prioritas dalam mengasah nalar kritis. Kebutuhan bertanya seperti yang dimaksud oleh Socrates, antar sesama manusia, alam dan ilmu pengetahuan. Melainkan sekedar pemenuhan pemahaman secara ringkas dan singkat. Hal inilah yang kiranya dapat membunuh unsur rasa dan perasaan.

Pemenuhan Hak Literasi dan Numerasi

Dalam ulasan ini kiranya perlu disampaikan, bahwa optimalisasi ruang baca yang ramah dan nyaman sudah seharusnya kembali digerakkan. Khususnya dalam lembaga-lembaga pendidikan ataupun pada ruang publik. Dengan memberi akses terbuka bagi siapapun yang hendak berkontemplasi dengan beragam ilmu pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun