Namanya mungkin hanya selintas saja diberitakan dalam buku-buku sejarah Indonesia. Walau peran dan semangat juangnya mampu menggerakan seluruh pejuang di Jawa Tengah untuk bergerak memberi balasan kepada Sekutu. Ya, kala itu memang tentara Sekutu tengah datang ke Ambarawa, dengan tujuan mengurus tawanan. Dengan fakta, mereka diboncengi tentara NICA Belanda, untuk kembali menjajah Indonesia.
Melihat hal ini, tentu saja para pejuang di Ambarawa sangat menentang kedatangan Sekutu bersama NICA. Hingga dalam sebuah insiden pertempuran, Letkol Isdiman  sebagai pemimpin, mendapatkan gempuran yang hebat karena faktor persenjataan yang kalah lengkap. Beliau gugur ketika menghadapi serangan dari pesawat pemburu Belanda berjenis P-51 Mustang (Cocor Merah).
Letkol Isdiman, lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913, memiliki nama lengkap Isdiman Suryokusumo. Sejak kecil, Isdiman sudah menetap di Cianjur bersama keluarganya, dan ketika remaja, beliau pindah ke Bojonegoro untuk melanjutkan sekolah tingkat atas. Dari Bojonegoro, cikal bakal petempur sejati lahir dari dalam dirinya. Terlebih ketika beliau menjabat sebagai Komandan Resimen Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di Banyumas.
Ketika informasi kedatangan Sekutu ke Ambarawa di dengarnya, beliau bersama seluruh pejuang di Banyumas segera menuju ke Ambarawa untuk melakukan penghadangan. Ambarawa merupakan kota penting yang berada di tengah Jawa Tengah. Lokasinya yang strategis, dianggap Sekutu dapat menguntungkan dalam menghadapi pertempuran dengan pasukan Republik.
Beberapa desa yang telah dibombardir di sekitar Ambarawa, menjadi saksi bisu kekejaman Belanda. Para penduduk yang tidak mengetahui adanya serangan, banyak yang menjadi korban. Khususnya ketika pesawat-pesawat Belanda, menembaki area pasar rakyat. Jatuhnya banyak korban dari masyarakat inilah yang membuat Letkol Isdiman lantas melakukan serangan balasan.
Berbekal senjata ala kadarnya, bersama pasukannya, beliau menembaki posisi terbang pesawat pemburu tersebut. Arisaka, hingga bren gun, menjadi andalan yang ternyata tidak sanggup meladeni serangan mitraliur pesawat berkaliber 12, 7 mm browning. Belum lagi roket dan bom yang berjatuhan.
Nah, ditengah kepanikan masyarakat yang tengah mencari keselamatan tersebutlah, Letkol Isdiman seraya melindungi penduduk terkena tembakan telak dari pesawat tempur, hingga tubuhnya terpental beberapa meter dari lokasinya berdiri. Beliau gugur ketika hendak dibawa ke Magelang untuk diobati, dihadapan para pasukan yang tengah berjuang menghalau serangan musuh.
Mengetahui berita ini, seketika Jenderal Soedirman marah. Hal ini karena Letkol Isdiman memiliki kedekatan emosional dengan Jenderal Soedirman sejak di Banyumas. Oleh karena peristiwa inilah, kelak pertempuran paling heorik terjadi di Ambarawa. Dimana akhirnya para pejuang berhasil mengusir Sekutu bersama NICA dari Ambarawa, hingga mundur ke Semarang.
Tetapi, fakta dan data mengenai sosok Letkol Isdiman hingga kini masih terbatas dalam ulasan ringkas beberapa literasi. Sekiranya fakta ini dapat dijadikan rujukan bagi para peneliti sejarah Indonesia, agar dapat diteliti lebih jauh mengenai sosok beliau. Baik latar belakang, hingga kiprahnya dalam panggung perjuangan bangsa Indonesia.
Atas jasa dan perjuangannya, Letkol Isdiman, kemudian diangkat sebagai Kolonel dengan kenaikan pangkat secara anumerta. Semoga bermanfaat.