Masyarakat Ambarawa mengenalnya dengan Benteng Pendam, atau dalam literasi sejarah dikenal dengan nama Fort Willem I. Sebuah benteng buatan pemerintah kolonial Belanda, tatkala usai menghadapi Perang Diponegoro pada tahun 1830. Tujuannya tidak lain adalah untuk memantau area Ambarawa, yang menjadi lokasi persinggahan antara wilayah utara dengan selatan Jawa Tengah.
Nama Benteng Pendam sendiri berawal dari sebagian bangunan benteng yang telah terpendam dibawah permukaan tanah. Naiknya kontur tanah sekitar bentenglah yang menjadi penyebabnya. Letaknyapun tidak jauh dari Stasiun Ambarawa dan jalan utama antara Semarang menuju Surakarta dan Jogjakarta.
Dimana kita ketahui, pada bulan November 1945, dikala masa mempertahankan kemerdekaan, di wilayah ini terjadi pertempuran sengit antara pasukan pejuang dengan tentara Sekutu. Sejarah mengenalnya dengan Palagan Ambarawa, dimana salah satu target serangan para pejuang adalah Benteng Pendam, yang kala itu dipergunakan oleh Belanda sebagai tangsi militernya.
Pertempuran sengit tentu tidak dapat terelakkan, ketika pasukan Sekutu justru mempersenjatai tentara Belanda yang dibebaskan dari tahanan Republik. Dalam sebuah pertempuran awal, Letkol Isdiman bersama pasukannya yang mencoba membebaskan dua desa dari cengkeraman Sekutu, justru dipukul mundur. Hingga membuat Letkol Isdiman gugur dalam pertempuran tersebut.
Mengetahui hal ini, Kolonel Soedirman (kelak Panglima Besar), segera mengatur siasat untuk memberikan pukulan balik kepada pasukan Sekutu di Ambarawa. Khususnya kepada pasukan Sekutu yang bertahan di Benteng Pendam beserta gudang logistik dan amunisinya.
Benteng Pendam dikepung oleh para pejuang dari berbagai lokasi. Pada tanggal 11 Desember 1945, Ambarawa seketika menjadi lautan pertempuran antara pasukan Republik berhadapan dengan Sekutu (termasuk Belanda). Strategi pengepungan yang terkenal dengan nama supit urang ini akhirnya membuahkan hasil 4 hari kemudian. Pasukan Sekutu lari kocar kacir menuju Semarang.
Benteng Pendam seketika menjadi ladang harta karun persenjataan dan amunisi yang tertinggal untuk para pejuang. Semua yang didapatnya ini kelak dipergunakan untuk kepentingan pertempuran lainnya di berbagai front. Maka, bila kita mengunjungi lokasi benteng saat ini, akan kita temukan satu sudut area bekas gudang senjata yang dipergunakan pada masa lalu. Selain dari barak-barak militer tempat para pasukan beristirahat di dalam benteng.
Kondisi benteng saat ini tidaklah jauh dari kondisi di masa perang mempertahankan kemerdekaan. Walau banyak lokasi yang telah rapuh termakan usia. Terlebih kurangnya peremajaan dan perawatan oleh pengelola atau dinas terkait, dalam mendapatkan atensi publik mengenai pentingnya belajar sejarah secara faktual.
Orientasi edukasi bagi para pengunjung sudah sepatutnya dioptimalisasi, guna memberi informasi yang dapat menambah wawasan kebangsaan melalui objek sejarah Benteng Pendam ini. Sekilas dapat kita ketahui, antara Pertempuran Ambarawa dan Benteng Pendam ini ada "benang merah" sejarah yang tidak dapat dipisahkan.