Blambangan adalah sebuah Kerajaan bercorak Hindu yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Tawang Alun pada tahun 1645. Pada masa awal kedatangan VOC Belanda di Blambangan, konflik-konflik mulai terjadi dengan para pemuka kerajaan.
Konflik inilah yang kelak menimbulkan perang besar antara pasukan Blambangan yang dipimpin oleh Wong Agung Wilis dan Mas Rempeg melawan VOC pada tahun 1767.
Tujuan utama VOC berkeinginan menguasai Blambangan tidak lain karena sumber daya alamnya yang melimpah. Monopoli perdagangan di Selat Bali sudah tentu menjadi agenda tetapnya sebagai kongsi dagang berbasis militer penganut kolonialisme.
Ikatan kuat antar Kerajaan Blambangan dengan Bali, mengendurkan agenda VOC untuk menaklukkan secara frontal. Dalam hal ini, siasat pengakuan kedaulatan VOC terhadap Kerajaan-Kerajaan Jawa membuat Blambangan mengikuti kehendak merubah struktur pemerintahannya.
Sebutlah Wong Agung Wilis, ia diangkat oleh VOC menjadi Raja Blambangan dengan maksud dapat dikontrol kebijakannya. Tapi tunggu dulu, Wong Agung Wilis justru memiliki siasat sebaliknya. Tatkala ia melihat keunggulan VOC dalam persenjataan, maka diaturlah siasat yang kelak mengakibatkan Perang Wilis.
Dari Perang Wilis Hingga Puputan Bayu
Wong Agung Wilis mengobarkan Perang Wilis pada Agustus 1767 untuk melawan kolonisasi VOC di Blambangan. Ia membagi pasukannya menjadi dua kelompok yang berbeda. Satu kekuatan diserahkan kepada Mas Rempeg (Pangeran Jagapati) sebagai kekuatan pendukungnya.
Tahun 1768 Wong Agung Wilis berhasil ditangkap dan diasingkan ke Ambon. Dengan begitu Perang Wilis sebagai wujud perlawanan rakyat Blambangan dapat dikatakan berakhir. Walau dalam perjalanan pengasingannya, ia berhasil melarikan diri dan bergabung dengan Kerajaan Bali.
Tetapi Jagapati berhasil mengundurkan diri untuk kelak kembali menggelorakan Perang Bayu. Sebuah perang Puputan yang membuat VOC mengalami kerugian besar.
Perang Bayu yang berkobar hingga dua kali dan melibatkan seluruh rakyat Blambangan ini dianggap sebagai salah satu Perang Puputan yang memakan banyak korban. Terhitung hingga 60.000 jiwa gugur dalam pertempuran ini di kedua belah pihak.
Semangat perlawanan Wong Agung Wilis yang diteruskan oleh Jagapati, ternyata memikat Ratu Perang Gunung Raung untuk ikut terlibat. Sayu Wiwit namanya, yang memimpin ribuan rakyat Gunung Raung untuk turut serta terlibat membela Jagapati melawan VOC.
Julukan Ratu Perang disematkan kepadanya karena setiap kali bertempur, ia selalu dalam kondisi kerasukan. Hal ini yang kemudian membuat dirinya populer dikalangan rakyat Blambangan. Karena tingkat kesaktiannya yang tinggi, konon senjata apapun tidak dapat melukainya.
Ratu Perang Gunung Raung Turun Gunung
Sejak awal meletusnya Perang Bayu, Sayu Wiwit telah menghimpun pasukannya di Gunung Raung. Dukungan rakyat terhadap perjuangannya dibuktikan dengan bergabungnya ribuan pasukan rakyat untuk turut dalam komandonya.
Mereka bergabung dalam satu tujuan yang sama, yakni mengusir penjajah dari tanah Blambangan. Bersama dengan pasukannya, ia berhasil membebaskan Puger, Jember, dan Sentong dari VOC.
Pasukan Sayu Wiwit terus menerus menggempur posisi VOC hingga ke Nusa Barong. Dijelaskan dalam Babad Tawang Alun, ia dipercaya oleh Jagapati untuk memimpin pasukan Gunung Raung karena prestasi dan keahliannya dalam berperang. Bersama Patih Jagalara, mereka terus memburu kaum penjajah.
Pada suatu pertempuran di Bayu, mereka pernah mengamuk-amuk tak tentu arah dalam menghadapi serangan tentara VOC. Semua perempuan, baik muda dan tua, mengikuti arahan Sayu Wiwit untuk bangkit melawan penjajahan.
Amuk-amuk orang Blambangan Timur pun tak kalah mengerikannya, seperti catatan de Jong dalam de Opkomst Nederlandsch Gezag Jilid XI. Perstiwa ini menyebabkan Blambangan rusak parah, tercatat dari seratus ribu penduduknya, hanya meninggalkan dua puluh persennya saja ketika perang berakhir.
Tentu hal itu dianggap sebagai perang Puputan terbesar yang pernah dihadapi oleh VOC ketika menaklukkan daerah-daerah di Indonesia. Sang Ratu Gunung Raung yang terlibat hingga akhir Perang Bayu, telah mendapatkan supremasinya karena kedidjayaan dan kesaktiannya.
Hingga pada tahun 1773, para pejuang Blambangan yang tengah menggempur pasukan VOC di Nusa Barong kewalahan menghadapi pasukan gabungan VOC yang didatangkan dari berbagai wilayah lainnya. Fokus mereka adalah menangkap Jagalara dan Sayu Wiwit, hidup atau mati.
Tentu sudah dapat diterka, Jagalara dan Sayu Wiwit melancarkan Perang Puputan ketika terhimpit di daerah Puger. Mereka bersama pasukan Blambangan yang tersisa akhirnya gugur dalam tugasnya menentang upaya kolonialisme di ujung Jawa Timur.
Berbagai tokoh yang terlibat dalam Perang Puputan Bayu di Banyuwangi hendaknya mampu menambah referensi kita guna melengkapi wawasan kesejarahan Indonesia. Demi upaya kemerdekaan bangsanya, Sayu Wiwit adalah perempuan perkasa yang telah membuktikan ketangguhannya di medan laga.
Semoga apa yang telah diperjuangkan oleh Sayu Wiwit Sang Ratu Perang Gunung Raung dapat menginspirasi kita semua para generasi milenial. Kisah-kisah sejarah perjuangan bangsa jangan sampai hilang seiring perkembangan teknologi dan modernisasi saat ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI