Mohon tunggu...
HENDRA BUDIMAN
HENDRA BUDIMAN Mohon Tunggu... Freelancer - Swasta

Setiap tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Politik

KPU Menabrak Undang-Undang

7 April 2018   18:44 Diperbarui: 7 April 2018   19:06 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tetapi pertanyaannya kemudian, apakah norma larang tersebut dapat dituangkan dalam undang-undang sebagaimana saran  Prof. Mahfud MD ? Hal ini pun  tidak boleh. Karena pelaksana undang-undang akan bertindak sebagai hakim yang berwenang mencabut hak politik (dipilih) caleg mantan napi. Bila undang-undang saja tidak diperkenankan, apalagi peraturan setingkat PKPU.

Karena pada prinsipnya, pencabutan hak politik adalah wewenang mutlak dari Pengadilan. Dalam konteks tindak pidana telah diatur dalam Pasal 10 huruf b, Pasal 35 ayat (1) dan  Pasal 38 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikatagorikan sebagai "pidana tambahan".  Jucto Pasal  18 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Hal inipun berlaku dengan dua ketentuan : (1) diarahkan pada terpidana dan (2) berbatas waktu. Sementara draft PKPU diarahkan pada (1) mantan narapidana dan (2) tidak berbatas waktu. Dalam kaitan ini, KPU ingin bertindak melebihi kewenangan pengadilan.

Sesungguhnya ketentuan Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu yang telah memuat frasa "... kecuali secara terbuka dan  jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana", adalah pelaksanaan dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XIII/2015 dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUUVII/2009. 

 Meskipun obyek undang-undang yang diuji (saat itu) berbeda yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor No. 10 Tahun 2008, tetapi norma (muatan materi yang diuji sama) yang berbunyi, "Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)  tahun atau lebih". 

Sehingga pertimbangan Mahkamah Konstitusi atas dua putusan di atas mutantis mutandis atas norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu. Dengan putusan conditionally unconstitutional diantaranya, berlaku terbatas jangka waktunya dan dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.

Dengan demikian Pasal 8 huruf j rancangan PKPU dalam prespektif ius constituendum bertentangan secara konstitusional maupun dengan undang-undang di atasnya. Baik secara formil maupun materiil.

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun