Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Salam Tempel Lebaran yang Dinanti

14 Mei 2021   16:00 Diperbarui: 14 Mei 2021   15:59 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kumparan.com

"Lebaran sebentar lagi... Lebaran dapat amplopan lagi..." 

Haha.... anak kecil mah senang-senang saja. Apalagi yang sudah dewasa. Siapa juga yang tak mau mendapat rejeki?

Saya lupa waktu pastinya, tapi jelas barangkali semasa SD. Salam tempel, amplopan, THR, dan entah terserah apa saja namanya. Jelasnya ada pembagian rezeki berupa uang kepada anggota keluarga atau famili dari seseorang yang dituakan kepada yang lebih muda. Mirip dengan budaya pemberian angpao kalau ada Imlek.

Kalau yang memberikan hanya satu-dua orang, mungkin nilainya tak besar-besar amat. Tetapi kalau yang memberi banyak, kalau dihitung-hitung total jumlahnya, ya lumayan juga....

***

Salam tempel barangkali awalnya dilakukan pada anggota keluarga sendiri.  Tapi kemudian ada juga yang memberikannya kepada orang lain. Kepada tetangga yang datang berkunjung. Tapi sekali lagi, biasanya kepada anak-anak. Kalau dia sudah besar atau dewasa, amat jarang itu terjadi. Tapi tetap ada sih orang yang melakukan itu.

Pemberian salam tempel seperti ini, menurut saya kok bukan semata-mata karena faktor agama. Khususnya berkenaan dengan adanya lebaran alias Idul Fitri.  Tapi barangkali bisa disebut sebagai "tradisi lokal".

Jadi biarpun saya yang tak ikut merayakan lebaran, misalnya, waktu kecil juga pernah mendapatkan cipratan rezeki dari keluarga yang berbahagia merayakan hari kemenangan itu. Berapa jumlahnya, apakah sama dengan mereka yang ikut puasa sebagai 'iming-iming' supaya tak bolong, saya tak ingat lagi.

***

Demikian pun halnya ketika lebaran di kampung sendiri, bersama kawan-kawan main sebaya kala itu. Saat lebaran tiba, beramai-ramai berkunjung, keliling ke rumah warga. Beberapa warga di antaranya juga ada yang memberikan salam tempel.

Tidak ada perbedaan dan pembedaan, "Oh, ini yang sama-sama lebaran, yang ini tidak." Sepertinya tak ada kamus seperti demikian. Semua diperlakukan sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun