Di sekitar Wonosari, Semanu dan Karangmojo, tiga kecamatan yang dilalui peserta blogtrip JNE dalam perjalanan ke Gua Pindul, saya banyak melihat tanaman Jati (Tectona grandis) di lahan penduduk. Melihat tanaman Jati di wilayah pegunungan Kapur seperti di Gunung Kidul bukan hal aneh, karena tanah berkapur merupakan tanah yang paling cocok untuk tumbuhnya pohon Jati yang menghasilkan kayu berkualitas tinggi.
[caption id="attachment_380260" align="aligncenter" width="300" caption="Pohon Jati muda di lahan milik rakyat (Dok. Pribadi)"][/caption]
Menurut mas Yudi, pemandu bis wisata, yang ditumpangi awak media dan blogger, penduduk Gunung Kidul yang merantau ke luar daerah dan sukses, menanamkan sebagian uangnya dengan cara menanam Jati. Secara tradisi memang mereka kenal pohon Jati sejak masa kanak-kanak, mengingat Jati adalah tumbuhan yang sejak ratusan tahun tumbuh di pegunungan Kapur Utara maupun pegunungan Kapur Selatan dan sudah sejak lama ditanam secara komersil oleh Pemerintahan Hindia Belanda maupun oleh Perum Perhutani di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
[caption id="attachment_380261" align="aligncenter" width="300" caption="Daun Jati (Dok. Pribadi)"]
Buat apa menanam Jati yang kayu kualitas primanya secara teknis baru diperoleh setelah berumur 60 tahun atau lebih? Penanam Jati adalah orang-orang yang punya visi-misi jauh ke depan, dibandingkan dengan pidato CEO JNE pada HUT JNE 29 November 2014 di Prambanan, mereka dapat digolongkan sebagai orang yang mempunyai visi-misi sangat jelas.. Menanam Jati adalah investasi jangka panjang, melihat jauh ke depan sekitar 25 - 30 tahun, ketika pohon Jati setengah masak tebang yang bernilai uang tinggi mulai dapat dipanen.
Untuk siapa hasil panen kayu Jati satu generasi mendatang? Bila umur panjang barangkali pemilik pohon Jati masih sempat menikmatinya. Tegasnya panen kayu Jati setelah 30 tahun apalagi bila panen baru dilakukan setelah tanaman berumur 60 tahun atau lebih, merupakan warisan sangat bernilai bagi anak, cucu bahkan cicit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H