Mohon tunggu...
Is Helianti
Is Helianti Mohon Tunggu... -

Pembelajar kehidupan dan aktivis iptek.\r\nKeseharian bekerja sebagai ibu rumah tangga, peneliti, dan editor jurnal ilmiah. Menulis proposal penelitian dan karya ilmiah adalah bagian dari pekerjaan. Menulis ilmiah populer (dan sudah terbit beberapa di Kompas) dan ngeblog adalah bagian dari hobi. Jadi ketika load pekerjaan tinggi, saya kadang lupa password akun blog saya...:-D.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan 24 Tahun Berjilbab: Antara Jilbab, Kajian Islam, dan PKS

2 Juni 2013   10:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:39 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca dan mendengar berita akhir-akhir ini sangat membuat dada giris dan perih. Saya tak hendak membela siapapun dan tak hendak mengomentari proses hukum yang tengah berjalan. Saya hanya ingin memberi testimoni jujur, betapa dakwah yang dilakukan PKS sangat berarti untuk kehidupan seorang saya.

Saya ingin menuliskan pengalaman hidup saya untuk teman-teman pembaca. Pengalaman hidup yang bagi saya merupakan harta kekayaan tak ternilai yang membuat saya terus bersyukur telah melaluinya. Dan semoga bermanfaat khusunya dalam membuat kita untuk terus belajar menjadi seorang muslim yang sesungguhnya. Sehingga kita tak ragu berlari mendatangi hidayah dengan tidak meninggalkan daya kritis sebagai manusia mukallaf (dewasa) yang berpikir…

Tahun ini, tepat 24 tahun saya memakai jilbab, tepatnya busana yang menutup aurat. Sebenarnya, ini bukan prestasi yang harus dibanggakan. Bagi saya yang mengikuti pendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan wajah tentu bukan prestasi. Berjilbab tentulah sama artinya dengan mengapa saya harus sholat, mengapa saya harus puasa, dan melaksanakan kewajiban lainnya. Kewajiban yang saya pilih dengan kepala sehat, yakini, dan tanpa paksaan untuk saya jalankan.

Berjilbab menjadi spesial buat saya karena momentum berjilbab inilah yang selalu mengingatkan saya untuk dapat menjalani apa yang saya yakini benar dengan memohon bimbingan Allah selalu. Momentum jilbab inilah yang menjadikan titik berangkat saya untuk selalu ingin berusaha jadi muslimah hamba Allah yang sejati tanpa kehilangan diri sendiri. Walau sejujurnya, saya merasa masih jauh dari sosok muslimah hamba Allah yang sejati.

Selain bersyukur pada Allah atas hidayah ini, tentu saja saya harus berterima kasih pada kajian-kajian keislaman yang dilakukan oleh kelompok tarbiyah waktu itu. Berterima kasih pada mentor-mentor kajian yang telah membukakan mata saya akan keindahan islam, keindahan berakhlak mulia, keindahan mengasihi dan berbakti pada ibu dan bapak, keindahan bersikap santun dan baik pada semua orang, muslim dan non-muslim, pemahaman bahwa peduli pada sesama harus diwujudkan dalam amal bukan hanya kata. Sebagian mentor-mentor itu sekarang menjadi pengurus PKS, sebagian lagi tetap menjadi orang-orang kebanyakan yang punya kepedulian lebih mengurusi umat dalam hal pendidikan, anak jalanan, dan sebagainya.

Sebelum mengkaji Islam, sebelum berjilbab, saya bisa jadi anak yang kasar pada orang tua. Anak yang tak bisa maklum pada kekurangan manusiawi mereka sebagai orang tua. Tetapi mengkaji Islam, berjilbab, membuat saya malu untuk sering-sering berbantahan dengan ibu. Sebelum berjilbab, saya adalah pribadi yang minder. Karena sedikit banyak lingkungan pergaulan masa remaja saat itu kebanyakan menilai dengan parameter cantik, keren, ataupun kaya. Tetapi setelah berjilbab, keyakinan bahwa penilaian Allah bukan pada yang permukaan menjadi mendarah daging. Dia melihat niat dan amal kita, bukan rupa kita. Banyak perilaku-perilaku positif yang saya latih setelah berjilbab dan mengikuti kajian Islam secara rutin. Berkat jilbab dan mengkaji Islam secara rutin dan tentu saja hidayah Allah SWT saya mantap menikah di usia muda, percaya diri untuk mengambil beasiswa ke Jepang dan meneruskan hingga doktor, mantap menekuni dunia kerja penelitian dengan idealisme ibadah membangun tanah air yang saya cintai, dan meyakini di jalan profesi inilah dakwah saya.

Tentu bukan tanpa dinamika. Saya pernah gelisah ketika ada pendapat bahwa muslimah ”haram” bekerja. Muslimah cukup menjadi ibu rumah tangga saja. Nalar saya sebagai remaja memberontak. Jadi muslimah tidak boleh berprestasi? Muslimah tidak boleh bekerja? Berjilbab equal dengan kemandekan? Alhamdulillah, saya tak pernah menanggalkan daya kritis saya. Kegelisahan saya terjawab, saya tetap bekerja dan tetap berjilbab dengan segala sikap yang saya yakini.

Karena itu, sebagai wujud rasa syukur saya kepada Allah yang telah memberi hidayah lewat kajian Islam yang dulu diretas oleh kader PKS, saya merasa wajar untuk berterima kasih pada PKS. Pada semangat dakwah yang dibawanya. Jika tidak bertemu mereka, entah bagaimana kehidupan saya sekarang  ini. Saya selalu berdoa kepada Allah, semoga amal-amal kebaikan mereka menjadi beranak pinak dan bisa jauh melebihi timbangan keburukan-keburukan mereka (jika memang benar terbukti di pengadilan).

*Judul dan sebagian paragraf saya kopi paste dari tulisan saya yang lain yang ada di blog pribadi saya. Semoga tidak menyalahi aturan Kompasiana…


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun