Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelangi

4 Agustus 2020   09:30 Diperbarui: 4 Agustus 2020   09:35 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pelangi sedemikian indah melengkung di atas langit. Ada warna merah, jingga, hijau, dan kuning saling melengkapi. Awan-awan berkejar-kejaran melengkapi cakrawala yang indah. Terik mentari membungkuk di balik pohon-pohon menjulang tinggi ke langit. 

Burung-burung menari di awan yang tinggi. Semilir dingin yang tak mampu dilihat membelai rambutku yang terlanjur kusut. Bangunan-bangunan yang tinggi kadang kala menghalangi cahaya serasi yang sedang berpadu di langit sore. 

Jalanan tidak seramai hari-hari biasanya. Pengendara yang kujumpai pada umumnya mengenakan seragam. Mata mereka fokus pada gadget yang terletak di depan spidometer motornya. 

Pertemuanku dengan pengendara di polisi tidur sangat cepat. Hingga tak dapat lagi kutuliskan kisahnya. Selain pengendara  yang mengantarkan pesanan berupa barang atau makanan. 

Para pedagang berjejer rapi di sepanjang jalan. Gorengan tersaji indah di etalase. Jaraknya tidak seakurat dan setepat satu meter. Mereka mengenakan masker sambil menatapku kembali. Namun, haruku tidak dapat terobati. Pedagang itu hanya dijumpai oleh serangga-serangga penghuni sampah dapur. 

Kantong plastik putih yang menggantung di gerobak dagangannya belum berkurang satu pun. Terik matahari menemani mereka sejak subuh hingga senja hampir berlalu. Hatiku hanya berdoa dengan sentuhan haru tak dapat membantu. 

Perjalanan yang sedikit membuatku lega setelah berminggu-minggu diam di rumah tidak terbayarkan. Pikiran galau menggelantung sepanjang langkahku menuju rumah. Apa yang membuatku sedikit melambat? Bayang-bayang pelangi itu jawabannya. 

Anak-anak berjuang untuk melukiskan cakrawala dengan imajinasinya sendiri. Terkadang tokoh-tokoh animasi yang ditontonnya, buku bergambar, dan kehidupan bersama alam yang melengkapi indahnya karakter cakrawala buatannya. 

Aku pernah berharap menjadi pelangi yang terlihat sesekali di waktu ada anak manusia yang galau. Senyum-senyum sendiri ketika melihat ada yang mampu memberikan energi melalui penglihatan sempit. 

Langit tempat membentuk awan, melihat bekas atau sisa cahaya, menggelantungkan harapan, menyaksikan burung-burung, mencintai biru yang memantulkan cahayanya di laut, menatap bintang-bintang, dan pelangi.  

Kehidupan yang random, bisa juga dikatakan kacau. Hal-hal apakah yang dapat membuat energi itu pulih kembali? Penglihatan? Tidak cukup dengan itu. Pengalaman di masa lalu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun