Di zaman serba cepat dan instan ini, kita hidup di tengah banjir informasi. Setiap detik, ada saja berita baru yang muncul di layar ponsel kita. Dari sinilah banyak terjadi perubahan dan fenomena di berbagi sektor, salah satunya terjadi pada si sarang informasi, yakni instansi media dengan adanya konvergensi media pada masa sekarang. Sederhananya, konvergensi media adalah proses ketika berbagai bentuk media, mulai dari cetak, televisi, radio, hingga digital melebur menjadi satu ekosistem yang saling terhubung.
Kalau dulu berita hanya bisa dibaca di koran atau ditonton di TV, sekarang satu peristiwa bisa hadir di mana-mana. Mulai dari artikel di website, video pendek di Instagram, potongan liputan di YouTube, hingga thread Twitter yang menjelaskan konteksnya. Dunia media kini tak lagi berjalan di jalur terpisah, tapi ia saling bersilangan dan beririsan.
Kita ambil contoh dari salah satu media besar di Indonesia, yaitu  Kompas TV. Stasiun ini lahir pada 9 September 2011 di bawah payung Kompas Gramedia, grup media yang sudah punya sejarah panjang sejak menerbitkan majalah Intisari di tahun 1963 dan harian Kompas pada 1965. Nama "Kompas" sendiri, konon, diberikan langsung oleh Presiden Soekarno, dengan intensi bahwa kompas akan menjadi simbol penunjuk arah menuju kebenaran.
Awalnya, Kompas TV fokus pada hiburan dan dokumenter. Tapi sejak 2016, mereka memutuskan untuk sepenuhnya menjadi televisi berita 24 jam dengan slogan "Independent, Terpercaya". Sejak itu pula, arah perjalanannya berubah, yang awalnya hanya sekadar televisi berita, sekarang menjadi bagian dari ekosistem KG Media yang lebih besar bersama platform dan pilar-pilarnya yang lain.
Perubahan besar ini tidak terjadi begitu saja. Kompas TV menyadari bahwa cara orang mengonsumsi berita sudah berubah total. Sekarang, audiens tidak menunggu jam tayang TV melainkan mereka menunggu notifikasi di ponsel. Informasi dikonsumsi lewat scroll singkat di media sosial. Karena itu, Kompas TV mulai mengubah strategi. Konten mereka kini tidak hanya berita yang muncul di layar televisi, tapi juga dipotong menjadi reels atau shorts di Instagram atau TikTok, diubah menjadi artikel ringan di web, atau dijadikan breaking news di Twitter.
Menariknya, perubahan ini tidak mengubah prinsip dasar mereka. Etika jurnalistik tetap dijaga. Meski bergerak di platform digital yang serba cepat, Kompas TV tetap berpegang pada standar dan aturan penyiaran.
Konvergensi media ini pun membuat jurnalis tak bisa lagi hanya mengandalkan satu kemampuan. Dulu, reporter cukup menulis berita panjang untuk koran atau menyiapkan naskah untuk siaran televisi. Sekarang, mereka harus bisa semuanya, mulai dari menulis untuk web, mengambil foto dan video, bahkan membuat konten yang menarik di media sosial.
Misalnya, saat terjadi banjir di Medan, satu tim liputan bisa menghasilkan berbagai produk berita. Versi cetak menulis analisis mendalam, website menyajikan pembaruan real-time, dan media sosial menampilkan potongan video singkat untuk menarik perhatian publik. Semuanya terkoordinasi dalam satu sistem redaksi yang terintegrasi.
Tidak hanya itu, konvergensi juga mengubah hubungan antara media dan audiensnya. Di platform digital, respons pembaca jauh lebih cepat dan interaktif. Ada komentar, likes, dan share yang bisa langsung diukur. Sementara di media cetak, respons audiens lebih lambat, tapi kredibilitasnya tetap tinggi karena proses kurasinya lebih matang.
Menariknya, audiens media digital kebanyakan berasal dari kalangan muda, sementara pembaca media cetak cenderung berusia lebih dewasa. Ini membuat Kompas TV perlu menjaga keseimbangan dengan tetap relevan di dunia digital, tapi tidak kehilangan kepercayaan dari pembaca lama.
Perubahan cara kerja ini tentu berdampak pada model bisnis. Sekarang, pendapatan utama Kompas TV datang dari platform digital seperti YouTube, diikuti oleh iklan berbayar, sponsored content, dan kolaborasi dengan berbagai brand. Sementara itu, media cetak masih punya fungsi penting, memang bukan sebagai sumber uang utama, tapi sebagai simbol kredibilitas yang menjaga reputasi dan kepercayaan publik.