Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upaya Pupuk Cinta Tanah Air Bukan Recehan

16 Januari 2020   04:56 Diperbarui: 16 Januari 2020   06:14 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuis Siapa Berani TVRI (Youtube/Sutarno Wirawan)

Jika kita mengikuti acara-acara di TVRI pada malam hari khususnya pada jam-jam prime time yaitu pk 19.00, kita akan bertemu dengan acara Kuis Siapa Berani yang dipandu oleh Alya Rohali dan Fery Salim.

Kuis ini termasuk besar karena selalu diikuti oleh sekitar 100 orang yang berkelompok menjadi 5 kelompok. Sebagain besar adalah para pemuda (pelajar dan mahasiswa) selain beberapa organisasi masyarakat.

Kuis ini adalah kuis lama (pertama kali tayang pada tahun 2000) yang dicoba dihidupkan kembali oleh pemrakarsanya yang kini menjadi direktur utama TVRI yaitu Helmi Yahya. Acara ini cukup digemari masyarakat karena pada masa itu tayang cukup lama dan berpindah-pindah stasiun televisi. Pernah vakum dan kembali muncul pada tahun 2019 itu.

Sepintas kuis ini seakan adu kepintaran menjawab, mirip seperti cerdas cermat. Jika cerdas cermat pelajar sangat kaku dan 'sekolahan' sekali, tapi Siapa Berani dikemas dengan cara ringan  sehingga enak untuk dinikmati oleh berbagai golongan.

Materi pertanyaannya memang kebanyakan adalah pengetahuan umum, termasuk soal-soal yang berhubungan dengan wawasan nusantara dan Pancasila semisal apa nama pulau paling selatan Indonesia?  Apa nama lagu yang diciptakan oleh H Mutahar?

Selain itu juga ada soal-soal yang menyinggung K-Pop dan pengetahuan film serta luar negeri meskipun tidak banyak.

Kita tinggalkan kuis Siapa Berani ini sebentar dan saya ajak anda untuk mengingat kapan Anda ikut upacara bendera? Jika tidak, mungkin anak anda; apakah di sekolah anak, upacara pengibaran bendera Merah Putih dan pancasila diadakan setiap minggu? Setiap bulan ? atau hanya pada peringatan hari besar saja atau bahkan tidak pernah.

Memang kedengarannya membosankan karena upacara bendera sama saja dengan menaikkan bendera merah putih diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya, mendengar pembukaan UUD 1945, membaca ulang teks Pancasila serta  mengheningkan cipta. Tapi sejatinya upacara bendera adalah sarana belajar dan ungkapan paling sederhana untuk cinta tanah air.

 Tak banyak orang tahu bahwa banyak sekali sekolah-sekolah yang kini tak lagi melakukan upacara bendera di sekolah. Para murid tak hafal Pancasila dan lagu Indonesia Raya apalagi pembukaan UUD 1945.

Bagi sebagian sekolah (terutama sekolah yang berbasis keagamaan) jika upacara jarang dilakukan apalagi pengenalan terhadap Pancasila dengan intensif meski ada PPKN. Pancasila punya butir-butir implementatif untuk keseharian yang pada masa lalu harus dihafalkan oleh para mahasiswa dan diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari, kini tidak ada lagi.

Terakhir, apakah lingkungan pendidikan kita penaruh perhatian pada toleransi dan tidak diskriminatif  antara minortas dan mayoritas ? Contoh kecilnya adalah jika ada acara keagamaan besar umat agama lain, apakah sekolah peduli untuk sekadar meminjamkan ruangan bagi perayaan hari besar itu bagi murid yang merayakan.

Apakah sekolah juga peduli pada jadwal ujian yang nyaris bersinggungan dengan hari besar di mana sebagian besar murid agama yang berbeda itu harus beribadah?

Pihak sekolah seringkali abai terhadap benih-benih intoleransi yang ada di sekitar mereka sehingga beberapa nilai kecil toleransi dan cinta tanah air, kini tidak ada lagi. Mungkin ada, tapi relatif kecil.

Mereka cenderung menafikan penganut agama lain atau kelompok lain yang berbeda bahkan pada beberapa kasus ada oknum pengurus Rohis yang mengintimidasi rekan murid yang tidak berjilbab. Padahal mereka satu agama.

 Beberapa sekolah bahkan terkesan mengajarkan bahwa agama di dunia adalah satu sedangkan agama lain adalah kafir. Padahal jumlah agama yang diakui oleh pemerintah kini berjumlah enam agama dan beberapa aliran kepecayaan juga diakui oleh pemerintah.

Persolaan ini bukan recehan. Intoleransi jelas merugikan kita sebagai pribadi dan sebagai bangsa. Intoleransi hakekatnya adalah keegoisan yang dibalut ajaran agama tertentu.

Kita melihat beberapa negara yang dominan rasa intoleransi dan radikalisme, hancur karena berbagai pertikaian. Sebaliknya sifat terbuka, toleran, dan adil adalah salahsatu kunci yang menyertai kita sebagai pribadi unggul yang mampu bersaing dalam semangat perdamaian.

Kuis Siapa Berani, upacara bendera pada hari Senin, dan pemahaman terhadap butir-butir Pancasila adalah beberapa usaha untuk membuat kita lebih tahu dan kemudian mampu mengimplementasikan rasa toleransi, berkeadilan dan pembawa kedamaian kepada sekitar dan pihak lain. Hal-hal itu dilakukan untuk memupuk cinta tanah air dan perdamaian dunia itu sendiri.

Sekolah harus selalu mengasah diri dan peka terhadap semua sikap intoleran para guru mereka, anak didik bahkan bahan ajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun