Mohon tunggu...
Didi Jagadita
Didi Jagadita Mohon Tunggu... Administrasi - pegawai swasta

pegawai swasta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hijrah dan Ganti Busana

13 September 2018   16:38 Diperbarui: 13 September 2018   16:40 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

'Hijrah itu meninggalkan hasrat rendah menuju mulia. Ia bukan soal ganti busana ' (Kiai Husein Muhammad- Cirebon.)

Hari Muharram terlewati beberapa hari lalu. Masuk ke tahun 1440 H. Sebagai peringatan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Beliau pindah karena situasi di Mekkah sudah tidak memungkinkan untuk bersyiar Islam. Kepindahan itu diikuti oleh nyaris seluruh muslim di Mekah.

Peringatannya dengan berbagai kemeriahan. Beberapa budaya  memperingati dengan berpuasa bicara selama sehari. Malam sebelumnya mereka menggelar ritual ngumbah gaman (mencuci senjata). Ritual ini biasanya terjadi di daerah Yogyakarta. Beberapa daerah merayakan seperti Idul Fitri yaitu dengan bertamu dan makan ketupat bersama para kerabat.

Beberapa daerah dimana budaya Islam berbaur dengan adat setempat. Seperti gerebek Suro yang merupakan kebiasaan dari beberapa daerah di sebagian Jawa Timur (Ponorogo) dan Yogya (mubeng benteng).  Di daerah Jawa Barat dan Jakarta masyarakat merayaannya dengan menggelar pawai obor di jalan-jalan protokol. Di Bengkulu kita mengenal Festival Tabot,  di Magetan ada Ledug Suro sedangkan di Pariaman ada Hoyak Tabuik.

Kiai Husein seperti di pembukaan tulisan ini ingin mengemukakan bahwa bukan perayaan yang penting dalam menyambut Tahun Baru Islam. Bukan juga baju atau peralatan baru.

Hal terpenting menyambut Hijriah adalah meninggalkan segala hal yang menyangkut keburukan, kedengkian, rasa merasa benar sendiri dan merasa sombong satu orang atau satu pihak terhadap yang lain. Di dalamnya juga termasuk keinginan untuk melontarkan  kata-kata kebencian, caci maki dan berperilaku dan berucap kasar.

Inilah yang disebut Kiai Husein sebagai hasrat rendah. Jika dia menerapkan atau paham ikhwal berhijrah maka ia harus hijrah (berpindah) dari hal-hal buruk ke hal-hal yang baik. Hijrah seorang muslim adalah menampilkan akhlak yan baik, bersikap ramah dan toleran terhadap segala perbedaan. Hijrah itu menyangkut perubahan mendasar atau sikap hidup yang membaik secara fundamental.

Kiai Husein menyebutnya sebagai tidak seperti orang berganti busana. Karena hakekatnya busana itu bisa berganti-ganti untuk disesuaikan dengan keadaan. Tapi hijrah berbeda dengan berganti busana.

Kita sama-sama tahu bahwa Islam adalah sebuah al-din al-haq ; yaitu agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan umatnya. Islam juga mengatur agama peradaban yang membawa rahmat bagi semesta alam.

Dengan inilah Allah mengutus Rasul-Nya, Muhammad Saw sebagai seorang humaniser, bukan rasialis. Sebagaimana penegasan-Nya dalam surat al-Ambiy' ayat 107, "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam".

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun