Mohon tunggu...
Hayatdin
Hayatdin Mohon Tunggu... -

senang mendaki, travelling ke pedalaman, saat ini tinggal di papua.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Berlari ke Puncak Gunung Tambora

19 April 2016   19:59 Diperbarui: 20 April 2016   07:17 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Festival Pesona Tambora. KOMPAS/YUNIADHI AGUNG"][/caption]Di pagi buta di desa Doro Ncanga sekitar jam 03.00 WIT saya sudah siap–siap di garis start untuk mengikuti Tambora Challenge. Dengan jumlah peserta lebih dari 30 orang para pelari melesat dengan kencang setelah diberi komando aba-aba hitungan mundur.

Kondisi jalanan berbatu dan hanya diterangi lampu di kepala (headlamp) kami berlari dari titik nol di Doro Ncanga ke pos minum (water station) ke 1 sejauh 6 kilometer. Padang rumput yang luas walaupun belum terlihat jelas karena matahari masih belum muncul sudah terasa ditambah lagi dengan suara-suara sapi khas Sumbawa yang diternak secara liar.

Selepas pos air 1 (water station 1) para pelari satu persatu mulai banyak yang berjalan, medan yang menanjak lah yang membuat pelari berjalan untuk mengatur nafas dan ritme lari agar bisa bertahan sampai di pos air 2.  

Jarak yang jauh antara pos air 1 ke pos air 2 tentu menguras tenaga dan jalan nya walaupun lebar di penuhi semak belukar setinggi orang dewasa. Semak belukar dan berduri itu mengganggu kecepatan berlari maupun berjalan ditambah perdu dan ilalang itu berduri dan gatal.

Di pos air 2 matahari sudah muncul memerah sebagian dengan cepat menunaikan sholat subuh dan minum air isotonik serta pisang. Dahaga sedikit hilang dan badan kembali terasa segar namun sepatu yang sudah di penuhi pasir terpaksa dibuka dan dibersihkan.  Tanpa banyak-banyak beristirahat saya lanjut berlari meninggalkan pos air 2.

 [caption caption="Dok. Pribadi"]

[/caption]Ujian mulai muncul di rute ini seolah-olah tidak sampai-sampai seorang pelari mengeluh di belakang saya kok jauh amat ya pos air 3. Saya pun menoleh dan tersenyum sambil tetap konsentrasi karena kepala sudah terasa berat karena posisi sudah diatas ketinggian. 

Sebagaimana kondisi jalan dari pos air 1 ke pos air 2, jalanan ke pos air 3 pun dipenuhi semak belukar dan tanaman perdu yang berduri sehingga tangan tidak henti-hentinya menggaruk dan mencabut duri yang menempel di jersey.

Memasuki pos air 3 saya melahap air mineral sebanyak dua botol perasaan lega dan segar menyergap seluruh tubuh yang sudah penuh dengan keringat. Udara terik di pagi itu memang membuat tubuh saat berlari terbakar dan mengeluarkan keringat yang deras serta membuat kaos menjadi basah kuyup. 

Namun setelah menghabiskan dua botol minuman sangat terasa perbedaannya. Apel dan jeruk saya sikat masukan nutrisi pertama di pagi itu dan sambil terus berjalan karena berlari sudah tidak memungkinkan lagi.

Di pos air 3 ini jalan mulai menanjak dan berbatu saya berusaha untuk sampai ke puncak dengan target pukul 09.00. Pemandangan di sepanjang rute ini menyuguhkan panorama indah di dari atas ini garis pantai dan Teluk Saleh dan Pulau Mojo terlihat jelas. Pulau yang pernah disinggahi oleh pesohor dan mantan Ratu Inggris Lady Diana ini bagaikan perahu yang sedang berlayar.

Hujan menyambut saya di puncak Tambora. Dengan terus berjaga dan berjalan saya mengitari kaldera Tambora. Gunung Tambora menyisakan kubahan besar, kaldera ini menyisisakan kaldera seluas kurang lebih 100 hektar. 

Letusannya 20 abad yang lalu membuat sebagian bumi ini gelap gulita. Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181. Letusan gunung ini terdengar hingga pulau Sumatera (lebih dari 2.000 km). 

Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000—12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut. Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh.

Setelah hujan turun tidak kunjung reda saya pun menyusuri tapakan jalan berbatu seperti saat naik. Dan walaupun sudah tidak kuat untuk belari lagi waktu yang saya tempuh lebih dari cut out time (batas waktu yang ditentukan) habis. 

Tidak merasa kecewa yang terpenting adalah saya sudah mencapai puncak Tambora setinggi 2.850 meter dpl. Dan yang terpenting adalah ternyata ciptaan dan kemurkaan Alloh maha dasyat. 

Namun kasih sayangnya melebihi semua itu terbukti bahwa setiap letusan gunung terjadi dalam selang berabad-abad lamanya. Dan hanya dapat di hitung dengan jari tangan. Tapi, coba lihat dampak seelah itu tanah dan perternakan semakin subur dan makmur. Nah nikmat yang bagaimana lagi yang kamu dustakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun