Mohon tunggu...
umi hawwa islamiyah
umi hawwa islamiyah Mohon Tunggu... -

Hiasilah setiap detik kehidupan dengan optimis dan semangat selalu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimanakah Perkembangan Emosi Pada Anak?

5 Mei 2015   03:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:22 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap orang tua harus dapat berperan seperti halnya ahli psikologi . meskkipun dibilang bukan ahli dalam bidangnya, karena orang tua mengetahui seluk beluk perkembangan anaknya serta jiwanya. Mengetahui jugasifat-sifat, pikiran atau perasaan anak dimasa perkembangannya pada tingkatan umurnya. Adabeberapa bagian yang berhubungan erat dengan perkembangan anak, antara lain: perkembangan kognitif, emosi, sosial dan moral. Dalam kesempatan kali ini, mengungkit pembahasan tentang perkembangan emosi anak.

Pengertian emosi dalam kamus besar Indonesia yaitu keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaaa, keberanian yang bersifat subjektif). Melihat pengertian emosi tersebut, bukan hanya orang dewasa yang mempunyai emosi bahkan anak pun mempunyai emosi. Ketika baru lahir hingga beberapa bulan, perkembangan emosi anak belum begitu kelihatan. Baru setelah berumur sekitar 10 bulan rasa emosi mulai dapat dibedakan seperti: ungkapan emosi berupa rasa takut, marah atau senang. Berjalannya usia menuju dewasa, dorongan dan rangsangan dari dalam hati mulai terwujud menjadi realitas. Bukan hanya konflik yang timbul, tetapi rasa cemas, rasa tidak aman pun mulai kelihatan. Pada masa-masa inilah anak penuh dengan konflik, sifat agresif, cemas dan kesepian.

Adapun penjelasan tentang sifat diatas, sebagai berikut:

1. Agresif

Pada usia 2 atau 3 tahun, anak mulai menampakkan sifat agresif seperti halnya ingin melakukan sesuatu dengan cara sendiri, memecahkan sesuatu dengan cara sendiri, dan memecahkan suatu konflik dengan agresif, misalnya: memukul, mengumpati, menggigit. Oleh karena itu, pada masa ini banyak terjadi konflik, karena sifat terlalu agresif dan emosi. Tetapi anehnyarasa agresif itu hanya terjadi sementara, mudah hilang apabila perhatian telah teralihkan dengan kegiatan lain yang menyenangkan.

2. Sifat agresif

Apabila tidak terarahkan bisa menyebabkan frustasi, misalnya karena tidak tercapainya suatu keinginan. Tugas orang tua di sini harus mengarahkan, misalnya dengan mengembangkan daya perspektif, mengajarkan untuk bersifat empati, meyelesaikan masalah yang baik.

3.Rasa takut

Rasa takut adalah reaksi dari suatu peristiwa yang membahayakan. Rasa takut beda dengan cemas. Rasa cemas adalah reaksi reaksi dari suatu ancaman. Rasa takut dari dari umur ke umur mengalami perubahan, semakin tambah umur rasa takut semakin berkurang. Untuk anak sebelum masuk sekolah, rasa takut biasanya berhubungan dengan binatang, gelap, disakiti, bayangan-bayangan, misalnya: hantu atau drakula. Kemudian untuk anak yang sudah mulai sekolah, rasa takut cenderung lebih berhubungan dengan peraturan-peraturan yang ada di bidang pendidikan. Ini berkisar antara umur 9 sampai 12 tahun. Selanjutnya mulai bertambah umur, rasa takut semakin berkurang karena mulai dapat berpikir realistis.

Itulah perkembangan rasa emosi pada masa anak, bahkan dapat dilihat bahwa rasa emosi bukan hanya orang dewasa, bahkan anak mulai baru lahir pun mempunyai rasa emosi. Semoga bermanfaatJJJ

Malang, 5 mei 2015

Referensi: Schaefar, Charles. 1986. Bagaimana Mempengaruhi Anak. Semarang: Dahara Prize

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun