Mohon tunggu...
Hawra aeni
Hawra aeni Mohon Tunggu... Penulis - hamba Allah yang berusaha taat

Hejo is my fav colour. berlelah-lelah didunia agar tidak kelelahan diakhirat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anehnya, Rindu dan Imajinasiku (Part 3)

11 Januari 2014   11:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Buguru Nayma selalu kebingungan jika aku bicara meniru bahasa yang ada dalam kartun. Satu-dua kata bisa dia mengerti. Hm, mungkin karena dia seorang mahasiswa. Biasanya kan pintar-pintar. Buguruku mungkin sedikit pintar dibanding bundaku tapi, aku benci jika aku ingin mengetahui nama benda yang tak dapat disebutkannya dalam bahasa Inggris. Tentu saja aku akan meronta-ronta lagi sambil memukulinya.

Nah lalu, aku heran kenapa kemanapun aku pergi dia selalu membawa benda itu.. setiap aku bertanya nama-nama benda dalam bahasa Inggris, dia selalu menatap lama pada benda itu. Baru menjelaskannya padaku. Belakangan aku tau, rupanya itu kamus ajaib. Hehe.. buguru..

Nenek sedikit pandai bahasa Inggris. Aku terkadang di ajaknya bicara dalam bahasa itu. Aku selalu bisa menjawabnya. Terkadang nenek merasa aneh karena ibu tak memasukanku ke sebuah kursus bahasa atau apalah.

“Dia belajar dari kartun nek.. aku saja terkadang banyak tidak mengerti apa yang diucapnya.. makanya kemanapun aku pergi bersamanya, tak lepas aku selalu membawa ini kalo tidak, dia akan mengamuk dimanapun jika aku tak dapat menjelaskannya” buguru menjelaskan sambil memperlihatkan kamus itu pada nenek. Oohh.. begitu..

Aku dan duniaku. Sangat mengasyikan. Asyiknya berbicara tanpa lawan bicara. Aku selalu asyik bermain dengan mobil-mobil miniku, robot-robotku, gambar-gambarku, atau mengulang kata dalam satu waktu sebanyak-banyaknya, hingga membuat telinga siapapun bosan mendengar. benar-benar mengasyikan.

aku tak mau menatap wajah lawan bicaraku jika aku merasa tak pentinglah. Aku selalu tak peduli dan menghiraukan yang mengajak bicara. Aku tak pernah sempurna bisa melakukan suatu hal jika diperintah.

“Diaz.. tolong ambilkan handphone nenek dong di situ...” perintah nenek. Aku baru beranjak dari mainanku (sambil tetap menggenggam erat salah satu mainan) jika perintahnya sudah diulangnya berapa kali. Tetapi, hanya pergi begitu saja tanpa memperhatikan arah kemana aku melangkah mengambil handphone nenek. Dan hanya asyik dengan genggaman ku. Game. Lantas buguru melangkah memperbaiki arah tubuhku agar searah dengan perintah nenek. Selalu sigap dalam setiap situasiku. Dialah buguruku Nayma..

Rasanya aku jadi membenci bunda. Dia sering meninggalkanku. Pergi pagi dan pulang sore dari kantornya. Bunda pulang setelah aku lelah seharian bermain dengan buguru Nayma. Aku tak bisa bercerita tentang gambar-gambarku. Tentang robot-robot baruku yang ku beli bersama buguru Nayma di toko mainan. Aku tak dapat bercerita kejadian menarik atau menjengkelkan selama aku di sekolah. Aku tak dapat sepanjang hari mencicipi makanan buatannya. Hanya pagi saja, itu pun aku makan tidak bersamanya dimeja makan. Aku hanya memiliki waktu utuh seharian dihari minggu saja. Itu pun jika bunda tak kelelahan meladeni ceritaku atau sekedar mendengarkan dan menemaniku bermain. Padahal aku ingin sekali memberitahukan apapun padanya.

Terkadang aku sudah lupa aku harus menceritakan apa dihari minggu itu, dari setiap potongan kisahku selama satu minggu itu kepadanya. Alhasil, aku terdiam dan malas bercerita. Hanya kuceritakan lewat detak jantungku atau denyut nadiku saat disampingnya,  semoga bisa didengarnya karena aku tak tau memulai. Itulah cerita detak jantungku dan denyut nadiku. Beruntung jika bunda mendengarnya. Harapanku semua itu mampu mewakili perasaanku. Rupanya.. ntahlah.

Dokter Mira yang menanganiku saat aku diantar buguru Nayma memeriksakan gigiku, sempat heran ketika aku tak sengaja memanggil buguru Nayma, “Bunda..” didepannya. Karena kan, dia kenal betul dengan bunda dan aku.

“Bukankah kau anaknya bunda Sinta, sayang??” katanya terheran. Melirik buguru Nayma. Buguru Nayma hanya mengangkat bahu dengan tangan terbuka.

“oohhh mungkin karena kalian selalu bersama..” lantas buru-buru memeriksa gigi ku yang hitam-hitam.

Kebencianku pada bunda sirna seketika, oleh rasa rinduku yang amat menyiksa kepadanya. Rindu senyumannya, rindu belaiannya, rindu masakannya, rindu dongeng yang dibacakan sebelum aku tidur dan kerinduan lainnya yang tak mampu kukatakan.

Jika bunda pulang setelah bekerja seharian, aku akan memeluknya erat dan menatapnya. Kemudian menciumnya. Setengah berbisik dalam hati, aku rindu bun.. aku tak ingin ditinggal lama-lama bun.. tapi, tak sanggup kukatakan. Hanya air mata yang sedikit menggenang di pelupuk yang mewakili rasaku. Lantas lari ketempat bermainku. Diam.

Bunda menghampiriku dan mengecupku kemudian berkata pelan, “Bunda sayang kamu nak, kamu harta yang paling berharga. Apalah artinya harta yang bunda cari selama ini jika kamu merasa sedih. Kamu merindukan bunda begitupun juga bunda sayang, bunda pun ingin selalu bersamamu. Bunda sudah memutuskan, mulai besok dan seterusnya bunda akan temani kamu selalu”.

Aku hanya menatap matanya dalam. Ah, sial. Air mataku jatuh tanpa pamit. Bunda pun menangis dan memelukku erat.

“Bunda tidak kerja lagi?”  tanyaku, bunda pun mengangguk iya.

Kemudian aku banyak bertanya dalam hati, apa hatiku dan hati bunda bisa saling mengetahui. Hm, ataukah bunda bertanya pada para normal. Haahaaa.. aku tak peduli yang pasti aku senang.

I love you Bunda...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun