Mohon tunggu...
Hawra aeni
Hawra aeni Mohon Tunggu... Penulis - hamba Allah yang berusaha taat

Hejo is my fav colour. berlelah-lelah didunia agar tidak kelelahan diakhirat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anehnya, Rindu dan Imajinasiku (Part 2)

11 Januari 2014   11:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:56 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sekali kupukul,

“Maaf, kamu sakit ya.. maaf.. kamu sakit ya.. maaf.. arrrrgggghhhh...” terus aku ulangi.

Dalam waktu bersamaan pukulanku pun tak henti-hentinya meluncur menyakiti dia. Tak dapat dihentikan. Teman-temanku kemudian sibuk menertawakan dan mengolok-olokku. “Diaz idiooooot” “Diaz bodooooh.. Diaz bodooooh” “Diaz gilaaaaa.. Diaz giiilaaaa.. Diaz giiilaaaa”

Hanya buguru Nayma lah yang mampu menghentikannya. Lantas mendekapku erat sebelum aku loncat ke arah mereka untuk memukulnya satu persatu. Marahku, jengkelku bersatu dalam mata yang tajam, kemudian bercampur dalam diam.

Taman-temanku hanya melolong bengong menatapku, menjijikan. Aku ingin melempar mata mereka dengan apapun, namun tak bisa kulakukan. Karena tangisku dan merontaku akan segera dihentikan dengan pelukan dan cengkraman buguru Nayma. Aku lemah dan menangis iba.

Hm, ayah? Ayah ku kerja diluar kota. Hanya pulang tiga bulan atau empat bulan sekali. Ntah apa kerja ayahku. Mungkin ia pemilik sebuah perusahaan, toko kelontong, pabrik, atau seperti Tuan Crab pemilik restoran, bos-nya si SpongeBob yang aku lihat di televisi. Atau ntahlah.. lupakan. Toh aku tak merindukannya. Hanya sedikit saja, itu pun jika melihat teman-temanku saat belanja diantar ayahnya, kakak dan adik dalam gendongan bundanya, dan aku tidak. Sebatangkara dengan bunda. Oh aku lupa, bunda terkadang menelfon ayah dimalam hari jika aku masih terjaga. Hanya say haloo.. kemudian, aku pergi bermimpi dan melupakan ayah.

Bunda tak mau memiliki anak lagi, itu artinya, aku tak akan memiliki adik. Bunda mungkin trauma. Itu yang aku dengar berulang kali jika ia sedang bercerita dengan sahabat-sahabatnya. Saat aku masih di perutnya, ntah apa yang terjadi hingga ia begitu trauma untuk memberiku adik bayi. Tapi tak masalah aku punya adik atau tidak. Itu tak memusingkanku.

Aku penyuka kartun. Bunda sengaja membuat seluruh tayangan televisiku berbeda dengan tayangan televisi tetanggaku. Kotak ajaib itu hanya kartun anak-anak semuanya. Tentu saja membuatku betah berjam-jam jika ditinggal bunda pergi kerja dan ditemani nenek atau buguru Nayma. Nenek sesekali menemaniku dirumah. Rumah nenek tak jauh dari tempat tinggalku dan bunda. Sesekali ia menjengukku. Buguru bilang nenek sedikit pikun. Maklum sudah tua. Terkadang ia lupa ini dan lupa itu. Tak terbilang berapa kali ia lupa menaruh handphonenya atau lupa jalan pulang. Lantas menelpon buguruku untuk ketempat dia tersesat saat pulang menuju rumahnya. Dasar nenek...

Selain televisi, aku penggila game. Apa saja yang mengasyikan untuk main, maka kumainkan. Aku tak pernah punya teman bermain seusiaku setelah pulang sekolah. Tempat tinggal ku pun tak banyak ditemukan anak-anak seusiaku. lagipula aku tak pernah mau beranjak dari kotak ajaibku.

Jika lelah mataku didepan kotak ajaib itu. Aku akan beranjak ke tempat tidur lantas tidur. Atau jika belum mau terlelap aku akan menghampiri ruangan mainku yang didalamnya hanya dipenuhi kertas-kertas, pensil, buku gambar, lukisan-lukisan buatan aku dan bunda. foto-foto aku bersama bunda, bersama nenekku yang pikun itu atau bersama buguru Nayma tergantung didinding, juga alat melukisku, krayonku, hanya itu. Dan aku senang menatapnya lama-lama. Jika sudah berhadapan dengan alat-alat itu, kepala ku mulai dipenuhi beragam benda, gambar, makhluk, dan apapun yang sempat kulihat. Aku sekuat tenaga mencurahkan kemampuanku menangkap satu persatu apa yang melesat dari kepalaku. Kemudian tanganku, berselancar dan menari-nari di atas kertas..

Mobil. Aku suka menggambarnya.. hingga puluhan lembar kertas. semua aku gambar mobil. Sampai hasil akhirnya membuat buguru ku itu melongo menatap lama gambar yang ku buat. Lantas tersenyum padaku dan mengatakan “luar biasa Diaz.. gambarmu bagus benar..” aku benci. Benci mendengar nya memujiku. Ntah kenapa. Apa dia meledekku. Aku lantas menariknya. Dan mengatakan padanya,

“jelek. jelek. jelek buguru.. jelek sekali. Jeleeeek!” berulang-ulang aku berteriak begitu. kemudian aku larut dalam raungan, meronta-ronta, menangis, merobek apapun, melempar. sambil terus bergumam “jelek.. jelek...” terus begitu. Kemudian mendekapku agar aku tak terus meronta dan meraih apapun untuk kulempar. Yaa.. itu lah masalahku.. kenapa? Tak taulah.. lupakan saja...

“Setiap manusia diberikan kelebihan dan kekurangan sayang, mungkin kau terlalu sering diledek teman-teman hingga kau begitu tak percaya diri, tapi buguru yakin kelak kau akan mampu menjadi dirimu, jika kau percaya akan kemampuanmu. Nanti kau akan menemukan dirimu dari sisi yang menakjubkan. Percayalah goresanmu sangat bagus.” Suaranya lembut dan pelan. Sorot matanya sejuk, aku pun balas menatapnya. Baru kali ini aku merasakan hal yang amat membahagiakan. Sesuatu yang membuatku tegak mengokohkan percaya diriku. Terimakasih buguru Nayma. Walau tak berani mengatakannya. Hanya membalas pelukan eratnya sebagai rasa terimakasihku. Seingatku aku tak pernah memeluk orang selain bundaku. Sekarang buguru Nayma.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun