Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Penyesalan

9 Agustus 2019   02:25 Diperbarui: 9 Agustus 2019   02:53 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.pixabay.com

Aku memejamkan mataku. Masih terbayang di pelupuk mataku, wajah perempuan itu. Perempuan yang telah membuangku 20 tahun yang lalu karena aku cacat. Kini dia datang untuk mengambil aku dari bunda. Ibu macam apa dia?  Bundalah yang selalu ada di sampingku. Dia yang akan menemaniku di saat aku terpuruk karena hinaan temanku. Karena aku berbeda dengan yang lain. Bunda dengan sepenuh hati menyayangiku dan mnegajariku serta membangun rasa percaya diriku. Dan aku bisa sampai sekarang ini semua berkat bunda, bukan ibu yang melahirkanku. Lalu kenapa dia datang dan hendak mengambil diriku? Kenapa? Ada alasan lainkah? Atau dia tahu sekarang aku sudah berhasil?  Semua yang aku raih semua karena bunda. Kini aku bisa bangga dengan diriku. Dengan kecacatanku aku masih bisa punya ketrampilan melukis.

Kali kesekian aku pameran lukisan , aku melihat ibuku berdiri jauh dariku. Aku tak peduli lagi. Aku tak mau ketemu ibuku.

"Riska, ibumu datang. Temui dia,"tukas bunda.

"Buat apa, bunda." Aku membalikan kursi rodaku  menjauh . Bunda meraih bahuku.

"Tak baik begitu, itu ibumu loh." Bunda mendorongku mendekati ibuku.

"Riska," tukas ibuku. Aku melihat air mata di pelupuk mata ibu yang hampir jatuh. Ibu berusaha untuk tak menangis. Ibu jongkok di depan kursi rodaku dan memohon agar aku pulang bersamanya lagi.  Aku menggelengkan kepalaku. Ibu berusaha tegar.

"Tak apa-apa kalau kau tak mau Riska, ibu pamit dulu." Ibuku hanya mengecup keningku dan membalikan tubhnya menjauh dariku. Punggung ibu menjauh.

Entah mengapa hari-hari ini aku selalu terbayang-bayang wajah ibuku. Di setiap tidurku, disetiap lamunanku. Bahkan saat aku melukis selalu wajah ibuku yang ada di hadapanku. Ada apa dengan diriku? Di satu sisi aku membencinya di sisi lain wajah ibu selalu muncul di hadapanku.  Aku tak habis berpikir.  Tiba-tiba terdengar suara bel di depan, bunda sedang tak ada di rumah. Semenjak ayah meninggal bunda meneruskan usaha ayah. Aku membukakan pintu. Seorang ibu ada di hadapanku.

"Riska?" tanyanya. Aku mengangguk.

"Boleh aku masuk?" Aku mempersilahkan masuk. Ibu itu menyerahkan kotak merah kepadaku.

"Itu dari ibumu, Riska. Dia sangat menyayangimu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun