Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lelah

16 November 2018   03:46 Diperbarui: 16 November 2018   04:08 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.pixabay.com

Hari ini sesi pemotretan sudah selesai. Santi menghela nafas dan merebahkan tubuhnya berbaring sebentar. Tubuhnya seperti remuk redam. Dirinya sudah meminta cuti. Ingin pulang terlebih dulu ke kampungnya untuk mengistirahatkan tubuhnya. Tapi si brengsek Budi terus saja memintanya untuk memenuhi jadwal kerja yang tak pernah habis.

            "Eh, malah tidur, cepet, sebentar lagi kan kamu harus acara di televisi,"tegur Budi.

            "Duh, Bud, apa kamu gak petnah membolehkan aku istirahat?" Santi bangkit . Dengan perasaan kesal dia mengambil tasnya dan berkemas untuk berangkat ke statsiun televisi. Ini mungkin yang diharapkan dari dulu? Dia tak menyangka menjadi artis seperti jadi budak. Pekerjaan yang menumpuk tanpa jeda membuat tubuhnya mulai lelah. Tapi ini kan sudah jadi cita-icta dirinya untuk menjadi artis terkenal.

Santi memang punya cita-ciat jadi artis. Dia melihat betapa enaknya menjadi artis. Hidupnya gak pernah kesusahan.  Dan cita-cita memang terwujud. Melalui suatu agensi dia mendaftarkan diri menjadi artis. Dia pertama kali hanya mendapatkan tawaran kecil-kecil saja, bahkan untuk membayar kos di Jakarta saja susah dengan job yang sedikit. Tapi Santi baru tahu dari Indah yang bisa mendapat banyak pekerjaan, karena ada sesuatu yang harus diberikan.

            "Uang?" tanyanya . Indah menggeleng. Indah membisikan sesuatu di telinganya. Santi tercenung, dirinya harus bisa melayani bos agensi ini untuk bisa dapat job?. Awalnya dia tak mau tapi hidupnya makin terhimpit , sedang job jarang datang menghampirinya. Sampai akhirnya dia menghampiri pak Sutra untuk meminta job yang lebih besar. Memang ada syaratnya. Tapi apa mau dikata impiannya harus terwujud dan dia harus ada dalam pelukan .Dia menngenyampingkan rasa jijiknya agar dia bisa mendapatkan jobnya. Tapi memang rejekinya dia sudah datang.  Namanya melambung dan job mengalir tanpa batas, membuatnya tak bisa istirahat. Dirinya juga sebagai sumber pemasukan bagi pak Sutra. Tanpa jeda , Santi harus mengikuti jadwal yang sudah dibuat Budi manajernya.  Rasanya ingin istirahat sejenak.

Walau kehdiupan dirinya sudah bagus. Rumah di kampungnya sudah dia betulkan menjadi rumah mewah. Hidupnya di apartemen indah tapi Santi merasa kesepian. Hdiupnya monoton, tak ada teman . Hidupnya masih dalam naungan pak Sutra. Tubuhnya masih dalam dekapan pak Sutra. Untuk jatuh cinatapun Santi takut. Dia mulai terkekang dengan banyak aturan pak Sutra. Beban hidunya mulai tearsa berat. Apa yang diharapkan dari jadi artis ternyata omong kosong. Suasana kekeluargaan dari keluarganya tak ada lagi. Ibunya bolak balik minta uang untuk banyak hal, belum saudaranya mau hajatana atau mau apalagi minta dari dirinya. Semua memeras dirinya. Lalu hidupnya untuk siapa? Buat dirinya sendiri saja tak ada. . Dia sudah terjebak. Terjebak. Betul-betul terjebak. Santi ingin keluar dari semuanya tapi apa yang harus dia lakukan?

            "Aku gak mau. Kamu tahu kan, aku masih harus menyelesaikan sinetron ini. Kenapa kamu ambil lagi?"

            "Santi, ini kesempatan. Ini film bakal bagus, lihat skenarionya bagus. Kamu bakal terkenal lagi."tukas Budi.

            "Pokoknya aku gak mau. Aku lelah.

            "Kalau ingin mencapai sesuatu memang harus kerja keras Santi."

            "Pokoknya aku gak, mau. Ini bukan kerja keras tapi kerja rodi. Kamu pikir aku sapi perahan kalian. Aku tak diberi istirahat sedetikpun. Aku mau keluar dari manajemen ini,"teriak Santi sambil keluar dari ruangan. Santi pergi ke apartemennya. Dia ingin istirahat. Peduli apa dia harus menyeelsaikan sinetronnya. Pak Sutra datang untuk membujuknya. Tapi dia tetap tak mau. Pak Sutar mulai merangkul dirinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun