"Syarat pertama politik bukanlah kecerdasan atau stamina, tetapi kesabaran. Politik adalah permainan jangka panjang dan kura-kura biasanya akan mengalahkan kelinci."
Satu tanda besar PDI-P berpotensi mengekor di Pilpres 2024, dengan diperintahkannya Puan Maharani Ketua DPP PDI-P dan Ketua DPR RI menemui para Ketua Umum (Ketum) Partai Politik (Parpol), oleh Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputeri, yang juga ibu kandungnya.
Pertanyaannya, kenapa baru sekarang blusukan? Bisa dipastikan dalam analisa politik sederhana, bahwa rencana atau keinginan Puan mau jadi capres muncul belakangan pasca Ganjar bergerak. Mulailah muncul resistensi terhadap Ganjar. Semua jadi bingung, termasuk Presiden Jokowi.
Makanya Puan dipaksa oleh Megawati blusukan. Inilah yang membuat Megawati dan elit-elit PDI-P sepertinya gagap bila ada yang bertanya tentang siapa capres PDI-P. Hanya sebuah jawaban klize saja.
Sebelumnya, Puan hanya dipersiapkan jadi cawapres guna berpasangan Prabowo Subianto (kalkulasi bergabungnya Partai Gerindra di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf). Penulis sudah bahas sebelumnya di "Prabowo-Puan Pasangan Paling Berpeluang di Pilpres 2024".
Catat!!! Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI, sebuah jabatan sungguh sangat terhormat, mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Kondisi ini terbalik dari biasanya, PDI-P pemenang Pemilu 2019, koq repot sekali menemui para Ketum Parpol dibawah level PDI-P?! Jelas merendah demi tujuan hanya ingin menemukan adanya elit yang potensi mau jadi pasangannya sebagai cawapres.
Seharusnya PDI-P didatangi, namanya saja pemenang Pemilu 2019 dan terlebih sebagai pemegang kendali pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, dan juga satu-satunya Parpol yang mencapai presidential threshold 20 persen.Â
Kurang apa coba? PDI-P full power, tapi senyatanya rendah banget dengan strategi atau manuver Puan mengunjungi para ketua-ketua parpol. Di satu sisi ada kadernya, Ganjar Pranowo yang punya elektabilitas tinggi?.
PDI-P yang selama ini dikenal hebat dalam pengkaderan dan menghargai perjuangan kader. Namun senyatanya, karena sebuah ambisi besar darah biru PDI-P, maka semuanya luluh ditelan syahwat duniawi.Â
Inilah yang penulis sebut sebagai kuasa elitabilitas mematikan elektabilitas, pernah juga penulis posting di "Elitabilitas Tolak Elektabilitas Pilpres 2024, Beranikah PDI-P Melewati Batas?".
Termasuk, Puan diperintah ke daerah-daerah di seluruh Indonesia untuk menemui kader PDI-P, jelas tujuannya untuk menambah rating elektabilitas serta dukungan moral dari kader PDI-P.
Tapi ada hal ganjil dalam blusukan Puan ke daerah saat ke Semarang, tidak menghadirkan Ganjar. Mana wibawa Puan sebagai Ketua DPR RI???.
Sangat kurang elok, dan publik menilai PDI-P tidak profesional berpolitik alias cengeng dan tidak dewasa dalam politik. Mana bisa dijadikan pemimpin bangsa kalau sikap demikian.
Karena dengan tidak menghadirkan Ganjar di acara yang dihadiri Puan, itu sama saja mencoreng muka PDI-P sendiri, apalagi Ganjar selaku Gubernur Jawa Tengah.
Ingat!!! Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah berarti sebagai Wakil Pemerintah Pusat di daerah. Siapa itu pemerintah pusat? Ya Presiden dan DPR, nah Puan selaku Ketua DPR, berarti lecehkan dirinya???
Bila dianalisa dengan cermat, apa yang dilakukan Megawati dengan menyuruh Puan blusukan tersebut, sangat jelas bahwa Megawati sendiri menyadari bahwa Puan belum mampu menjadi capres.
Ayo Megawati selaku penguasa PDI-P segera merubah formasi dan strategi, berdamailah dengan Ganjar, demi atas nama Megawati selaku orang tua, Presiden RI ke-5. Terlebih jangan paksa rakyat untuk tidak mempercayai PDI-P.
Kembali rapikan PDI-P. Ada gejolak batin antar elit PDI-P. Megawati ini terima info yang bersifat subyektif, asal ibu senang (AIS) dari elit disekitarnya, demi menjatuhkan Ganjar.Â
Megawati terlena disini, karena tidak ada satupun elit PDI-P berani mengoreksi dan beri saran obyektif. Ahirnya semua informasi sifatnya subyektif dari anak buahnya, demi mendapat resfek dari Megawati agar dapat posisi atau jabatan.
Titip pesan untuk Megawati dan Puan agar bisa introspeksi terhadap kondisi internal elit PDI-P saat ini, yaitu "Kejujuran itu mahal, tidak bisa didapatkan dari orang murahan, bersikap manis tapi palsu mengakibatkan rasa sakit hati yang berlipat ganda dikemudian hari". Semoga bisa dicermati guna melakukan rekondisi, agar tidak terlalu parah, masih ada waktu.
Tanpa Ganjar, PDI-P Repot Cari Partner dan Kader Pecah
Benar bahwa PDI-P tanpa koalisi bisa mengusung pasangan capres-cawapres, karena memenuhi ambang batas pencapresan atau masuk kategori presidential threshold 20 persen.
Walau PDI-P memenuhi Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang tertulis bahwa pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
Namun PDI-P tetap harus berusaha menciptakan atau mengikuti koalisi, bila tidak, maka sudah pasti susah menuju kemenangan. Makanya kalau memaksa Puan menjadi capres, pasti susah menemukan cawapres yang mumpuni.
Ingat bahwa kondisi Pilpres 2024, akan ditrntukan oleh cawapres yang hebat, semua Capres yang ada hati-hati memilih cawapres. Penulis sudah beberapa bulan lalu pernah bahas kondisi ini, bisa baca artikel ini "Pilpres 2024: Cawapres Pegang Peran Penting, Salah Pilih, Kalah!".
Mau sendiri maju tanpa koalisi, lebih repot lagi menemukan cawapres yang bisa diterima oleh publik. Inilah disebut buah simalakama terhadap Megawati dan Puan bila meninggalkan Ganjar.
Karena sangat dipastikan, bila Megawati tinggalkan Ganjar, banyak kader PDI-P dan loyalis Ganjar serta Presiden Jokowi pasti berpaling ke pasangaan capres-cawapres lainnya.
Bukan main saat ini kondisi kebatinan Megawati dan para elit PDI-P sebenarnya sangat susah dan stres dengan adanya Puan memaksa diri maju sebagai capres.
Seandainya Megawati mengikuti realitas politik tanpa ambisius - elitabilitas - ingin majukan Puan sebagai capres, Puan tidak perlu repot dan bikin malu keliling daerah dan temui para Parpol yang suaranya dibawah dari PDI-P.
Blusukan, itukan menurunkan reputasi PDIP dan terlebih sebagai Ketua DPR RI, sampai meninggalkan tugasnya di Senayan. Ini semua tidak benar, mendahulukan Pilpres daripada tugas sebagai pimpinan atau Ketua DPR, wakil rakyat yang terhormat?!.
Coba kalau Megawati dan Puan sadar untuk berkaca pada realitas dan harga diri PDI-P, apa yang harus dilakukan tanpa susah payah blusukan, yaitu:
- 1. Adakan penjaringan internal kader dan/atau diperluas non kader untuk memilih capres-cawapres, baru finalisasi dengan hak prerogatif Megawati.Â
- 2. Hak prerogatif Megawati ini kan lucu, tidak ada penjaringan. Langsung seenaknya memilih. Ilmu politik dari mana itu?
- 3. Apresiasi perjuangan Ganjar yang sudah berada pada posisi elektabilitas yang tinggi.
- 4. Fokus Puan sebagai cawapres dan Ganjar capres, maka Jokowi dan Mega akur.
- 5. Puan sebagai cawapres dan Prabowo capres, maka Jokowi, Mega dan Prabowo akur. Pilihan poin empat, maka paslon dua pasang di Pilpres 2024.
Kecuali poin dua, poin satu, tiga, empat dan lima, itu baru masuk kategori pembelajaran politik beretika dan edukasi demokrasi yang benar. Baik pada kadernya maupun pada masyarakat, ini koq elit PDI-P menyindir terus Ganjar.
Harga diri Ketum PDI-P Megawati tetap terjaga, daripada kondisinya saat ini memaksa Puan untuk dijadikan capres. Walau sekiranya Puan bisa menang, tetap negara ini akan tidak stabil, karena rakyat tidak akan percaya pada presidennya.
Karena menurut penulis bahwa bukan Megawati yang ngotot, tapi Puan yang ambisius melebihi kemampuannya untuk jadi capres 2024. Puan pasti merengek sama Megawati agar didukung jadi capres.
Kalau Puan tetap ngotot mau jadi capres, diprediksi akan menjadi follower Pilpres 2024 dan akan mengekor atau memaksa diri berkoalisi, itupun susah memimpin koalisi, akan jadi ekor koalisi. Potensi di Pilpres akan kalah karena di Pemilu sudah digembosi lebih duluan sebelum Pilpres.
Bagaimana pendapat Anda?
Bandung, 9 Oktober 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI