"Dalam membangkitkan kearifan lokal Indonesia, pemerintah perlu memberi proteksi dan subsidi untuk mendapatkan legal formal atas hak kekayaan intelektual untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif, juga berfungsi sebagai nation branding sekaligus competitive advantage bagi suatu negara." H. Asrul Hoesein, Founder Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Indonesia.
Selama ini di Indonesia, ide kreatif atau penemuan atas hak intelektual seseorang kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah, sehingga anak-anak bangsa kurang bergairah atau termotivasi untuk terus meningkatkan kreatifitasnya.
Ahirnya banyak anak-anak cerdas bangsa Indonesia yang lahir dari desa hijrah ke luar negeri demi untuk mendapatkan perlindungan dan penghargaan atas hak kekayaan intelektual atau intellectual property (IP) yang dimilikinya.
Kekayaan intelektual ini perlu mendapat perlindungan dan dukungan dari pemerintah atas kreatifitas yang timbul atau lahir karena kemampuan kecerdasan manusia melalui daya cipta, rasa, dan karsanya dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Baca juga:Â Hak Kekayaan Intelektual Kunci Gerakkan Ekonomi Kreatif
Semua yang diungkapkan dalam bentuk ciptaan atau penemuan, orang menyebutnya hak atas kekayaan intelektual - HAKI - sebagai kekayaan yang melekat pada pemiliknya, bersifat tetap, dan eksklusif.
Di Indonesia apresiasi terhadap hak atas kekayaan intelektual masih sangat rendah, sehingga masih banyak kalangan menganggap hak kekayaan intelektual ini tidak diperlukan untuk mendapat keabsahan - legal formal - dari negara.
Ada juga yang tidak perlu didaftarkan seperti hak cipta karena begitu ciptaan terwujud misalnya: artikel, buku, makalah, powerpoint, dan lain-lain, otomatis hak itu sudah melekat pada ciptaannya. Artinya bila ada yang melanggar pencipta dapat membuktikan hasil ciptaannya, jadi hak cipta tersebut tidak perlu didaftarkan.
Baca juga:Â Jokowi Teken PP 24/2022, Pelaku Ekonomi Kreatif Bisa Dapat Insentif Fiskal dan Non-fiskal