Mohon tunggu...
Hasonangan Nasution
Hasonangan Nasution Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pencari

tak henti mencari......

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Kampung Kami, Setiap Hari adalah Musim Hajatan

10 Maret 2015   10:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kampung kami sedikit unik.  Dĩ kampung kami  ini mayoritas penduduk lelaki usia produktifnya  pergi merantau ke kota untuk mencari nafkah. Ada yang menjadi pengusaha, bergelut  di dunia politik, PNS, Paramedis, guru.  Dan, ini paling banyak;  menjadi pekerja bangunan. Meski banyak yang pergi merantau kampung ini selalu terlihat sibuk. Mobil omprengan (moda angkutan tidak resmi) selalu keluar masuk kampung mengangkut warga yang berangkat ke kota dan yang mudik ke kampung. Setiap hari panggung hiburan mudah ditemui berpindah dari  halaman rumah warga yang satu ke halaman rumah warga yang lainnya. Setiap malam juga siang selalu saja terdengar alunan musik; dangdut, pop, tarling, degung jaipong dari panggung yang berpindah pindah. Arak arakan bujang sunat di atas tandu berhias kerap menjadi tontonan.

Kampung kami memang unik.  ϑĩ kampung ini setiap hari ada hajatan. Itu lah mengapa para perantau harus mudik meski bukan lebaran. Itulah mengapa setiap hari panggung hiburan tak pernah berhenti. Arak arakan selalu menyusuri lorong kampung. Ada saja yang membuat warga merasa harus melaksanakan hajatan. Menikahkan anak, sunatan, gusaran. Dan, ini trend baru dan musiman, ratiban atau selamatan warga yang akan berangkat haji. Formatnya sedikit berbeda; nuansa ritualnya lebih terasa. Ada pengajian.  Tamu undangan pun terlihat berpakain muslim. Tapi tetap saja hajatan.

Kampung kami  memang sedikit unik.
Hajatan adalah pesta. Layaknya sebuah pesta, selalu ada kegembiraan dan keceriaan  ϑĩ sana. Sayangnya  ϑĩ kampung kami hajatan tidaklah selalu menimbulkan keceriaan. Seorang ibu sedang gusar menunggu kiriman uang dari suaminya yang sedang bekerja sebagai pekerja bangunan  ϑĩ kota. Persediaan bihun warna biru dan kripik pisang "mak wen" sudah menipis, meski stok beras sisa panen terakhir masih ada. Sementara satu minggu ke depan ada beberapa tetangga yangakan hajatan, dan  mesti didatangi. Adalah mustahil datang ke hajatan tanpa membawa beras dan "tumpangan" nya. Amplop tidak lazim dalam tradisi hajatan kami.

Kampung kami memang unik.  ϑĩ kampung kami alangkah repotnya  kondangan hajatan. Keluhan ibu ibu tentang banyaknya kondangan hajatan sangat lazim terdengar. Saya pernah bergurau; bahwa seharusnya status pekerjaan yg tertulis pada KTP warga kami diganti. Bukan bertani, pns atau profesi lainnya, tetapi.... kondangan.
Sesungguhnyalah hajatan  ϑĩ kampung kami biasa biasa saja dari sisi pelaksanaannya. yang tidak biasa adalah intensitasnya. Tentu akan menyenangkan bila sebulan sekali dapat berkumpul bersilaturahim  ϑĩ rumah kerabat yang sedang hajatan. Tapi, bagaimana bila kondangan hajatan itu seminggu sekali, atau tiga sampai empat kali seminggu. Bahkan pada waktu tertentu bisa mendatangi hajatan  ke empat tempat dalam sehari.  Bisa dibayangkan berapa biaya yang mesti dikeluarkan serta berapa banyak waktu yang harus diluangkan untuk kondangan hajatan. Bisa dibayangkan juga betapa repotnya 'Kuwu', Sekdes dan Pamong dalam membagi waktu dan dana untuk kondangan warganya.

Nyatalah kini bahwa sesungguhnya hajatan telah membawa masalah bagi kami. Pernah beberapa tahun lalu dibuatkan PerDes (Peraturan Desa) yang mengatur tentang hajatan. Sayangnya hanya efektif dalam beberapa waktu saja.

Uniknya lagi, meski ketika mendapatkan undangan kami mengeluh, tentu tidak  ϑĩ depan pengirim undangan, tapi bila "giliran" kami berada pada kondisi “harus” melaksanakan hajatan, tak satu pun kami mampu menolaknya. Meski harus dengan berhutang, kami akan melaksanakan hajatan; mengundang sanak kerabat dan para tetangga untuk hadir. lupa bahwa baru kemaren kami mengeluh betapa repotnya mendatangi hajatan. Begitulah kampung kami, tiada hari tanpa  hajatan.

Kampung kami memang unik. Secara geografis kampung kami berada di propinsi Jawa Tengah tapi bahasa sehari hari kami bahasa sunda; bahasa orang Jawa Barat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun