Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan untuk singgah di Masjid Baitul Ihsan Al Insyirah, yang terletak di Kampus Institut Kesehatan dan Teknologi Al Insyirah di Jalan Parit Indah, Pekanbaru. Pengalaman ini membuat saya merenungkan betapa pentingnya keberadaan masjid ini, tidak hanya untuk mahasiswa, tetapi juga untuk masyarakat sekitar. Masjid ini memiliki peran yang signifikan dalam mempromosikan kampus, dan saya ingin berbagi sedikit tentang pengalaman saya.
Saat memasuki area masjid, saya langsung merasakan suasana yang menyejukkan. Masjid yang ramah lingkungan dan hemat energi karena tidak ada pendingin ruangan seperti AC. Â Masjid ini cukup luas dan memiliki fasilitas parkir yang memadai untuk kendaraan roda dua maupun roda empat.Â
Tentunya ini sangat memudahkan bagi masyarakat yang ingin singgah, baik untuk menunaikan salat maupun sekadar beristirahat sejenak. Terutama bagi pengendara luar kota yang mungkin lelah dalam perjalanan, masjid ini menjadi tempat yang ideal untuk beristirahat, bahkan untuk buang air kecil atau besar.
Keberadaan masjid yang terbuka untuk umum seperti ini sangat menguntungkan. Tidak hanya memberikan ruang bagi masyarakat untuk beribadah, tetapi juga menjadikan masjid sebagai bagian integral dari komunitas.Â
Saya teringat saat saya kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, di mana masjid kampus juga terbuka untuk umum tanpa perlu melewati pemeriksaan ketat dan tidak ada gerbang khusus, nama masjidnya Al-Furqon. Sama juga seperti Masjid Salman di ITB, Masjid Akramunnas UR juga terbuka untuk umum. Ini tentunya menarik untuk dibahas.
Mengapa saya mengapresiasi ini? Karena ada kampus lain yang lebih eksklusif, membatasi akses masjid hanya untuk mahasiswa dan dosen saja. Sebut saja Masjid Al-Jami'ah UIN SUSKA Riau, masjidnya jauh kedalam area kampus, tidak banyak masyarakat umum bisa masuk ke masjid kampus ini.
Masjid dengan model tertutup dan jauh dari interaksi dengan masyarakat akan menyebabkan masjid tidak ramai selama 5 waktu sholat. Hanya akan ramai ketika jam kampus saja. Akibatnya masjid akan kesulitan pendanaan operasional dari infak yang diberikan oleh masyarakat. Kesulitan melakukan perbaikan ataupun renovasi masjid.Â
Dampaknya bisa kita lihat seperti saat ini, Masjid Al-Jami'ah UIN SUSKA Riau jika dilihat dari kejauhan seperti masjid rusak dengan pembangunan mangkrak. Masjid itu seharusnya bisa berdiri sendiri tanpa anggaran kampus jika lokasinya sesuai dan dekat dengan masyarakat.
Semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi UIN SUSKA Riau dan Institut Kesehatan dan Teknologi Al Insyirah bagaimana membangun masjid kampus yang baik dan terencana dengan matang. Dokumentasi masjid UIN SUSKA Riau bisa dilihat pada video ini.
Dengan model keterbukaan seperti yang diterapkan di Masjid Baitul Ihsan Al Insyirah, kampus ini secara tidak langsung mempromosikan dirinya kepada masyarakat. Siapa pun yang datang dapat merasakan kenyamanan dan kedamaian di masjid ini. Saya yakin, dengan cara ini, Institut Kesehatan dan Teknologi Al Insyirah akan semakin dikenal dan dihargai oleh warga sekitar.