Mohon tunggu...
Pak STO
Pak STO Mohon Tunggu... -

Salesman | penikmat dan pencinta bola | menyukai pariwisata | suka nulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Barito Putera, Target Juara di Usia Ke-30

29 April 2018   20:45 Diperbarui: 29 April 2018   21:00 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skuat Barito Putera 1994/1995 (dok. Tabloid Bola)

Sore itu, Jumat 28 Juli 1995, suasana Kota Banjarmasin relatif sepi. Konon sebagian masyarakat sedang menyaksikan semi final Liga Indonesia I (Liga Dunhill) yang disiarkan langsung sebuah televisi swasta. 

Sebegitu menarikkah pertandingan sore itu sehingga menyedot animo masyarakat kota Seribu Sungai ? Ya, sore itu yang bertanding adalah klub kebanggaan Banua, Barito Putera. Yang menjadi lawan di semifinal adalah klub kuat di era perserikatan yaitu Persib Bandung.

Setelah berhasil menyingkirkan klub bertabur bintang Pelita Jaya dan juga Bandung Raya pada 8 besar Grup A Ligina I, mimpi masyarakat Kalimantan Selatan seakan melambung. 

Barito Putera yang kala itu dibesut pelatih Daniel Rukito dianggap sebagai "bayi ajaib" yang siap berprestasi pada gelaran Ligina  (Liga Indonesia) I itu. Pada laga semifinal, Barito menghadapi Persib Bandung sedangkan jagoan Kalimantan lainnya yaitu Pupuk Kaltim Bontang melawan Petrokimia Putra.

Dengan skuat terbaiknya kala itu, Abdillah yang asli Martapura pada posisi penjaga gawang, Alm. Saiman di belakang, Salahudin di kiri, Yusuf Luluporo di Kanan, Fahmi Amirudin dan Roni Arifin di tengah, Frans Sinatra Huwae, Heriansyah, Albert Korano, Dasrul Bachri, dan sang striker Joko Heriyanto benar-benar melambungkan impian masyarakat Kalimantan Selatan untuk meraih juara pada Ligina I..

Laga semifinal sore itu dipimpin oleh wasit kontroversial bernama Khairul Agil. Tentang wasit ini, bahkan saking kontroversialnya bagi warga Kalsel, suatu ketika di medio 2017 saya mengikuti pengajian di sebuah kampung di salah satu sudut Kota Banjarmasin. 

Sang Ustadz yang sudah setengah baya bahkan menceritakan dengan detil kejadian pertandingan 22 tahun lalu itu dengan sedikit nada kemarahan. Beberapa jamaah yang saat kejadian belum lahir hanya terbengong dengan cerita pak ustadz. Saya kira memang bisa dipahami bagaimana sakit hatinya warga Kalsel pada wasit yang satu ini.

Kembali ke pertandingan. Pada pertandingan tersebut, 2 gol Barito Putera ke gawang Persib dianulir  dengan alasan offside. Dibawah tekanan puluhan ribu bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan waktu itu, dibawah sorot kamera sebuah stasiun televisi yang menyiarkan secara langsung, perjuangan Laskar Antasari terhenti oleh gol Kekey Zakaria. 

Barito Putera takluk 0-1 dari Persib Bandung. Akhirnya Barito Putera harus merelakan tiket Final Ligina I ke tangan Persib Bandung yang akhirnya sukses menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra yang kala itu diperkuat duet Jacksen F Tiago dan Carlos De Mello,  juga dengan skor 1-0 yang dicetak oleh Sutiono Lamso.

Barito Putera kalah dengan kepala tegak. Gelar juara tanpa mahkota disematkan oleh fans yang menunggu di bandara Syamsudin Noor dan mengaraknya hingga Kota Banjarmasin yang berjarak sekitar 30 kilometer.

Itulah memori 23 tahun lalu, dan itu juga prestasi tertinggi yang pernah digapai Laskar Antasari di kasta tertinggi kancah persepakbolaan nasional

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun