Mohon tunggu...
Harsi Nastiti
Harsi Nastiti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

"passion" must have item and "pray" must to do in everytime and everywhere

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dikte!

5 Desember 2012   08:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:09 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kupikir saat kuliah adalah saat dimana kita tidak terlalu "rajin" belajar dan membaca di kelas. Artinya, belajar dan membaca bisa dimana saja.  Kupikir juga bahwa pembelajaran di kelas akan sangat variatif ketimbang waktu SMA ataupun SMP. Jadi, bisa ada diskusi, debat, membuat seminar kelas, kerja kelompok di luar kelas setelah itu konsultasi ke dosen, tugas mandiri membuat paper atau makalah dan lain-lain. Ya, memang ada yang seperti itu, namun ternyata ada metode pembelajaran di kelas yang menurutku; untuk diterapkan lagi saat kuliah akan sangat membosankan. DIKTE itulah namanya.

Salah seorang dosen di prodiku masih menggunakan metode pembelajaran yang "jadul" itu. Dan maaf ya..kalau aku bisa bilang terkadang metode seperti itu akan menghambat kreativitas mahasiswa untuk bisa mengaplikasikan kemampuan bicara atau berpendapat. Itu sih...kalau dosennya udah pakai metode DIKTE tapi, juga ga memberi kesempatan bagi mahasiswanya buat mengajukan pertanyaan. Muluuuus aja terus, lempeng, dari A sampai Z dikte terus. Begitulah dia.

Tidak hanya aku yang merasakannya, teman-teman pun juga merasakan hal yang sama. Kadang keluhan macam-macam muncul ketika durasi di kelas dikte itu lama. Ada saja kata-kata "Capek, ah!", "Cuma bolak-balik aja temanya", "Ni bener-bener matiin pikiran kita buat ngasih komentar, la wong nulis terus, kalo ujian juga harus sama dengan yang didikte-in", dan keluhan lain-lain. Memang benar, dan kuakui saja, untuk model mahasiswa sekarang yang cukup kritis, metode dikte sangatlah kurang pas. Apalagi kalau ujian harus sama persis dengan yang ada di teks. Walhasil, kemampuan berpendapat  teman-teman jadi sedikit terhambat. Sedikit...karena di sisi lain DIKTE ada sisi-sisi positifnya, (menurutku):

Pertama, mungkin memang benar menghambat kemampuan mahasiswa dalam mengutarakan pendapat (untuk kasus dosen yang semacam itu) karena tak selamanya mahasiswa betah buat didikte. Tapi, dikte pun sebenarnya melatih mahasiswa sendiri untuk belajar mendengarkan dan menulis. Menulis? Iya, kupikir banyak mahasiswa yang mau membaca namun, untuk menulis terkadang malas. Nah, dengan dikte ini sedikit mendorong kemauan mahasiswa untuk menulis (walau harus menuruti apa yang dikatakan oleh si pendikte)

Kedua, melatih kepekaan. Ketika didiktekan sebuah teks dari dosen, tak jarang ada mahasiswa yang tertinggal menulis teks itu. Mau tak mau teman yang di sampingnya juga (harus) menolong; memberi kopian tulisannya kepada si teman.

Ketiga, belajar mendengar. Adakalanya saking merasa dirinya kritis atau mungkin bisa kusebut "sok tahu" mahasiswa ga mau dengerin atau cuek dengan omongan orang lain. Sama halnya dengan mengikuti belajar metode dikte. Dengan itu mahasiswa akan bersabar untuk mendengarkan apa yang dikatakan dosen.

So, tak selamanya pendapat tentang dikte ini bagiku buruk. Sesuatu itu pasti ada sisi positifnya kan?

Mungkin untuk saat ini yang bisa dilakukan oleh teman-temanku dan aku hanyalah bersabar menikmati "dikte" ini. Karena hidup ini ga nikmat kalau hanya berjalan sesuai idealisme kita. Termasuk "dikte", mungkin saja nantinya ia akan mengisi kenanganku bersama teman-teman selepas kuliah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun