Italy sepertinya tidak pernah putus dalam hal meregenerasi atlet tenis dari negara asal Pizza itu. Setelah Andrea Seppi (mantan rangking 18 dunia) dan Fabio Fognini (mantan rangking 9 dunia) sudah mulai menurun performa-nya, kemudian muncul Matteo Berettini, Jannik Sinner, Lorenzo Sonego dan Lorenzo Musetti yang menunjukkan penampilan yang cukup cemerlang di lapangan.
Matteo Berettini tergolong pesat menanjak pesat dan langsung menduduki tahta petenis nomor satu Italy. Dengan pencapaian tertinggi menjadi rangking nomor 6 dunia, dan juga finalis Wimbledon 2021 (kalah dari Novak Djokovic), Berettini tampak cukup menjanjikan untuk mampu menggusur siapa saja yang ada di barisan petenis elit dunia. Namun apa daya, cedera yang berkepanjangan sehingga terpaksa melewatkan beberapa turnamen penting membuat posisi Berettini perlahan tapi pasti mulai rontok.
Sayangnya duo Lorenzo yakni Sonego dan Musetti juga masih belum konsisten mengembangkan permainan. Terkadang bermain sangat bagus, terkadang melempem.
Adalah Jannik Sinner yang pada awalnya cukup mencuri perhatian sebagai pemain muda yang potensial. Di awal kemunculannya sudah langsung menjadi kampiun Next Gen ATP, turnamen khusus untuk petenis putra yang masih berusia di bawah 21 tahun. Pada saat juara, usia Sinner masih 19 tahun, mengalahkan sesama petenis muda asal Australia:Â Alex deMinaour, di final.
Namun kemudian perkembangan karir dan prestasi Sinner seperti berjalan lambat dan tertatih-tatih. Pamor Sinner pun tersalip oleh dua rising star yang berusia lebih muda: Carlos Alcaraz (Spanyol) dan Holge Rune (Denmark).
Dengan sangat cepat kedua pemuda ini tanpa tedeng aling langsung menyeruak barisan top 10 dunia melampaui Sinner yang masih berjibaku untuk bisa menembus top 10 dunia. Sehingga untuk sementara Sinner sempat terlupakan sebagai petenis muda potensial, dimana perhatian dunia tertuju pada Alcaraz yang kemudian mencicipi status sebagai petenis nomor satu dunia dan juga gelar juara di dua turnamen grand slam: US Open 2022 & Wimbledon 2023.
Namun kiranya Sinner bekerja dalam senyap membenahi faktor lain penting dalam tennis selain kemampuan teknis, yaitu psikis. Sinner yang biasanya gamang saat berada di posisi kritis atau terpojok di lapangan, kini sudah mulai mampu membalikkan keadaan. Sinner mulai mampu mengkonversi set point lawan menjadi break point untuk dirinya, juga berani memutar haluan posisi bertahan menjadi menyerang.
Sepanjang tahun 2023, pria yang ayahnya adalah seorang chef ini mulai menunjukkan perkembangan yang signifikan. Di turnamen China Open di Beijing dia berhasil tembus sampai ke final, bahkan sampai menjadi juara mengalahkan Daniil Medvedev lewat pertarungan sengit dan ketat yang harus diselesaikan lewat tie break. Medvedev adalah petenis nomor 3 dunia asal Rusia, yang sepanjang karirnya belum pernah dia kalahkan.
Keduanya berjumpa lagi di final Austria Open di kota Wina, dan lagi-lagi Sinner keluar sebagai juara sekaligus mencatat rekor kemenangan dua kali berturut-turut atas Medvedev yang rangkingnya masih di atas Sinner.
Di turnamen Paris Master bulan Oktober lalu, Sinner berpeluang menjadi juara jika saja dia tidak memilih mundur dari putaran perempat final akibat waktu yang terlalu mepet dengan pertandingan berikutnya. Sinner hanya punya waktu dua belas jam saja dari pertandingan terakhir dengan pertandingan berikutnya. Tentu durasi yang terlampau singkat untuk istirahat dan latihan sebelum masuk ke pertandingan selanjutnya. Dia pun memilih melepas peluang juara Paris Master dan mempersiapkan diri untuk ATP Final di kota Turin, negara asalnya: Italy.
ATP Final adalah turnamen penting akhir tahun yang hanya mempertandingkan delapan petenis terbaik dunia yang saat ini sedang berlangsung. Ini adalah penampilan pertama Sinner karena baru tahun ini Sinner lolos sebagai hasil keberhasilan mencapai rangking tertinggi dalam sejarah karirnya, yaitu rangking 4 dunia.
Di ATP Final tahun ini, Sinner berada di Green Group, satu group dengan Novak Djokovic (nomor 1 dunia dari Serbia), Stefano Tsitsipas (nomor 6 dunia dari Yunani) dan Holge Rune (nomor 8 dunia). Mereka berempat ini akan bertanding untuk saling mengalahkan demi merebut tiket ke semi final. Di Red Group ada Carlos Alcaraz (nomor 2 dunia), Daniil Medvedev (nomor 3 dunia), Andrey Rublev (nomor 5 dunia, asal Rusia) dan Alexander Zverev (nomor 7 dunia, asal Jerman).
Keputusan Sinner untuk mundur dari Paris Master nyatanya cukup menghasilkan buah manis. Untuk pertama kalinya Sinner berhasil menundukkan Novak Djokovic dalam duel sengit 3 set saat bertarung di putaran kedua penyisihan group, dimana Djokovic juga merupakan salah satu petenis yang belum pernah dia kalahkan sebelumnya. Sebelumnya, di putaran pertama Sinner juga sudah menjinakkan Stefano Tsitsipas dalam pertarungan dua set yang awal tahun ini mengalahkan Sinner dalam pertarugan 5 set di perempat final Australia Open.
Di putaran ketiga, Sinner lagi-lagi menjungkalkan petenis yang juga belum pernah dia kalahkan. Dia adalah Holge Rune, berusia 2 tahun lebih muda dari Sinner, yang permainannya beberapa bulan terakhir ini sedikit menurun, dan kini dilatih oleh petenis legendaris dari Jerman: Borris Becker.
Kemenangan ini sekaligus mengubur mimpi Rune untuk maju ke semi final, karena dari group hijau yang akhirnya lolos adalah Sinner & Djokovic.
Langkah Sinner menuju semi final semuanya didapat melalui kemenangan tanpa pernah mengalami kekalahan, sehingga Sinner berstatus juara dari group hijau yang nanti di semi final akan akan berhadapan dengan runner up group merah (antara Alcaraz atau Zverev) untuk memperebutkan tempat di final.
Bermain di negara sendiri jelas memberi keuntungan untuk Sinner karena akan mendapat dukungan penuh dari hampir seluruh penonton. Dari sisi penonton, menyaksikan Sinner bisa tampil di ATP Final bisa disebut sebagai kebanggaan nasional karena sebelumnya belum pernah ada petenis Italy yang bisa lolos sampai ke semi final ATP Final. Matteo Berettini pernah ikut bertanding di ATP Final 2021, tetapi kemudian mundur karena cidera.
Tidak seperti petenis profesional pada umumnya yang sudah berlatih tenis sejak masih anak-anak, Sinner baru memutuskan untuk mulai berlatih tenis di usia 11 tahun. Sebelumnya Sinner menggeluti olahraga ski. Pemuda berambut ginger kelahiran tahun 2001 ini adalah petenis muda yang kembali bersinar setelah sebelumnya sempat meredup.
Satu per satu nemesis yang selama menjadi penghalang langkahnya meraih gelar-gelar juara penting sudah ditaklukkannya. Pencapaian terbaiknya tahun ini adalah melaju ke semi final Wimbledon, salah satu grand slam tahunan yang digelar di Inggris, ditundukkan oleh Novak Djokovic.
Di luar tenis, Sinner adalah model dan ambassador rumah mode Gucci. Jangan salah menyangka bahwa Sinner adalah model yang menyambi jadi atlet. Tetapi sebaliknya, Sinner baru di-endorse oleh Gucci setelah menunjukkan prestasi besar di dunia tenis. Sama seperti Alcaraz yang juga kemudian bergabung dengan Louis Vuitton.
Bersama Alcaraz dan Rune, dia digadang-gadang menjadi The Next Big 3 menggantikan generasi The Big 3 sebelumnya, yaitu: Roger Federer ( petenis asal Swiss yang sudah pension), Rafael Nadal (petenis asal Spanyol yang untuk sementara vakum karena cedera) dan Novak Djokovic.
Rekannya sesama petenis muda: Alcaraz, meramalkan Sinner akan semakin bersinar di tahun 2024. Dengan penampilan yang semakin sempurna baik teknis maupun mental, bukan tidak mungkin gelar juara grand slam atau rangking 1 dunia akan mampu di genggam Sinner. Kita lihat saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H