Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mulailah dengan "Traffic Blues" untuk Segala Kemacetanmu Membaca Buku

19 Juni 2019   20:00 Diperbarui: 20 Juni 2019   03:13 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku "Traffic Blues" dengan efek Huji. (Dokumentasi Pribadi)

Kemarin sore (18/06) sebelum aku berangkat ke kantor dan mengambil buku "Traffic Blues" dari rak buku di perpus Teras Baca, tiba-tiba saja aku membayangkan banyak orang yang kebingungan hendak membaca apa setelah vakum lama tidak menyentuh buku.

Dan, tentu saja, aku membayangkan diriku sendiri di antara banyak orang tersebut.

Saranku: jika kamu termasuk dalam golongan tersebut, membaca "Traffic Blues" adalah pilihan yang tepat. Meski aku tidak menganjurkan sebagaimana dokter kepada pasiennya.

Namun, dari banyak orang itu, setidaknya aku masih bisa sedikit berbangga. Sebab, pasti, tidak banyak yang bisa dan/atau berkesempatan membaca "Traffic Blues".

Itu merupakan caraku saja untuk tidak menyebutnya sebuah keberuntungan. Mario Teguh, sekali waktu pernah mengingatkan itu: tidak ada manusia yang beruntung di dunia ini.

Tapi aku akan beritahu padamu alasannya.

Pertama, buku "Traffic Blues" tidak dijual bebas. Buku tersebut merupakan mahar nikah penulisnya kepada wanita yang ingin dipersuntingnya.

Jika kamu memiliki buku "Traffic Blues", besar kemungkinan kamu adalah orang yang diundang penulisnya dalam perayaan pernikahannya. Sebab, buku tersebut dijadikan suvenir untuk tamu undangan.

Kedua, jika kamu pernah membaca dari temanmu yang bahkan tidak ada hubungan sama sekali dengan penulisnya, entah teman atau siapapun, besar kemungkinan temanmu --atau, kamu-- mendapatkannya di toko buku bekas.

Penulisnya sendiri yang cerita kalau sekali waktu ada yang menemukan buku "Traffic Blues" di antara tumpukan buku bekas. Aku bisa memastikan, orang tersebut tak ayal menemukan harta karun yang tidak pernah terbayangkan.

Dan terakhir, ketiga, kamu merupakan orang-orang yang dipilih secara acak oleh istri penulis buku tersebut saat menemukan kardus berisikan buku-buku "Traffic Blues" ketika ia hendak pindah rumah.

Sisa buku tersebut lalu ditawarkan kepada khalayak umum, lewat Twitter miliknya seingatku, dengan mengirim surel nama dan alamat lengkap padanya dan ia yang memilihnya akan dijual ke siapa.

Tidak perlu menebak, aku termasuk golongan ketiga.

***

Meski banyak buku tipis yang bagus yang bisa dibaca setelah kekenyangan opor ayam dan ketupat lebaran, tapi tidak banyak buku-buku tersebut mampu merangsangmu untuk mengambil buku lain untuk lanjut membaca. Setidaknya itu yang aku alami. Namun tidak untuk "Traffic Blues".

Buku yang-mau-tidak-mau dirampungkan guna terlaksananya pernikahan ini jadi memiliki keluwesan, baik dalam bertutur atau topik cerita.

Tetapi aku tidak tahu cerita mana yang dikebut, tapi membaca "Kami Ikut Memperkosa" dan "Dua Fragmen tentang Payudara" jadi sesuatu rasa yang berbeda dari 11 cerita yang ada.

Baca: Setengah Lusin Buku (Tipis) Pilihan Untukmu yang Kekenyangan Ketupat dan Opor Ayam

Sedikit penulis yang mampu menuliskan perkosaan atau payudara dengan erotis tapi tidak mengundang birahi. Biasanya jika sudah membahas perkosaan, penulis terlalu dalam dan larut pada adegan.

Ia terlalu asyik dalam bagaimana perkosaan terjadi. Padahal yang terpenting dan dikaji dari perkosaan adalah bukan bagaimana ia memerkosa, tapi apa efek setelah perkosaan tersebut. Bagaimana nasib yang diperkosa? Bagaimana kondisi psikis korban pemerkosaan itu?

Bukan malah menceritakan dengan jelas dan saksama bagaimana pakaian disobek paksa, lalu kemaluan masuk seperti palu yang menghantam paku, dan keduanya justru menikmati kegiatan tersebut. Who care!!!

Kemudian membaca bahasan tentang payudara juga tak kalah menarik. Begini penulisnya membuat prolog:

Bagaimana payudara tampil dengan anggunnya, memainkan peranan yang tak pernah terbayangkan dalam lakon manapun yang pernah ditulis manusia.

Seperti yang tadi sempat kubahas, pada bagian ini kamu akan tahu rasanya erotis yang tidak mengandung birahi. Kamu akan terasa melihat --atau, membayangkan mungkin yha-- bagaimana ujung puting itu menyembul tanpa kata-kata ketika pakaiana kimono yang dikenakan dilepas.

Erotis itu seni, birahi itu abstraksi. Jadi ini merupakan dua hal yang berbeda. Kamu tidak butuh usaha lebih nan-sulit untuk membuat orang terangsang karena birahi, tapi memberi kemolekan erotis itu sulitnya bukan main.

Aku jadi ingat bagaimana Bang Rifky, co-founder komunitas stand-up indo bogor, pernah menceritakan bagaimana ia begitu terkesima pada tarian perut dan mampu menjelaskan dengan detil setiap gerakan tanpa memberiku celah untuk sekadar ngelonjor --ngelamun jorok.

***

Tapi buku ini memang memiliki citarasa kota metropolitan yang kental. Pilihannya hanya dua: (1) relate dengan apa yang biasa dirasakan orang-orang yang hidup dan mengidupi diri di kota metropolitan atau (2) memberi imajinasi kepada siapapun yang memiliki keinginan untuk mendatangi dan hidup di kota metropolitan.

Pada akhirnya di antara kedua pilihan tersebut, buku "Traffic Blues" memberimu kewarasan di tengah kegilaan kota metropolitan.

Kamu akan diberi imajinasi bagaimana menikmati kemacetan di tengah guyuran hujan di dalam bus sambil menonton video klip dan menenggak sekaleng bir atau selinting ganja. Kamu juga bisa membayangkan enaknya berbincang dengan orang yang tidak kamu kenal sambil berbagi sebatang cokelat. Lebih gilanya: kamu akan tahu bagaimana orang-orang kota metropolitan ini gemar menjalin hubungan yang sebenarnya tidak penting-penting amat untuk urusan yang tidak kalah tidak penting.

Jika kamu selesai membaca buku ini, entah dalam satu perjalanan menuju suatu tempat, kamu akan tahu nikmatnya membaca buku yang baik, yang layak dibaca. Sebab rasanya berbeda.

"Traffic Blues - Saat hujan deras dan jalanan menggenang", sebuah buku nikah yang (semoga) tak perlu diretur dan tak akan pernah diretur oleh Kang Zen RS kepada istrinya, Galuh Pangestri Larashati.

Pertanyaannya: jadi kapan aku bisa serius menulis buku agar supaya (bisa) meminang kamu? :)))

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun