Mohon tunggu...
Harry Ramdhani
Harry Ramdhani Mohon Tunggu... Teknisi - Immaterial Worker

sedang berusaha agar namanya di (((kata pengantar))) skripsi orang lain. | think globally act comedy | @_HarRam

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Srimenanti, Joko Pinurbo

15 Mei 2019   21:04 Diperbarui: 17 Mei 2019   09:25 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku bagus dari JokPin: Srimenanti.

1/
Seorang pemuda tiba-tiba dipukuli oleh beberapa kawanan orang di tempat umum. Tentu bukan tanpa sebab. Jadi, satu waktu setelah ia keluar bioskop menonton film, ia meneriaki orang-orang yang sedang antre dengan memberi spoiler film yang akan mereka tonton.

Kerumanan orang yang sedang menunggu giliran masuk biokop kesal. Maka habislah pemuda itu diamuk masa.

Aku bukan pemuda yang diamuk masa itu. Aku juga bukan masa yang ikut memukuli pemuda tadi. Tapi aku hanya ingin mengikuti apa yang dilakukan pemuda tadi: membuat spoiler sambil meneriaki kalian --dengan tulisan-- yang membaca.

Ini adalah spoiler tentang novel pertama Joko Pinurbo (JokPin), Srimenanti.

Jika kalian kesal setelah membaca ini dan bertemu denganku di satu tempat lalu ingin memukulku, silakan. Itulah yang aku cari. Itulah tujuan tulisan ini dibuat.

Memang hanya penggila film saja yang berhak kesal ketika menemukan spoiler. Permbaca buku juga berhak atas itu!!!

2/
Setidaknya ada 2 (dua) alasanku membeli buku terbarunya JokPin, Srimenanti, yaitu (1) karena itu bukunya JokPin dan (2) ingin tahu sejauh mana penyair menulis novel. Sederhana, bukan ingin membandingkan, akankah eksekusinya seperti Sapardi pada novel 'Hujan Bulan Juni'?

3/
Tidak ada yang keliru, tentu saja, dari caraku membeli buku karena sebelumnya telah menyukai dan/atau kenal lebih dulu karya-karya penulisnya. Setidaknya karena itulah aku memiliki batas atas dan bawah (setiap) karya terbarunya.

Yha. Biar bagaimanapun, tidak ada satu penulis, yang aku tahu, mampu menghasilkan karya-karya baik. Begitu juga dengan sebaliknya, tidak ada ada satu penulis yang karya-karya jelek. Itu wajar. Dan benar.

Pun, dengan alasan yang sama, memungkinkan aku untuk bisa memilih dan memilah karya mana yang akan aku beli atau tidak. Kalau ini tentu saja pembenaran. Alasannya tidak lain dan tidak bukan: aku tak selamanya punya uang.

Namun setiap ada rezeki akan aku upayakan merayakannya dengan buku atau karya-karya penulis kesukaanku. Setidaknya itu yang pasti.

4/
JokPin dan Sapardi. Keduanya penyair kesukaan. Jika diibaratkan, Sapardi itu legenda (hidup) sedangkan JokPin itu rockstar.

Oleh karena itulah aku penasaran sekali, lewat buku Srimenanti, bagaimana seorang rockstar bermain (atau memainkan, atau mempermainkan) legendanya sendiri.

Seperti ada ego besar yang memecut diri seorang rockstar: bahwa penyair idolanya sudah membuat (beberapa) novel, sedangkan tak satupun dalam karir kepenyairannya seorang rockstar ini wemenulis novel sama sekali.

Itu dugaanku saja. Karanganku.

Namun lembar pertama Srimenanti, paling tidak, sedikit menjelaskan bagaimana buku ini dan penulisnya begitu memiliki hubungan bathil terhadap Sapardi dan puisinya.

JokPin menulis ini: Terima kasih kepada Sapardi Djoko Damono yang puisinya "Pada Suatu Pagi Hari" telah menyebabkan saya melahirkan buku cerita ini.

5/
Sampai pada bagian di mana perempuan dalam puisi Sapardi --Pada Suatu Pagi Hari-- bertemu dengan penyair kawakan Beni Satryo, barulah aku sedikit menyadari: apakah bagian ini sebuah interptetasi JokPin atas puisi Sapardi?

Sungguh menyebalkan berarti.

Perhatikan bagaimana JokPin menuliskannya: "Mengapa pagi itu Nona kelihatan sembab? Nona tampak berduka."

Pertanyaan itu JokPin tanyakan karena perempuan dalam puisi Sapardi memang tampak berduka, padahal masih pagi.

Tak lama setelah itu JokPin melanjutkan kalimat aneh, karena respon perempuan itu juga aneh tiba-tiba ditanyakan hal semacam itu pada laki-laki yang tidak ia kenal.

"Sapardi titip salam," kata JokPin, pada perempuan itu.

6/
Membaca Srimenanti dengan mengikuti karya-karya JokPin, menurutku, adalah sesuatu yang menyebalkan. Kamu akan de javu pada beberapa bagian cerita pada novel tersebut.

Aku beri contoh, setidaknya ada 3 fragemn yakni (1) percakapan dengan perempuan dari puisi Sapardi; (2) hantu yang menjaili setiap malam sambil berteriak "Sakit, Jendral"; (3) pertemuan dengan Sapardi di rumahnya.

Karena ketiga hal itulah aku mesti mencari-cari lagi cerpen JokPin medio 2014-2016 ke perpus Teras Baca. Lumayan. Mereka membuat kliping cerpen dan puisi di Harian Kompas pada tahun tersebut.

7/
Tidak ada yang lebih menyenangkan sampai akhirnya JokPin bertemu (atau dipertemukan?) dengan Srimenanti di rumah kontrakan Hanafi dan Dinda.

Bahkan ketika pertemuan itu JokPin sama sekali tidak mendramatisir. Biasa saja. Sebagaimana orang yang pernah bertemu lalu dipertemukan. Ada canggung, ada sungkan yang nanggung.

Apalagi ketika mereka berdua ditinggalkan oleh pemilik rumah yang memasak di dapur. Sepintas seperti Tao Ming Tse dengan Sanchai yang dipaksa satu kamar oleh teman-temannya. Meteor Garden 1. Ingat, kan? Tidak usah pura-pura sok muda kalian!!!

Ketika itu Srimenanti yang memulai obrolan dengan sebuah pertanyaan, "Kamu kenal penyair bernama Beni Satryo?"

"Tentu. Penyair yang juga guru Pendidikan Jasmani dan Kesunyian itu, kan?"

"Memang kesunyian bisa diajarkan?"

"Itah anehnya Beni."

8/
Ini intermezo saja. Jika sudah dan/atau sedang membaca Srimenanti, coba cari arsip ketiga cerpen ini: (1) Lelaki Tanpa Celana, (2) Sebotol Hujan untuk Sapardi, dan (3) Ayat Kopi.

Sebagai tambahan: Jalan Asu.

9/
Yang jelas, aku membaca Srimenanti tepat setelah aku melahap Senyap yang Lebih Nyaring dari Eka Kurniawan. Buku terbarunya dari kumpulan esainya di blog selama 2012-14.

Pada saat itu, tentu saja, kualitas bacaanku terjaga. Bayangkan: dari Eka Kurniawan lalu disambung JokPin.

Namun, yang membedakan dari kedua buku itu adalah durasi membacanya. Untuk bukunya Eka Kurniawan, seingatku, baru bisa selesai 2 minggu. Selain tidak ada tempat dan waktu yang nyaman untuk membaca, bukunya Eka Kurniawan butuh ketelitian lebih: buku tersebut ditulis sebagaimana Eka menulis di blog, tanpa spasi.

Tetapi untuk JokPin memang sengaja aku siapkan khusus. Rockstar! Ternyata aku cukup membacanya sekali duduk.

Srimenanti memang tipis. Setidaknya untuk ukuran novel pada umumnya. Tidak lebih dari 150 halaman dengan gaya penulisan ala JokPin pasti itu tidak membuatmu merasakan sudah melewati lembar demi lembar halaman.

Tetapi, seperti yang tadi sudah aku kemukakan, karena kadung mengikuti tulisan JokPin, membaca Srimenanti, jadi sesuatu yang tidak biasa.

Ada kekaguman sekaligus pertanyaan-pertanyaan --yang mungkin baru bisa ditanyakan kalau ketemu orangnya langsung-- seperti jenis novel Srimenanti. Apa itu novel realis atau surealis? Apakah pembaca kita --secara umum-- sudah siap dengan novel semacam itu? Seorang penyair memang bisa bermain dengan kata --konon seperti itulah mereka merawat kata-- tapi pembaca tidak, bukan?

Apa yang lantas membuatku, paling tidak, mengajukan pertanyaan seperti itu? Tentu ini bersinggungan dengan bagaimana JokPin menulis cerita.

Bisakah kamu membayangkan ketika JokPin berhasil bertamu ke rumah Sapardi lalu "Kopi saya terima dengan takzim. Saya dan kopi tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang lebih haus. Kopi dan saya tidak bertengkar tentang siapa yang lebih pahit."

Itu belum apa-apa. Masih ada bagian di mana JokPin menghadiahkan kado untuk Sapardi. "Saya ulurkan sebuah botol berisi hujan bercampur senja."

Tapi, menurutku, tak ada yang lebih menggelitik saat pertemuan dengan Aan Mansyur.

10/
Benar. Aku memang membereskan Srimenati sekali duduk. Tapi karena ini novel JokPin, sering juga aku berdiri lalu membuat kopi. Kadang membacanya sambil tiduran. Jadi tidak melulu duduk.

Tidak sampai 150 halaman. Tepatnya novel ini berhenti di halaman ke-138.

Meski tipis, Srimenanti kaya akan gagasan sampai gugatan. Memang ada benarnya novel itu tidak dinilai dari jumlah halamannya.

Walau kini kita mulai diperkenalkan dengan novelet, sebuah istilah untuk mengotakan jenis novel tipis, aku masih tidak begitu peduli. Ini termasuk cerpen. Mau itu ditulis berlembar-lembar, asal memenuhi unsur cerpen, yha tetap saja cerpen. Baca saja cerpen "Dilarang Nyanyi di Kamar Mandi" anggitan Seno Gumita Adjidarma --yang edisi terbarunya. Atau... cerpen "Kukila" pada buku yang berjudul sama karya Aan Mansyur. Keduanya tetap cerpen meski menghabiskan berlembar halaman.

Begitu juga dengan Srimenanti. Ia memiliki gagasan besar dengan beragam peristiwa yang membawa kita pada satu benang merah gagasan tersebut.

Inilah hebatnya JokPin. Tidak seperti novel "Hujan Bulan Juni" yang ditulis Sapardi, novel ini dalam bayanganku seperti orang yang tengah menyatukan 2 (dua) tumpukan kartu menjadi satu. Paham, kan? Bukan dua tumpukan dibuat satu. Tapi lembar demi lembar kartu dari 2 tumpukan itu disatukan dengan cepat hingga menyatu.

Akan tiba satu bagian di mana kalian baru menyadari ternyata mana Srimenanti dan penyair itu. Ketika itulah kalian akan sebal --sambil tersenyum.

11/
Ada begitu banyak karakter yang JokPin hadirkan pada Srimenanti. Nama-nama itu, tulis JokPin dalam lembar pembuka buku ini, bisa ditemui. Alias nyata dan ada.

Banyak di antaranya adalah penulis. Aku pikir ini merupakan cara JokPin untuk memberitahu siapa saja orang-orang yang ada di sekelilingnya. Lebih dari itu, JokPin menegaskan bahwa karya-karya penulis yang JokPin tuliskan tumbuh bersama-sama karyanya.

Barangkali ini adalah cara terbaik penulis membatu sesama penulis lain. Dan itu perlu ditiru!

Jadi, saranku hanya satu: jika kalian sedang ada rezeki, maka rayakanlah dengan membeli karya-karya penulis yang ada di novel Srimenanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun