Mohon tunggu...
Harry Dethan
Harry Dethan Mohon Tunggu... Health Promoter

Master of Public Health | Praktisi Perilaku dan Promosi Kesehatan | Menulis dan membuat konten kesehatan, lingkungan, dan sastra | Email: harrydethan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warisan Lomba 17 Agustus yang Tak Lekang oleh Zaman

7 Agustus 2025   07:30 Diperbarui: 7 Agustus 2025   07:30 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun, tepat di bulan Agustus, ada satu tradisi yang menyatukan seluruh pelosok negeri ini. Bukan upacara formal di istana negara atau parade militer megah yang dimaksud, melainkan sesuatu yang jauh lebih dekat ke hati rakyat: lomba-lomba 17 Agustus.

Di gang sempit, halaman sekolah, lapangan desa, hingga taman-taman kota, semangat itu terasa serempak. Anak-anak melompat di dalam karung, ibu-ibu tertawa melihat wajah suami mereka terkapar penuh tepung, dan para pemuda saling menopang tubuh di batang pinang yang licin. Semua itu adalah bagian dari satu kesatuan: perayaan kemerdekaan yang hidup dalam denyut rakyat.

Tradisi ini bukan sekadar hiburan tahunan. Ia adalah simbol kolektif bangsa, warisan budaya yang lahir dari sejarah, tumbuh bersama masyarakat, dan terus diwariskan lintas generasi. Lomba-lomba ini mewakili semangat gotong royong, perjuangan, dan persatuan dalam bingkai tawa dan kebersamaan.

Berikut adalah lima lomba 17 Agustus yang paling melekat dalam tradisi Indonesia, lengkap dengan kisah dan makna di baliknya.

1. Makan Kerupuk: Tertawa dalam Kesederhanaan

Kerupuk, makanan rakyat yang murah dan renyah, menjadi ikon dalam perayaan ini. Digantung dengan tali, bergoyang ditiup angin, dan menjadi tantangan yang memancing tawa sekaligus ketangkasan.

Dalam lomba ini, peserta berdiri dengan tangan di belakang punggung. Tugas mereka sederhana, menghabiskan kerupuk hanya dengan mulut. Namun, dalam praktiknya, ini menjadi pemandangan jenaka: wajah-wajah serius berebut gigitan, kerupuk jatuh, dan sorakan penonton menggema.

Lomba ini mungkin terlihat sederhana. Tapi di baliknya, ada refleksi tentang masa lalu, saat kerupuk menjadi makanan pokok di masa-masa sulit. Hari ini, ia menjadi simbol bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari kelimpahan, tetapi dari kebersamaan dan rasa syukur.

2. Panjat Pinang: Perjuangan Kolektif Menuju Puncak

Tidak ada lomba yang lebih dramatik dan menggugah selain panjat pinang. Batang pinang tinggi yang dilumuri oli menjadi arena pertarungan antara strategi dan kekuatan. Di atasnya, hadiah menggoda seperti cita-cita yang hanya bisa diraih melalui kerja sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun