Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tarik-ulur Cawapres Anies Hanya Merugikan Demokrat dan PKS?

8 November 2022   11:00 Diperbarui: 8 November 2022   11:06 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji 

Disclaimer:

Tulisan ini merupakan murni dari pikiran dan opini penulis tanpa melakukan penelitian ilmiah atau riset yang mendalam. Diharapkan kritik dan sarannya dikolom komentar agar sebagai bahan koreksi dan pengetahuan baru bagi penulis.

Pencalonan Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan oleh Partai NasDem sebagai capres untuk Pilpres pada tahun 2024 menjadi topik hangat selama sebulan terakhir. Namun pencalonan Anies ini terancam batal karena terbentur peraturan Presidential Threshold 20% kursi di Parlemen atau 25% suara yang didapat dari Pemilihan Legislatif (Pileg) terakhir.

Partai NasDem sendiri seperti yang sudah masyarakat tau sudah mencoba berkomunikasi dengan dua partai politik yaitu Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tetapi pembicaraan koalisi ini sedang berada dalam kondisi yang tidak jelas, hal itu terjadi karena pihak Demokrat dan PKS sama-sama ingin mencalonkan anggota partainya yaitu Ketua Umum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan Mantan Gubernur Jawa Barat sekaligus Wakil Ketua Majelis Syuro Ahmad Heryawan (Aher). Kedua partai ini sangat berbeda dengan Nasdem yang membebaskan Anies untuk menentukan cawapresnya sendiri dan tidak harus berasal dari partai Nasdem.

Jika dilihat dari hasil beberapa lembaga survei terlihat NasDem mengalami penurunan elektabilitas karena mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres yang identik dengan pihak oposisi pemerintah berbeda dengan NasDem yang selama dua periode Presiden Jokowi berada pada pihak pro-pemerintah. Tetapi dengan buntunya koalisi pengusung Anies Baswedan ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi NasDem untuk Pileg yang dilaksanakan bersamaan dengan Pilpres.  

Tetapi suara Partai NasDem sendiri masih bisa meningkat karena mayoritas masyarakat Indonesia masih menentukan pilihan mereka berdasarkan tokoh bukan partai politik, sehingga masyarakat cenderung berpindah haluan ketika partai politik yang awalnya mereka pilih mengubah sosok atau berpindah pihak, ini yang terjadi pada NasDem pada saat ini dan juga PAN yang dalam beberapa hasil survei pemilihnya yang kebanyakan merupakan oposisi pemerintahan beralih memilih partai lain seperti PKS yang masih konsisten menjadi oposisi pemerintah sekarang.

Sedangkan sosok tokoh sebagai dasar pemilih untuk menetukan partai yang dipilih dalam Pileg mendatang bisa menjadi kerugian bagi Demokrat dan PKS jika tidak cepat memutuskan bergabung dengan Koalisi Perubahan bentukan NasDem yang mengusung pencapresan Anies karena jika masih terus untuk memaksakan menjadikan kader mereka menjadi cawapres hanya membuat citra partai mereka dikalangan pemilih Anies akan berkurang atau bahkan berpindah haluan terutama ke partai NasDem yang terlihat lebih loyal kepada Anies Baswedan.

Jika Demokrat dan PKS mungkin yang paling terancam ditinggal oleh para pemilihnya jika tidak jadi mengusung Anies Baswedan ialah PKS. PKS bisa dibilang akan sangat dirugikan karena para pemilih PKS mayoritas merupakan pendukung Anies yang lebih condong memilih PKS karena partai ini mendukung Anies dibandingkan memang murni loyalis dari PKS sendiri. Hal yang sedikit berbeda dengan Demokrat yang pendukungnya selain merupakan pemilih Anies tetapi ada para loyalis SBY yang menjadi penompang suara Demokrat yang hal serupa terjadi di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dimana meski belum tentu mengusung Gubernur Jawa Tengah sekaligus kadernya, Ganjar Pranowo yang kerap dianggap sosok yang layak meneruskan Pemerintahan Jokowi, tetapi suara PDIP dalam hampir semua hasil survei partai politik masih menempatkannya di posisi pertama karena selain terdapat para pendukung Ganjar dalam PDIP masih kental dengan sosok Presiden Jokowi ataupun Trah Soekarno dengan adanya Megawati yang menjadi Ketum PDIP saat ini sehingga jika kalau PDIP tidak mengusung Ganjar sebagai capres mereka pada Pilpres 2024 (dengan catatan Ganjar juga tidak maju dengan partai lain) suara PDIP tidak akan turun terlalu merosot pada Pileg 2024 seperti yang dialami oleh Partai Demokrat pada Pileg 2014 karena beragamnya pemilih PDIP dan loyalis PDIP yang bisa dibilang lebih banyak dibandingkan loyalis partai-partai besar lainnya.

Jadi bisa disimpulkan partai Demokrat maupun PKS lebih realistis atau lebih menguntungkan untuk mengusung Anies Baswedan sebagai capres mereka bersama-sama dengan partai NasDem karena jika melihat dari kondisi partai yang berpindah haluan seperti PAN yang berpotensi lebih banyak kehilangan pemilihnya dibandingkan mendapatkan banyak pendukung baru yang berpotensi membuat partai tersebut keluar dari Senayan di pemerintahan selanjutnya dan tentu saja akan membuat banyak kadernya memilih keluar/pindah ke partai lain yang lebih menguntungkan dan juga PKS dan Demokrat tidak memiliki loyalis sebesar PDIP yang masih punya lumbung suara yang besar meski tidak mencalonkan kandidat terkuat dari partai Ganjar Pranowo.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun