Mohon tunggu...
Harnita Rahman
Harnita Rahman Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

Senang Menulis, senang berbagi

Selanjutnya

Tutup

Music

Tidak Bisa Beranjak dari Musik 90s

9 Januari 2021   10:36 Diperbarui: 9 Januari 2021   10:46 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tidak Bisa Beranjak dari Musik 90s

Saya selalu tersenyum senyum sendiri saat orang-orang yang lahir dan besar di era90an, tidak berhenti menjadikan masa itu sebagai masa emas. Walau terkesan terlalu menglorifikasi, namun pernyataan itu tidak sepenuhnya salah. Lahir dan besar di masa itu hingga kini membuat saya merasakan dua masa peralihan yang cukup signifikan. Dan itu sebuah anugerah.

Salah satu yang paling sering dibicarakan seeing dibandingkan dan tidak berakhir adalah karya musik di masa itu. Banyak yang percaya bahwa jika taste musik seseorang kece, maka musik bagus menurutnya mungkin saja telah terhenti di era 90an. Tapi, persoalan selera, kita bisa apa?

Menceritakan musik 90an, bagi saya selalu sangat personal. Dia bukan tentang karya semata, tapi musik dan lagu-lagu yang saya dengar saat itu adalah sebuah cerita perjalanan yang tidak akan utuh jika saya cerita perihal karyanya saja. Karena untuk bisa sampai pada tahap mendengar, saya melalui banyak hal. Alih-alih musiknya, saya justru mengingat bagaimana saya bisa menikmati musik saat itu. See

Sebagai remaja yang besar di daerah kabupaten dimana akses musik kebanyakan hanya saya dapatkan lewat televisi, maka pastilah selera saya terbentuk atas bentukan televisi. Saya menikmati musik saat itu melalui berapa tayangan musik di akhir pekan yang hampir ada di tiap statiun tv. Tapi, karena standardisasi keren saat itu dipegang anak-anak yang nonton MTv, makanya saya tidak mau ketinggalan satu pekan pun, setidaknya saya bisa ikut nimbrung saat nama2 band dari luar disebut. Rasanya keren saja, saat datang ke sekolah terus kamu berseru "Eh lagu barunya 98 saya dengar kemarin". Dan teman-temanmu berdecak, wuih band luar negeri. Hihihi. Karenanya, demi citra tersebut nonton MTv itu penting.

Selain tv, yang saya nonton demi pencitraan di depan teman-teman, Saya lebih menikmati musik melalui radio. Radio fm yang biasanya tidak punya izin siar, trus yang siaran anak-anak muda, atau kakak kelas yang saya kenal, yang output audionya tidak pernah jernih. Walau begitu, saya tetap menunggu musik saya diputar untuk saya rekam di kaset lain lalu dikoleksi.  Radio AM di daerah saya saat itu hanya memutar lagu-lagu daerah yang membosankan.


Saat itu, anak-anak yang bisa membeli kaset hanyalah anak-anak dengan strata ekonomi menengah ke atas. Kami yang punya uang jajan nyaris tidak pernah cukup, harus pintar-pintar mengakali kebutuhan entertainment. Ya, salah satunya dengan mengandalkan kelincahan tangan untuk merekam lagu yang kita sukai saat radio memutarkannya. Atau saya berusaha membongkar  barang-barang lama demi mencari kaset bekas yang mungkin tidak terpakai namun pitanya masih bagus, untuk ditimpai lagu kesukaan. Beli kaset kosong saat itu rasanya sangat berat di kantong.

Jika saya sedang ditaksir cowok, biasanya saya memberi signal pada mereka untuk membuatkan playlist lagu yang mereka sukai dalam kaset. Tapi tidak ada yang terlalu berhasil, saya ingat ada kakak kelas pernah memberi saya mixtape yang dipenuhi lagu-lagu Malaysia. Oh, sungguh memorable.

Saya bukan tidak menikmati lagu-lagu Malaysia, saat itu seingat saya trend pop dari negara sebelah cukup digandrungi, tapi lagu-lagu tersebut tidak tepat dinyanyikan di semua waktu dan tempat.  Biasanya anak-anak muda dekat rumah menyanyikannya di ujung malam dan selalu dengan suasana yang temaram. Saya cukup menikmatinya mengalun jauh dan pelan mengantar saya tidur.

Nah, hal yang paling saya syukuri dalam perjalanan musik personal saya di masa-masa itu karena saya mengenal Sheila On 7 dan Padi. Bahkan saya lebih dulu menggandrungi mereka dibanding lagu-lagu Dewa dan Slank. Sebelum mereka sejak SD, saya buntu di lagu-lagu Iwan Fals berkat pengaruh kakak lelaki yang saat itu sudah SMA. Setelah mengenal Sheila dan Padi di kelas 3 SMP, selera saya terbentuk dengan corak musik yang senada dengan mereka. Setelah itu pula, saya menghabiskan banyak waktu merekam lagu-lagu mereka, menantikan kehadiran mereka di tv, atau meminta orang meghadiahi saya kaset mereka.

Mungkin karena hal tersebut, hingga kini, mendengarkan lagu-lagu Sheila dan Padi atau band-band lain di masa itu, serupa pengantar saya bersiarah ke masa-masa remaja, masa muda yang hanya dipenuhi keberanian seolah saat itu, masa depan yaitu hari ini bisa dengan mudah saya taklukkan. Sheila dan Padi dan banyak lagu-lagu di masa itu, menemani saya tumbuh besar hingga hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun