Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Panti, Pelukan yang Tak Pernah Sampai

29 Juli 2025   06:43 Diperbarui: 29 Juli 2025   06:43 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menatap jendela, mencari hangat yang tak terlihat. (Ilustrasi: Gambar ini dihasilkan dengan bantuan AI). Selasa, (29/7/2025)

Kita terlalu sering jadi donatur yang datang setahun sekali. Saat Ramadan, Natal, atau ulang tahun kantor. Kita datang bawa nasi kotak dan bingkisan. Lalu foto bersama. Upload di media sosial. Dan pulang dengan merasa puas.

Tapi setelah itu, anak-anak itu kembali ke rutinitas yang sunyi. Tak ada yang mendongeng. Tak ada yang menepuk pundak saat mereka sedih. Tak ada yang memanggil mereka dengan "Nak" atau "Sayang."

Kita, yang datang dengan niat baik, kadang terlalu sibuk memberi bantuan logistik, tapi lupa memberi bantuan emosional.

Butuh Sistem, Bukan Simpati Musiman

Pemerintah memang sudah punya program seperti ATENSI (Asistensi Rehabilitasi Sosial), Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA), bahkan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA). Tapi pertanyaannya: apakah program ini menyentuh langsung anak-anak? Ataukah hanya jadi data dalam laporan tahunan?

Anak-anak ini butuh sistem pengasuhan yang manusiawi. Salah satu alternatif adalah model foster care---anak tinggal bersama keluarga pengganti dengan pendampingan dari pemerintah. Di beberapa negara, pendekatan ini jauh lebih berhasil daripada sistem panti asuhan konvensional.

Indonesia bisa belajar. Tapi belajar saja tidak cukup. Harus ada keberanian untuk mengubah.

Refleksi Kecil: Pelukan Lebih Mahal dari Sumbangan

Dokumentasi Penulis 
Dokumentasi Penulis 
Kadang saya bertanya: mengapa anak itu minta pelukan?

Mengapa bukan permen, mainan, atau uang jajan?

Jawabannya mungkin sederhana tapi dalam: karena itulah yang tidak pernah ia dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun