Mohon tunggu...
Harmoko
Harmoko Mohon Tunggu... Penulis Penuh Tanya

"Menulis untuk menggugah, bukan menggurui. Bertanya agar kita tak berhenti berpikir."

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Fakta Mengerikan Perdagangan Bayi di Indonesia: Dari Modus hingga Dampaknya

20 Juli 2025   09:34 Diperbarui: 20 Juli 2025   09:34 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Gambar ini dihasilkan dengan bantuan AI.

Pemerintah, masyarakat, dan seluruh stakeholder kini dihadapkan pada kenyataan pahit: selama bayi bisa "dipesan" sejak dalam kandungan, negara belum sepenuhnya menjalankan tugasnya dalam melindungi yang paling rentan.

Pada tanggal 18 Juli 2025, Kompas menyampaikan sorotan tajuk rencana mengenai pengungkapan sindikat perdagangan bayi lintas provinsi dan negara oleh Polda Jawa Barat. 

Setidaknya enam bayi diselamatkan, sementara sekitar 20 bayi lainnya telah terlanjur dijual sejak 2023---dengan 15 di antaranya dijual ke Singapura dan sudah memiliki kewarganegaraan baru  .

Sindikat ini melibatkan setidaknya 13 orang dengan jaringan profesional: mulai dari perekrut calon ibu melalui media sosial, perekrut bayi, penampung, pemalsu dokumen, hingga pengirim bayi ke luar negeri. 

Ada indikasi keterlibatan tenaga medis dan pegawai dinas kependudukan dalam memuluskan jalur ilegal ini  .

Fakta bahwa bayi dapat "dipesan" saat kandungan berusia 8--9 bulan menunjukkan derajat komodifikasi terhadap kehidupan manusia yang sangat dini. 

Tekanan pada ibu kandung adalah bentuk nyata eksploitasi sistemik---dimana kemiskinan, stigma sosial, atau kehamilan di luar nikah dimanfaatkan sebagai pintu masuk oleh sindikat untuk menawarkan imingiming finansial sebagai kompensasi.

Kasus ini menyampaikan beberapa pelajaran serius tentang kegagalan sistem sosial dan negara:

1. Regulasi Adopsi dan Hukum Tak Cukup Sendiri

Tanpa pengawasan yang ketat terhadap lembaga adopsi legal dan perantara adopsi lintas negara, peluang praktik ilegal terus besar.

2. Peran Negara dalam Penegakan dan Perlindungan

Penangkapan pelaku penting, namun tidak bisa menggantikan perlindungan pra-keputusan: dukungan terhadap ibu rentan, sistem pendampingan, dan identifikasi dini menjadi kunci preventif.

3. Pengawasan Digital dan Hukum Siber

Media sosial seperti Facebook menjadi pintu masuk utama perekrutan dan pencarian calon ibu. 

Oversight platform dan aparat hukum berbasis siber perlu diperkuat untuk memutus rantai distribusi bayi ilegal  .

4. Kolaborasi Internasional

Kasus yang melibatkan kewarganegaraan asing membutuhkan kerjasama hukum antarnegara. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Interpol telah dilibatkan untuk menangani distribusi bayi ke Singapura dan memperlancar proses perlindungan dan pengembalian bila memungkinkan.

  • Audit dan reformasi sistem administrasi kependudukan untuk menutup celah identitas palsu seperti KTP, KK, akta lahir, dan paspor.
  • Program perlindungan sosial bagi ibu hamil rentan, termasuk akses layanan kesehatan, edukasi, dan dukungan komunitas.
  • Penegakan hukum yang memberi efek jera, dengan tuntutan pidana maksimal (Pasal TPPO dan UU Anak) serta pemidanaan terhadap pelaku serta pihak pembuat dokumen palsu.
  • Sosialisasi luas tentang jalur adopsi sah dan legal, dengan kampanye edukatif dan sistem adopsi yang transparan dan akuntabel.

Kasus perdagangan bayi ini bukan sekadar pelanggaran hukum.

Ia merupakan simbol ketidakhadiran negara di garis paling dasar: sejak seorang bayi belum lahir, ia sudah bisa dimiskinkan haknya, bahkan dipindahkan lintas wilayah dan negara dengan identitas palsu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun