Pertanyaan penting berikutnya adalah: jika selingkuh bukan penyakit, bagaimana "mengobatinya"?
Jawabannya: dengan menyembuhkan akar permasalahan yang melatari terjadinya perselingkuhan.Â
Itu berarti kedua belah pihak --- bukan hanya pelaku --- harus siap menggali luka, berbicara jujur, dan menghadapi ketidaknyamanan.
Kejujuran menjadi fondasi awal. Tidak ada ruang bagi pemulihan jika masih ada kebohongan atau manipulasi.Â
Pasangan perlu mendiskusikan hal-hal paling sulit sekalipun: mengapa itu terjadi? Apa yang dirasakan masing-masing? Apa yang tidak terpenuhi? Apa yang bisa diubah?
Sering kali, dinamika ini terlalu rumit untuk diselesaikan hanya berdua. Bantuan profesional seperti terapis pasangan menjadi krusial.
Terapis bukan hakim. Ia tidak di sana untuk memvonis pelaku atau menghibur korban.Â
Ia hadir sebagai penengah netral, yang membantu pasangan melihat dari sudut pandang yang lebih luas, merumuskan ulang pola-pola komunikasi, dan membangun kembali kepercayaan yang sudah hancur.
Dalam sesi terapi, pasangan diajak mengenali pola yang tidak sehat: misalnya, kecenderungan menghindar dari konflik, kebutuhan afeksi yang tidak diungkapkan, atau siklus saling menyalahkan.
Dari sana, keduanya akan belajar membentuk "hubungan baru" --- karena yang lama telah rusak.Â
Jika berhasil, hubungan yang baru ini bisa jadi lebih jujur, lebih kuat, dan lebih tangguh.