Oleh: Harmoko
Langkah Letjen TNI Novi Helmy Prasetya untuk mundur dari jabatan Direktur Utama Perum Bulog dan kembali aktif berdinas di institusi TNI bukan hanya soal pergantian kursi kepemimpinan. Ini adalah potret menarik tentang bagaimana loyalitas, tanggung jawab, dan keberanian memilih jalan yang tak selalu populer justru menunjukkan integritas sejati seorang prajurit.
Mari kita telaah secara lebih dalam, bukan sekadar siapa diganti siapa, melainkan narasi yang lebih besar di balik kembalinya sang jenderal ke barak.
Ketika Jabatan Sipil Bukan Jalan Panjang Seorang Prajurit
Letjen Novi Helmy baru dilantik menjadi Direktur Utama Bulog pada 7 Februari 2025. Tak genap lima bulan menjabat, keputusan besar diambil: kembali ke TNI. Keputusan ini lahir di tengah perubahan aturan pasca-ditetapkannya Undang-undang No. 3 Tahun 2025 tentang TNI, khususnya pasal 47, yang mempertegas bahwa prajurit aktif tidak lagi dapat menempati jabatan sipil, kecuali pada posisi tertentu yang berkaitan langsung dengan tugas pertahanan dan keamanan negara.
Apa yang menarik? Novi tidak menunggu sampai ada polemik publik, tidak menunda sampai posisinya dikritisi, apalagi membungkus dengan drama pensiun dini demi kursi empuk. Ia memilih kembali. Diam-diam tapi tepat. Langkah yang lebih terdengar sebagai "saya prajurit, dan prajurit tahu tempat pulang."
Sinyal Etika dari Dalam Tubuh TNI
Langkah ini bukan insiden tunggal, tetapi bagian dari sinyal institusional yang ingin ditekankan TNI: mereka serius dalam menata ulang kedudukan prajurit dalam konteks demokrasi sipil. Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tidak hanya mematuhi amanat UU, tapi juga memulainya dengan menarik Novi dari Bulog.
Dalam dunia birokrasi Indonesia, di mana kadang jabatan dianggap sebagai "warisan prestise" atau bahkan batu loncatan politik, keputusan seperti ini terasa langka dan menyegarkan. Bahwa ada prajurit yang tetap lebih bangga dengan baret dan baju loreng ketimbang setelan jas dan ruang rapat rapih berpendingin udara.
Ini bukan sekadar ketaatan hukum. Ini adalah manifestasi budaya etika di tubuh militer: bahwa jabatan bukan hak, melainkan amanah. Dan ketika aturan berubah, maka pengabdian harus mengikuti, bukan memaksa aturan menyesuaikan diri.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!