Pendahuluan: Sukarela yang Tak Lagi Merdeka
Di balik wajah ramah rapat wali murid, sering tersembunyi satu momen yang memancing bisik-bisik lirih: sesi penggalangan sumbangan. Dikenalkan sebagai "donasi sukarela", namun sering kali disertai daftar jumlah yang "disarankan". Orang tua yang tak menyumbang akan merasa jadi sorotan. Yang keberatan, kadang dituduh tak mendukung pendidikan.
Komite sekolah sebagai representasi orang tua dan masyarakat justru terjebak di persimpangan antara niat baik dan tekanan sosial. Dana jadi isu sensitif, apalagi ketika pengelolaannya tak transparan dan mekanismenya tak inklusif.
---
Komite Sekolah: Dari Representatif Jadi Bendahara Bayangan
Menurut Permendikbud No. 75 Tahun 2016, komite sekolah memiliki empat fungsi: pemberi pertimbangan, pendukung, pengontrol, dan mediator. Dalam praktiknya, banyak yang fokus ke satu peran: pengumpul dana.
Komite yang awalnya dibentuk sebagai mitra strategis sekolah, berubah menjadi panitia konsumsi permanen atau bahkan bendahara tak resmi. Kebutuhan operasional sekolah---seperti AC, cat dinding, pengeras suara, hingga spanduk HUT sekolah---ditujukan ke komite.
Jika tidak dikritisi, komite sekolah bisa berubah dari mitra partisipatif menjadi alat pungutan terselubung.
---
Mengapa Komite Sekolah Terjebak dalam Urusan Dana?