Kata siapa makin banyak pilihan bikin kita cepat mengambil keputusan? Nyatanya, lihat saja rak mi instan di minimarket---pilih rasa kari ayam atau rendang saja bisa bikin kita berdiri sepuluh menit.Â
Apalagi kalau pilihannya bukan sekadar rasa, tapi kendaraan masa depan: mobil listrik. Katanya sih, sudah saatnya beralih. Tapi... benarkah kita sudah siap?
Iklan-iklan mobil listrik kini tampil menggoda: tanpa emisi, senyap, biaya operasional lebih murah.Â
Belum lagi desainnya yang futuristik, bikin mobil bensin kelihatan kayak ponsel jadul.Â
Pemerintah pun tak kalah semangat: insentif pajak, subsidi, sampai pengembangan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum).
Namun, realitas di lapangan tak seindah brosur.Â
Harga mobil listrik memang makin "masuk akal", tapi tetap saja mayoritas masyarakat belum sanggup beli, terutama yang masih jungkir balik cicil motor.Â
Belum lagi soal infrastruktur pengisian daya yang masih jarang, terutama di luar kota-kota besar.
Bayangkan kalau sedang perjalanan ke desa, baterai nyaris habis, dan SPKLU terdekat 50 km lagi---itu pun belum tentu aktif.Â
Kalau mobil bensin, tinggal mampir warung dan beli pertalite eceran di botol AQUAÂ