Mohon tunggu...
Abdul Haris
Abdul Haris Mohon Tunggu... Menyampaikan Pemikiran Pribadi

Berbagi pemikiran lewat tulisan. Bertukar pengetahuan dengan tulisan. Mengurangi lisan menambah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Kafe Sunyi, Enggan Berkarya Atau Takut Menikmati Karya

18 Agustus 2025   20:19 Diperbarui: 21 Agustus 2025   05:30 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik di kafe. (Pexels/uh_yeah_20101995)

Seorang pengelola waralaba sempat dipidanakan karena tidak membayar royalti musik yang diputar di gerainya. Meskipun telah selesai melalui jalur mediasi, kasus itu menyadarkan kita mengenai persoalan laten pengabaian hak cipta.

Sebelum persoalan itu mencuat, beberapa sengketa hak cipta sudah beberapa kali terjadi, seperti antara penyanyi dengan pencipta lagu. Para musisi pun tidak henti-hentinya menyoal ketidakjelasan penerapan aturan royalti hak cipta yang berpotensi merugikan mereka.

Hak cipta merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual. Sepertihalnya paten, merek, rahasia dagang, dan jenis kekayaan intelektual lainnya, hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Pelindungan itu terutama menyasar pada hak ekonomi yang melekat pada karya itu. 

Dalam ranah hak cipta, hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, mengutip UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Bentuk hak ekonomi diantaranya berbentuk royalti atau imbalan yang diterima pencipta atas pemanfaatan ciptaannya. Ada perhitungan tertentu untuk royalti tersebut, siapa saja dikenakan kewajiban membayar royalti, hingga sanksi pidana atau perdata bagi pelanggarnya. Semua hal itu diatur dalam undang-undang, yang artinya ada pelindungan dari negara.

Sayangnya, dalam praktiknya terdapat ketidakoptimalan penegakan aturan dimaksud. Banyak hak cipta yang digunakan suatu pihak tanpa ada kompensasi pemenuhan hak ekonomi kepada pihak lain yang berhak. Pelanggaran tanpa penegakan itu rupanya berdampak luas membentuk perilaku yang lumrah. 

Mungkin, banyak pengguna hak cipta yang tidak menyadari kesalahannya. Atau, bisa saja sebenarnya menyadari, tapi karena tidak ada ketegasan penegakan sanksi, maka para pelanggar itu melanjutkan saja perbuatan salahnya.   

Apa yang terjadi di suatu gerai waralaba baru-baru ini, tidak menutup kemungkinan terjadi pula di gerai-gerai lain. Hanya saja, untuk sekelas gerai yang telah dikelola secara profesional dalam wadah perseroan, sangat tidak patut mengabaikan pemenuhan kewajiban atas pemanfaatan hak cipta. Hal itu juga semestinya disadari para pengguna hak cipta di berbagai layanan publik komersial, seperti hotel, pusat rekreasi, pusat perbelanjaan, dan pihak-pihak lainnya yang sudah ditentukan dalam undang-undang.

Dilema Penegakan

Untuk usaha besar, sepatutnya tidak ada pemakluman terhadap kelalaian pelanggaran. Dan, sudah tepat jika dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Yang mesti jadi perhatian, para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM, yang sebetulnya juga melakukan hal yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun