Mohon tunggu...
Hari Rachmat Wijaya
Hari Rachmat Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Guru IPA

Saya seorang Guru IPA yang sangat tertarik pada literasi, astronomi, dan politik

Selanjutnya

Tutup

Love

Keluarga #1: Proposal Kebahagiaan

16 Juni 2023   08:01 Diperbarui: 16 Juni 2023   08:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: radarbekasi.id

Dalam sebuah acara training motivation, saya pernah mendengar bahwa bahagia adalah sumber energi bagi kehidupan kita sehingga jangan sampai hilang dari diri kita walaupun sebentar saja. Pernyataan ini begitu menohok karena pada realitanya kita tidak selalu mempunyai perasaan bahagia. Perasaan bahagia memang sangat kita harapkan kehadirannya setiap saat, tapi ia tidak datang begitu saja layaknya angin yang menghembus di pinggir pantai.  

Seringkali segala macam upaya kita lakukan untuk mencapai perasaan bahagia. Seperti itu pulalah yang saya lakukan ketika berada pada akhir masa lajang di tahun 2016. Pada tahun 2016, mulai bertebaran undangan pernikahan dari teman-teman kampus sewaktu kuliah di Universitas Pendidikan Indonesia. Melihat besarnya kebahagiaan dari raut wajah teman-teman saya yang berada di pelaminan, saya pikir saya pun harus segera menikah. Saya ingin bahagia layaknya mereka, bersanding dengan pendamping setia berparas cantik, memegang erat jari-jemari yang mungil, memeluk pinggang yang begitu ramping hingga saling suap menyuapi di iringi riuh para undangan yang hadir. Harapan-harapan itu jelas adalah imajinasi seorang lajang yang rajin menghadiri pernikahan teman-temannya bahkan tak jarang menjadi panitia pernikahan temannya. Saat berada di acara pernikahan baik itu sebagai tamu maupun panitia, pemandangan pasangan pengantin diatas pelaminan tak kuasa membuat hati bergemuruh dengan sederet pertanyaan, "saya kapan? dengan siapa?".  Gemuruh dari dua pertanyaan itu memang tak sehebat tatkala di cecar pertanyaan-pertanyaan dari dosen fisika saat sidang skripsi dua tahun sebelumnya. Tapi gemuruh dari dua pertanyaan tersebut meluluhlantakkan kesadaran diri sebagai seorang laki-laki. Laki-laki yang semasa kampus dikenal sebagai aktivis kampus dengan sederet titel ketua organisasi dan ditambah sekarang telah memiliki penghasilan tetap yang dirasa cukup untuk menghidupi seorang istri ditengah kota bandung. 

Segemuruh apapun hati tentang mimpi pernikahan, biasanya itu reda ketika mendengar cerita bapak-bapak di pengajian tentang kehidupan keluarga masing-masing. Bila bisa disebut sebagai genre, ragam ceritanya sangat beraneka macam sehingga kadang bisa membuat saya tertawa, terharu ataupun harus pura-pura tidak mengerti, maklum saya adalah peserta pengajian yang paling muda dan satu-satunya yang belum menikah. Pengajian ini memang begitu berdampak bagi kehidupan saya, khusus dalam hal percintaan, dari pengajian ini saya putuskan untuk tidak pacaran dengan perempuan manapun dan saya juga memilih jalur taaruf untuk memulai proses pernikahan. 

Pacaran dan taaruf bukanlah hal yang sama layaknya persepsi anak muda awam tentang islam yang menganggap pacaran adalah ta'aruf juga. Tidak pacaran di zaman ini mungkin dianggap hal yang tabu, maklum anak SMP saja sudah biasa dengan gonta-ganti pacar. Dan ta'aruf, bagi orang awam adalah layaknya beli kucing didalam karung, walaupun bila kita pikir adakah yang pernah membeli kucing di dalam karung? tidak ada bukan! kalaupun membeli kucing pasti kita akan pergi ke petshop dan akan sangat teliti hingga sampai pada keputusan akan membeli atau tidak. Begitulah taaruf yang saya pahami. Pemahaman tentang ta'aruf berkelindan dengan keputusan untuk tidak pacaran, membawa saya pada sebuah dilema mencari kebahagiaan selama berbulan-bulan tentang dari mana saya bisa mendapatkan calon istri yang pas untuk saya dan keluarga besar terutama ibu saya. Ridho Allah terdapat pada ridho orang tua, begitulah "koding" yang saya terapkan dalam pencarian calon istri selama sekitar 5 bulan lamanya. 

Berbagai jalur saya tempuh, ibaratnya jalur langit hingga jalur darat pernah saya coba. Dari mulai meminta bantuan guru ngaji, dosen lintas jurusan, pimpinan di tempat kerja, kakak tingkat semasa kuliah hingga adik tingkat semasa kuliah pernah saya lakukan untuk menemukan proposal perempuan yang sesuai visi-misi pernikahan saya. Dorongan untuk bahagia mengalahkan rasa malu dan rasa sungkan terhadap mereka semua. Empat bulan berjalan, saya semakin dikenal oleh para guru ngaji, dosen, kakak tingkat, dan adik tingkat sebagai pencari proposal perempuan. Diantara proposal-proposal yang masuk, hampir semuanya saya kenali hanya beberapa perempuan saja yang baru saya kenal namanya. Akan tetapi, satu persatu proposal berguguran, ada yang sampai bertemu dan berbincang dengan perempuan yang tertera pada proposal tapi kemudian berhenti berproses karena dirasa tidak cocok atau bahkan berhenti berproses karena tidak mendapatkan restu dari ibu. 

Di Awal saya kira mudah menyelesaikan proses dengan proposal semacam ini, karena pada proposal sebetulnya tercantum banyak informasi mengenai masing-masing pihak baik laki-laki maupun perempuan. Namun, apa daya berbagai informasi yang diberikan melalui proposal ternyata tidak menjadi jaminan untuk memenuhi keinginan informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak. Saya pun mulai melihat realita ta'aruf ini sebagai hal yang tidak mudah, untuk mendapatkan 1 proposal saja begitu banyak hal yang harus dilakukan, dan itu pun belum tentu berhasil. 

Di sekitar bulan mei 2016, saya menaruh harapan pada seorang adik tingkat untuk bertanya kepada seorang perempuan bernama filda tentang kesiapannya untuk menikah. Terhadap filda saya sangat optimis karena saya yakin filda mengenal saya dengan baik sebagai kakak tingkat se-fakultas dan sesama aktivis kampus. Dan, jawaban yang saya tunggu ternyata adalah akhir ikhtiar saya selama 5 bulan lamanya, saya menyerah. Filda belum siap menikah dan masih menyelesaikan skripsi menjadi alasannya.

Sungguh saya tertampar akan realita yang saya hadapi. Optimis yang saya hadirkan diawal mungkin terjangkit oleh rasa jumawa hingga lupa bahwa jodoh sudah diatur oleh Sang Maha Pengatur, Allah SWT.  Tidak sedikit pun bisa kita campuri, apalagi dengan niat ikhtiar yang tidak lurus lillahita'ala. Akhirnya saya berhenti dari aktifitas mencari proposal atau sejenisnya. Mengevaluasi diri dan menyibukkan diri dalam beribadah menjadi jalan saya untuk berserah diri kepada Allah SWT.  Saya masih mengingat penggalan ceramah seorang ustadz tentang jodoh, "jodoh itu sudah ditentukan, tinggal memilih mau diberikan oleh Allah dengan penuh berkah  atau diberikan dengan penuh amarah". 

Waktu berjalan, saya mulai menerima kondisi, mungkin belum saatnya saya menikah dalam waktu dekat, mungkin ada hal lain yang harus dilakukan terlebih dahulu. berbagai kemungkinan saya hadirkan sebagai penghalau kegundahan. Sampai pada suatu siang, angin berhembus tidak biasanya, saya mendapatkan kabar dari Adik tingkat bahwa filda  menerima proposal saya dan bersedia melanjutkan proses taaruf ke tahap berikutnya. Di Kemudian hari saya baru mengetahui alasan filda berubah pikiran walaupun statusnya masih sama yaitu belum lulus kuliah, tiada lain karena orang tuanya memberikan izin setelah filda menyampaikan proposal taaruf yang saya ajukan. Bagai mendapatkan jackpot, Allah memberikan kejutan ketika saya sudah tidak memaksakan kehendak, ketika saya sudah pasrah, ketika saya sudah berserah diri terhadap takdir. Allah mendaratkan kebahagiaan itu tepat di hati saya, memberikan kabar bahagia tentang jodoh dengan pemberiaan yang tak terduga, begitu spesial. Proposal secara fisik memang saya sampaikan kepada filda, tapi sejatinya proposal utuh itu dinilai oleh Allah dan Allah pula yang memutuskan. Layaknya kunci, proposal yang 'lurus' akan membukakan kebahagiaan dari Allah SWT.

 Dari proposal yang diterima, proses demi proses taaruf kemudian menghantarkan saya untuk mempersunting filda husnawati pada tanggal 8 oktober 2016. 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun