Mohon tunggu...
Hari Hariadi
Hari Hariadi Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Riset dan Publikasi

Sarjana Ekonomi, Magister dalam Ilmu Manajemen. Bekerja sebagai karyawan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menghibur Sekaligus Mendidik

30 Agustus 2015   20:36 Diperbarui: 30 Agustus 2015   20:36 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Tulisan berikut ini bolehlah dianggap sebagai tanggapan atas berita yang diturunkan oleh harian Kompas hari Jumat, 28 Agustus 2015 yang berjudul “TV Publik Jadi Teladan”. Dalam menanggapi tulisan tersebut, penulis tidak berpretensi menjadi pengamat komunikasi massa, pengamat pertelevisian, atau apapun namanya. Penulis hanya ingin menceritakan kesan penulis selama berinteraksi dengan siaran televisi, sejak dahulu hingga sekarang. Jadi barangkali orang lain memiliki kesan dan pendapat yang berbeda. Ini tentu sah-sah saja.

Dalam berita tersebut, dinyatakan bahwa Televisi Republik Indonesia (TVRI) berniat melakukan revitalisasi guna menyegarkan kembali citra televisi nasional. Menurut Direktur Program dan Berita TVRI Markus Prasetyo, terjadi pembenahan program guna menarik penonton baru, terutama anak muda. Caranya dengan menguatkan tayangan berita, ficer, dokumenter, dan acara-acara kesenian. Sebagai informasi, Markus Prasetyo lebih dikenal dengan nama Kepra, pembaca acara kuis Aksara Bermakna, yang pernah tayang di TVRI.

Anak muda didekati dengan tayangan musik independen Taman Buaya Beat Club, acara musik yang disiarkan langsung mulai Senin hingga Kamis pukul 22.00 WIB. Acara tersebut hanya menampilkan pemusik independen ataupun ternama yang jenis musiknya berbeda dengan selera pasar.

Beberapa tayangan baru yang lain adalah Hijau, Galeri Tenun, dan Wakil Rakyat Bermalan, yang menampilkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginap di rumah penduduk.
Ada juga acara lama yang diolah kembali, salah satunya adalah Taman Indria. Acara ini menampilkan anak-anak berbakat, diselingi pesan-pesan moral, salah satunya pesan untuk mencintai bangsa sendiri. Dulu, acara ini dipandu oleh Ibu dan Bapak Kasur. Sekarang dipandu oleh Shahnaz Haque.

Saat penulis masih kecil, TVRI adalah satu-satunya siaran televisi yang menghibur dan menyajikan berita dan pengetahuan bagi masyarakat Indonesia. TV swasta belum ada. Maka tak heran jika penulis sampai hafal tayangan-tayangan yang ada saat itu. Sebenarnya untuk ukuran saat itu, acara yang ditayangkan TVRI boleh dibilang beragam. Ada siaran berita, olahraga, musik, drama, program untuk anak-anak, kuis, dan sebagainya. Siaran-siaran berita yang ditayangkan TVRI zaman dulu di antaranya adalah Berita Nusantara, Berita Nasional, dan Dunia Dalam Berita. Untuk acara musik, ada Aneka Ria Safari, Selekta Pop, dan Album Minggu ini. Untuk siaran olahraga, kita mengenal acara Dari Gelanggang ke Gelanggang dan Arena dan Juara. Untuk program anak-anak, ada Taman Indria, Panggung Hiburan Anak-anak, Ayo Menyanyi, Cerita Untuk Anak, dan sebagainya. Acara kuis juga cukup banyak, di antaranya Kuis Siapa Dia, Gita Remaja, Aksara Bermakna, dan Berpacu dalam Melodi. Untuk pengetahuan, ada Aneh Tapi Nyata dan Flora dan Fauna. Di samping acara lokal, TVRI juga sering menayangkan film serial dan kartun impor. Barangkali karena masih terlalu muda, ditambah dengan monopili siaran oleh TVRI, penulis menikmati saja siaran-siaran yang ada tanpa banyak kritik dan komentar.

Keadaan mulai berubah saat stasiun TV swasta mulai bermunculan, dawali oleh Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) pada awal tahun 1990-an, disusul oleh beberapa stasiun TV swasta lainnya. Kehadiran TV swasta menciptakan suasana baru, terutama melalui gaya siarannya yang tidak kaku, lebih beragam, lebih inovatif, dan lebih berani. Masyarakat mulai kritis. TVRI mulai ditinggalkan. Celakannya, TVRI seperti enggan memperbaiki diri, barangkali lantaran statusnya yang mengandalkan statusnya yang milik pemerintah.

Namun TV swasta bukannya tanpa kritik. TV swasta kerap dituduh terlalu komersial sehingga tidak peduli dengan mutu siaran. Kebanyakan siaran TV swasta dianggap tidak mendidik. Pada titik ini, sebagian masyarakat mulai merindukan kembali siaran-siaran model TVRI, yang meskipun gayanya membosankan namun materi programnya dipandang lebih mendidik.
Pada awal tahun 2000-an, penulis mulai menyaksikan TV berlangganan. Pilihan dan ragam siaran tentu semakin banyak. Banyak (bukan kebanyakan atau semua) di antara acara-acaranya yang lebih mendidik ketimbang stasiun-stasiun TV lokal. Sejak saat itu, penulis mulai meninggalkan TV lokal. Penulis menyaksikan TV lokal jika ada siaran olahraga, khususnya sepak bola, atau peristiwa-peristiwa penting kenegaraan yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

Zaman boleh berganti, selera boleh berubah. Meski demikian, tuntutan kepada pengelola stasiun TV untuk menghadirkan program-program yang menghibur sekaligus mendidik tak pernah lekang. Semoga TVRI berhasil merevitalisasi dirinya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun