Mohon tunggu...
hariadhi
hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Editor, designer, entrepreneur

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Sudah Saatnya Wartawan Kompak Memboikot Prabowo

8 November 2018   07:13 Diperbarui: 8 November 2018   07:14 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari cuitan @MakDetektif

Salah seorang informan menyebutkan bahwa telepon seluler dilempar ke arah Suharso Monoarfa, yang sedikit beruntung, "Beruntung Suharso bisa mengelak," kata sumber tersebut. Namun apa lacur, sikap emosional ini kemudian menjadi image seorang Prabowo yang diulang-ulang dan dijadikan lelucon sepanjang masa. Setiap kali ada masalah internal di kubu koalisinya, lawan menertawakan bahwa sedang terjadi bagi-bagi HP gratis dan semua sedang mengantri.

Sumber

Tak hanya ke sekutu, bahkan ke anak buah dan pendukungnya sendiri pun Prabowo gagal menunjukkan kasih sayang. Ada peristiwa emak-emak yang dihardik karena berebut buku saat ia sedang asik berpidato. Lalu kader Gerindra yang dimarahi karena mengajaknya selfie. Bahkan mengajak selfie saja dimarahi! duh...

Sumber

Prabowo berkali-kali menjanjikan perubahan, bahwa Prabowo yang kini lebih tenang, lebih smart, tidak emosional, namun tak pernah sekalipun terlaksana. Ia tak juga berhenti mengejek wartawan tiap kali muncul pemberitaan yang merugikan dirinya. Padahal itulah kerja wartawan, berusaha memberitakan informasi dengan berbagai sudut, sekaligus mengkritisi keadaan, agar masyarakat lebih cerdas.

Maka menantikan kemunculan Prabowo yang tidak emosional, menjadi sama mustahilnya mengharapkan seorang pria berubah. Sangat sulit, bahkan mustahil pria berubah untuk wanita yang dicintainya. Sama sulitnya mengharapkan Prabowo bisa memperbaiki temperamennya.

"Pada 1993 didirikan usaha bersama, dari Kompas, Tempo, Sinar Harapan dulu dan Suara Karya. Ini urusan perusahaan diputuskan ada 4 pemilik tidak ada campur tangan. Ketika editorial mengusung Jokowi-JK itu suatu tradisi. Kami Jakarta Post, mengapa (Prabowo) marah-marah, maki-maki seperti itu?" kata Sabam Siagian saat Jakarta Post dihardik oleh Prabowo. 

Pun Surya Paloh menyatakan keheranannya atas sikap emosional Prabowo,  "Jangan kasih ruang dan tempat bagi siapapun yang menertawakan. Jika kita hanya membuang waktu dan energi kita hanya untuk bertikai satu sama lain. Harapan saya, kita menggunakan semua potensi yang ada dalam semua komponen dan elemen masyarakat. Tidak harus saya," Tandas Surya Paloh.

Sumber

Maka saran saya kepada wartawan, mulailah memboikot pemberitaan terhadap Prabowo kalau kenyataannya ia tak sanggup menghormati dunia jurnalisme. Jika diundang press conference atau diundang dalam acara Prabowo yang membutuhkan publisitas, tidak perlu datang. Tidaklah pantas wartawan terus menerus merendahkan diri, memohon wawancara hanya untuk kemudian dilecehkan seperti yang sudah ia lakukan terhadap wartawan Jakarta Post dan Metro TV.

Prabowo sudah saatnya diboikot, bukan hanya oleh Metro TV dan Jakarta Post. Tapi juga oleh semua wartawan, agar Prabowo mengerti arti penting profesi jurnalis. Tidak lagi menertawakan gaji mereka yang kecil, tidak sanggup belanja ke mal, atau melecehkan mereka hanya sebagai "pekerja". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun