Aku suka dia karena sikapnya yang pantang menyerah. Ya, iya tekun membaca artikel tentang penulisan puisi, dan tentu saja menikmati puisi-puisi itu sendiri. Ia suka semua puisi karena menurutnya semua penulis atau penyair sudah berusaha memilih kata-kata terbaik demi mengekspresikan gagasan supaya pembaca mendapatkan pengalaman yang sama seperti yang dirasakannya.
"Mengapa kau suka puisi," tanyaku suatu saat.
"Aku menemukan sesuatu yang indah. Aku tak bisa jelaskan secara jelas, namun batinku senang dan puas kalau menemukan kosa kata, kalimat, atau frasa yang menurutku enak didengar, enak dibaca, dan enak dirasakan," jawabnya.
Aku suka dia karena ia pantang menyerah, menulis puisi hingga ratusan kali di Kompasiana. Beberapa diantaranya mendapat penilaian "Pilihan" dan sejauh ini hanya 3 gelintir puisinya yang dinobatkan sebagai "Headline". Meski demikian, menurutku ini prestasi yang membanggakan karena kau sudah mampu menunjukkan ketekunan sebagai penulis puisi.
Sepertinya kau bertekad untuk setia menulis puisi setiap hari karena setiap kali aku berselancar, selalu nama dan karyamu menghiasi Kompasiana.
"Aku manusia lemah yang kebetulan suka menulis puisi. Menurutku setiap manusia diberi tanggung jawab oleh Tuhan untuk memelihara Bumi ini dengan caranya masing-masing. Maka aku berusaha memenuhi amanah itu melalui puisi. Aku sedapat mungkin berusaha menghadirkan nafas kedamaian dalam setiap puisiku."
"Mengapa kau suka tema kedamaian?" tanyaku penasaran.
"Karena disadari atau tidak, manusia pada dasarnya suka damai! Lihatlah, manusia di mana pun berada kalau merasa dirinya lapar dan haus pasti ingin makan dan minum. Itu artinya manusia ingin berdamai dengan kebutuhan badannya. Kalau sedang sakit, manusia di belahan Bumi mana pun pasti ingin sembuh. Itu artinya manusia ingin berdamai dengan tubuhnya yang sedang tersiksa oleh rasa sakit."
"Oya, aku kerap menangkap suasana untuk berprasangka baik dan berbuat kebaikan ketika membaca puisi-puisimu. Benarkah kesanku ini?"
Alih-alih menjawab pertanyaanku, ia justru mengutip kata motivasi dari salah satu ilmuwan Indonesia, yakni Soejatmoko.
"Hari depan dunia lebih banyak ditentukan moralitas keputusan kita sekarang. Ketika Anda memutuskan untuk menyerah sekarang, maka tidak akan ada keberhasilan di masa depan. Keputusan apa yang Anda ambil sekarang akan berbuah di masa selanjutnya. Untuk itu, cobalah bersikap optimis, positif, dan memandang ke depan agar di masa selanjutnya Anda mendapatkan hasil yang sesuai."